ANALISIS
VEGETASI HUTAN ALAM
DI TAMAN
NASIONAL GUNUNG
GEDE-PANGRANGO
Oleh:
Jajang Roni Aunul Kholik
E14090090
Kelompok 3 (tiga)
Asisten Lapang:
Helga Sugiarti, S. Hut.
Niechi Valentino NIM E44060019
Aditya Nugraha NIM E44070060
Dosen Pengajar:
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.
Dr. Ir. Agus Hikmat, MSi.
LABORATORIUM
EKOLOGI HUTAN
DEPARTEMEN
SILVIKULTUR
FAKULTAS
KEHUTANAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2011
1.1 Latar Belakang
Ekologi Hutan adalah ilmu tentang tempat tinggal, yaitu ilmu
yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
sesamanya (masyarakat hutan) dan dengan lingkungannya. Ekologi Hutan merupakan
ilmu integratif dalam bidang ilmu kehutanan. Ilmu Ekologi Hutan sangat membantu
dalam melakukan pengenalan mengenai vegetasi atau masyarakat hutan, hubungan
timbal balik antar sesamanya, dan dengan lingkungannya. Ekologi Hutan juga
berkaitan secara langsung dengan ilmu-ilmu terapan lainnya, misalnya
Silvikultur, Perencanaan Hutan, Pengelolaan SDA, dan sebagainya. Karena itu, Ekologi
Hutan sangat penting untuk dipelajari.
Manfaat dari mempelajari Ekologi Hutan, mahasiswa
dimungkinkan dapat menjelaskan tentang Ekologi Hutan sebagai suatu cabang dari
ilmu ekologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat hutan dan
lingkungannya sebagai suatu dasar dalam pengelolaan hutan tropika, memahami
tentang ekosistem hutan (hutan alam dan hutan tanaman), dan memahami tentang
bagaimana tindakan silvikultur yang tepat untuk digunakan, sehingga kualitas
produksi hutan dapat meningkat. Untuk lebih banyak memahami tentang hubungan
antar masyarakat hutan dan lingkungannya serta memahami keadaan vegetasi hutan
yang ada di alam, maka diadakan kegiatan praktikum lapang Ekologi Hutan. Praktikum
Lapang Ekologi Hutan khususnya mengenai analisis vegetasi hutan alam, pada
kesempatan ini bertempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Praktikum
lapang ini merupakan bentuk aplikasi nyata di lapangan khususnya di hutan alam
sebagai hasil dari mempelajari ilmu Ekologi Hutan yang selama ini telah
dipelajari pada waktu perkuliahan di dalam kelas. Dengan adanya kegiatan ini,
mahasiswa diharapkan dapat menganalisis tentang vegetasi hutan yang ada di
hutan alam khususnya di TN Gunung Gede Pangrango.
1.2 Tujuan
Kegiatan praktikum lapang
mata kuliah Ekologi Hutan yang bertempat di TN Gunung Gede Pangrango ini
bertujuan untuk menganalisis tentang ekosistem hutan alam dan vegetasi pohon
yang ada di hutan alam, menjelaskan tentang sejarah TN Gunung Gede Pangrango secara
garis besar, menganalisis tentang jenis-jenis pohon yang terdapat di TN Gunung
Gede Pangrango dari mulai jenis semai, pancang, tiang, dan pohon, membuat
profil hutan alam yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango, serta menjelaskan
peranan ilmu Ekologi Hutan dan menerapkannya pada kehidupan nyata di lapangan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
III.
METODOLOGI
3.1 Waktu dan
Tempat Pelaksanaan
Kegiatan praktikum lapang mata kuliah Ekologi Hutan ini
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Mei 2011 yang bertempat di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dimulai pukul 10.00-14.30 WIB.
3.2 Alat dan
Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum lapang ini adalah:
1. Alat Tulis
2. Camera Digital
3. Meteran Jahit 1,5 Meter
4. Pita Ukur
5. Tambang
6. Tali Rapia
7. Patok
8. Walking Stick
9. Kompas
10. Papan Berjalan
Sedangkan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
1. Tally Sheet Analisis
Vegetasi dan Profil Hutan Alam
2. Pohon-pohon di sekitar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango
3.3 Metode
Pelaksanaan Praktikum
Kegiatan praktikum lapang dilaksanakan pada tempat-tempat
tertentu sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dari mulai HM 1 sampai
dengan HM 10. Kegiatan yang dilaksanakan ada dua bagian yaitu analisis vegetasi
hutan alam dan pembuatan profil arsitektur pohon pada hutan alam. Metode atau
cara yang dilakukan pada kegiatan analisis vegetasi hutan alam adalah dengan menggunakan
metode kuadrat atau petak berupa jalur atau garis berpetak. Metode ini
dilakukan dengan cara membuat petak jalur berbentuk persegi empat atau bujur
sangkar berukuran 20 m x 1000 m dengan ketentuan petak contoh pohon sebesar 20
m x 20 m, petak contoh tiang sebesar 10 m x 10 m, petak contoh pancang sebesar
5 m x 5 m, dan petak contoh semai sebesar 2 m x 2 m. Ketentuan lain yang harus
diperhatikan adalah jalur bersambung untuk pohon, dan garis berpetak (melompat)
untuk semai, pancang, dan tiang. Data-data yang diambil dalam analisis vegetasi
adalah nama jenis dan jumlah individu untuk semai dan pancang; nama jenis,
diameter, tinggi total, dan tinggi bebas cabang untuk tiang dan pohon.
Sedangkan untuk pembuatan profil arsitektur hutan dilakukan hanya pada petak 10
m x 60 m. Data yang diambil adalah nama jenis, diameter, tinggi total, tinggi
bebas cabang, proyeksi tajuk (azimut atau sudut arah tajuk), dan jarak tajuk
terpanjang serta terpendek untuk jenis tiang dan pohon. Hasil dari pengamatan tadi
akan dituliskan pada laporan praktikum lapang dengan disertakan lampiran perhitungan
data, dokumentasi pohon dan lokasi yang dikunjungi.
3.4 Analisis
Data
Lampiran rumus-rumus yang digunakan pada praktikum.
IV.
KONDISI UMUM
4.1 Sejarah
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dicanangkan pada tahun
1980, ketika pemerintah mengadakan program pendirian taman nasional pertama di
Indonesia bersama dengan empat taman nasional yang lain. Luas taman nasional
ini adalah sekitar 15.196 Ha, merupakan taman nasional kedua terkecil di
Indonesia. TNGP mempunyai potensi keragaman hayati yang tinggi di dunia
sehingga kawasan ini menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora
dan fauna di dunia.
Pada beberapa abad sebelumnya, kawasan puncak merupakan salah
satu tempat terpencil di Jawa, dimana daerah-daerah di kaki lereng pegunungan
banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah. Sejarah wilayah ini diketahui
dari beberapa legenda sunda kuno, yang dikatakan sebagai sebuah jalur antara
kota tua Cianjur dan Bogor. Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini
dimulai dengan didirikannya sebuah kebun kecil dekat Istana Gubernur Jendral
Belanda di Cipanas Pada tahun 1830. Perkebunan ini kemudian diperluas menjadi
Kebun Raya Cibodas saat ini. Kemudian wilayah ini dikenal sebagai salah satu
tempat kunjungan utama para ahli botani dunia.
Wilayah Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian
dunia selama dua abad dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles
mengatur pengembangan wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811. Tercatat
pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki
Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), S.H. Teysman
(1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), dan Dr. Van
Leuween (1911). CGGJ. Van Steenis (1920-1952) mengumpulkan spesimen-spesimen
dan menyiapkan sebuah studi untuk bukunya yang terkenal: ”The Mountain Flora of
Java”, yang dipublikasikan pada tahun 1972.
Pengembangan kawasan dimulai pada tahun 1889 yaitu ketika
hutan yang terletak diantara Kebun Raya Cibodas sampai mata air panas
dikukuhkan sebagai cagar alam (240 Ha). Kemudian pada tahun 1919 dikukuhkan
pula Cagar Alam Cimungkat (56 Ha). Selanjutnya pada 1975 Hutan Wisata Situ
Gunung (120 Ha) juga dikukuhkan. Tahun 1975 dikukuhkan sebagai Cagar Alam
Gunung Gede Pangrango (14.000 Ha), dengan dua puncak utama yang diperluas.
Akhirnya pada 16 maret 1980 semua wilayah terpisah kawasan ini disatukan
melalui deklarasi pendirian Taman Nasional seluas 15.196 Ha. Kemudian pada
tahun 1984 dibentuklah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.
4.2 Letak dan
Luas
Secara geografis, kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango terletak antara 1060‘51’ - 1070‘02’ BT dan 60’41’ - 60’51’ LS. Secara
administrasi Taman Nasional ini terletak pada tiga wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II, yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.
Lokasi TNGP sangat strategis dekat dengan pusat-pusat
pemukiman penduduk, pusat-pusat penelitian dan pendidikan, dan pusat
pengembangan wilayah, serta dikelilingi oleh jalan raya propinsi yang
menghubungkan kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Posisi yang
menguntungkan ini menyebabkan TNGP banyak dikunjungi masyarakat, untuk
memanfaatkan kawasan dengan potensi yang dikandungnya baik secara legal
(seperti kegiatan penelitian, pendidikan, rekreasi) maupun secara ilegal
(seperti penggarapan lahan hutan, pencurian hasil hutan, pencemaran).
Luas wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini adalah
sebesar 15.196 Ha dengan wilayah tersebut terdiri dari beberapa kawasan
terpisah yang disatukan menjadi TN Gunung Gede Pangrango. Kawasan terpisah ini
terdiri atas kawasan Kebun Raya Cibodas sampai mata air panas (240 Ha), Cagar
Alam Cimungkat (56 Ha), Hutan Wisata Situ Gunung (120 Ha), Cagar Alam Gunung
Gede Pangrango (14.000 Ha), dan beberapa kawasan lainnya (780 Ha) dengan dua
puncak utama yang diperluas.
4.3 Kondisi
Fisik
Kawasan TNGP terdiri dari wilayah pegunungan, yaitu Gunung
Pangrango (3.019 m dpl), Gunung Gede (2.958 m dpl)., Gunung Gumuruh (2.929 m
dpl), Gunung Masigit (2.500 m dpl), Gunung Lingkung (2.100 m dpl), Gunung
Mandalawangi (2.044 m dpl), dan beberapa gunung kecil lainnya. Beberapa tempat
bertopografi ringan sampai datar, misalnya alun-alun Suryakencana (kawasan
datar di komplek Puncak Gede seluas 50 ha) dan alun-alun Mandalawangi di
komplek Puncak Pangrango seluas 5 ha). Ketinggian tempat bervariasi mulai dari
800 m dpl sampai 3.019 m dpl.
Curah hujan rata-rata setiap tahunnya adalah 3.000 mm – 4.200
mm. Bulan basah jatuh pada periode Oktokber-Mei, bertepatan dengan musim barat
laut. Sedangkan curah hujan rendah lebih dari 200 mm/bulan, yaitu pada bulan
Desember sampai Maret bisa mencapai 400 mm/bulan atau lebih. Bulan-bulan kering
jatuh pada periode Juni-September dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100
mm/tahun. Temperatur rata-rata tahunan bervariasi antara 180 0C di
Cibodas dan kurang dari 10 0C di Puncak Pangrango, dengan penurunan
rata-rata 0,55 0C per kenaikan 100 meter ketinggian tempat. Dengan
rendahnya temperatur ini kadang-kadang turun salju atau hujan es sekitar Puncak
Gede dan Pangrango.
Ada dua iklim yaitu musim kemarau dari bulan Juni sampai
Oktober dan musim penghujan dari bulan Nopember ke April. Selama bulan Januari
sampai Februari, hujan turun disertai angin yang kencang dan terjadi cukup
sering, sehingga berbahaya untuk pendakian. Hujan juga turun ketika musim
kemarau, menyebabkan kawasan TNGP memiliki curah hujan rata-rata pertahun 4000
mm. Rata-rata suhu di Cibodas 23°C, dan puncak tertinggi berada pada 3000 m
dpl. Jika anda mendaki, persiapkan diri anda terhadap cuaca dingin karena angin
semakin kencang di puncak gunung, dan suhu akan turun sampai 5° C.
Kawasan TNGP merupakan daerah tangkapan air (catchment area)
yang penting untuk kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Kawasan ini
terbagi ke dalam tiga daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung dengan 17
anak sungai di bagian barat (Wilayah Bogor), DAS Citarum dengan 20 anak sungai
di bagian timur (Wilayah Cianjur), dan DAS Cimandiri di bagian selatan (Wilayah
Sukabumi). Sungai-sungai yang mengalir di kawasan ini sangat penting bagi
kehidupan masyarakat sekitarnya, misalnya sebagai sumber air bagi keperluan
rumah tangga, pertanian, dan industri. Fungsi utama dari sungai tersebut bagi
ekosistem kawasan yaitu sebagai sumber air bagi berbagai jenis satwa dan
tumbuhan.
4.4 Kondisi
Vegetasi dan Satwa
Taman Nasional Gede Pangrango dikenal karena tingginya
keragaman hayati flora fauna didalamnya. Menurut Meijer (1959), dalam Rugayah
dan Sunarno (1992), jumlah jenis tumbuhan berbunga (Spermathophytha) di TNGP
ada 900 jenis, dan menurut Kato (1991), dalam Darnaedi (1992), terdapat 400
jenis tumbuhan paku (Pteridophyta). Menurut Seifriz (1924) kawasan ini
diperkaya 114 jenis tumbuhan lumut (Briophyta).
Jenis ekosistem kawasan ini adalah ekosistem hutan hujan
tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem Hutan Montana, Sub Montana, dan Sub
Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput
pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman
(damar), dan hutan sekunder.
Kekayaan tumbuhan di dalam kawasan menurut Van Stennis
(1972), tumbuhan di kawasan TNGP dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan
perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m
dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl), dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl).
Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi,
ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon rasamala
dan buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya variasi
flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub Alpin
merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya pohon
Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium)
dengan batang yang ditumbuhi lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah
terdapatnya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi
Eidelweis (Anaphalis javanica).
Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon
yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya
dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium).
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus
auratus);
dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan
berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di
Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu (Otus angelinae).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO
sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman
Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Beberapa lokasi atau obyek yang menarik untuk dikunjungi:
1.
Telaga Biru
2.
Air terjun Cibeureum
3.
Air Panas
4.
Kandang Batu dan Kandang Badak
5.
Puncak dan Kawah Gunung Gede
6.
Alun-alun Suryakencana
7.
Gunung Putri dan Selabintana
4.5 Kondisi
Sosial dan Ekonomi
Selain kekayaan flora dan fauna, TNGP juga kaya akan potensi
obyek wisata alam sebagai nilai ekonomis tinggi yang dapat menjadi salah satu
masukan penghasilan masyarakat khususnya UPT TNGP, seperti keindahan alam, air
terjun, air panas, danau, kawah, padang rumput pegunungan, goa, dan obyek
wisata budaya. Pemandangan yang indah bisa dinikmati dari jalan raya sekeliling
Taman Nasional, juga di beberapa tempat seperti pemandangan (view) di sekitar
Situgunung, Selabintana, Bodogol, dan pemandangan alam dari puncak gunung.
Daerah sekitar Taman Nasional dikelilingi oleh pemukiman
penduduk. sebagian besar dari masyarakat tersebut kondisi sosial ekonominya
masih sangat rendah. Tingkat sosial ekonomi yang masih sangat rendah ini
menyebabkan kehidupan mereka masih bergantung pada penggunaan sumberdaya hayati
secara langsung, seperti pengambilan kayu bakar, pencurian paku-pakuan dan
aggrek, perburuan satwa liar, serta penebangan liar.
Sumber daya manusia yang ada di sekitar TNGP dibandingkan
dengan taman nasional yang terdapat di luar Jawa diketahui cukup tinggi, yaitu
126 : 15.196 ha, setara dengan 1 orang berbanding 120 ha. Kondisi ini juga
ditentukan oleh faktor lain, yaitu tingkat pendidikan, keahlian, keterampilan,
mental, loyalitas, dsb. Masyarakat sekitar taman nasional mempunyai tingkatan
pendidikan paling banyak adalah lulusan SD dan SMP, serta sangat sedikit
masyarakat yang berpendidikan SMA ataupun perguruan tinggi. Karena minimnya
atau rendahnya pendidikan, mereka masih bergantung pada kegiatan dan pekerjaan
pengelolaan taman nasional serta menjual barang dagangan di sekitar kawasan
taman masional.
Sarana dan Prasarana fasilitas yang terdapat di TNGP sudah
cukup memadai. Fasilitas pelayanan pengunjung telah banyak di bangun oleh
masyarakat untuk kenyamanan pengujung. Mata Pencaharian masyarakat sekitar
adalah lebih cenderung banyak kepada kegiatan berjualan di sekitar kawasan
taman nasional. Dengan berbagai barang yang diperjualbelikan disana, semua
dilakukan hanya untuk memberikan fasilitas dan jamuan bagi para pengunjung.
5.1 Kesimpulan
Kuliah lapang Dendrologi di Kebun Raya Bogor merupakan
kegiatan kuliah yang secara langsung menampilkan tumbuhan-tumbuhan secara asli
dan nyata di lapangan. Kegiatan ini sangat membantu dalam memahami seputar ilmu
Dendrologi. Adanya perkuliahan lapang ini dapat memberikan suasana baru dalam
pembelajaran yang biasanya hanya diterima di ruang kelas. Penjelasan dari dosen
tentang jenis-jenis tumbuhan di Kebun Raya Bogor dapat memberikan info baru
kepada diri masing-masing mahasiswa yang diharapkan dapat membantu dalam
pembelajaran Dendrologi. Adapun materi yang dijelaskan pada kegiatan kuliah
lapang ini antara lain mengulas kembali pengetahuan tentang morfologi pohon,
menjelaskan tentang sejarah Kebun Raya Bogor yang berdiri pada tanggal 18 Mei 1817 oleh Prof. C.G.C.
Reinwardt, serta menjelaskan secara rinci dan detail tentang morfologi
jenis-jenis pohon yang terdapat di Kebun Raya Bogor mulai yang pertama kali
tumbuh yaitu pohon Leci (Litchi chinensis)
sampai yang terakhir kali tumbuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar