Kamis, 15 Maret 2012

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO


ANALISIS VEGETASI HUTAN ALAM
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG
GEDE-PANGRANGO

Oleh:
Jajang Roni Aunul Kholik
E14090090
Kelompok 3 (tiga)


Asisten Lapang:
Helga Sugiarti, S. Hut.
Niechi Valentino             NIM    E44060019
Aditya Nugraha               NIM    E44070060

Dosen Pengajar:
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.
Dr. Ir. Agus Hikmat, MSi.
















LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011



1.1       Latar Belakang

Ekologi Hutan adalah ilmu tentang tempat tinggal, yaitu ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan sesamanya (masyarakat hutan) dan dengan lingkungannya. Ekologi Hutan merupakan ilmu integratif dalam bidang ilmu kehutanan. Ilmu Ekologi Hutan sangat membantu dalam melakukan pengenalan mengenai vegetasi atau masyarakat hutan, hubungan timbal balik antar sesamanya, dan dengan lingkungannya. Ekologi Hutan juga berkaitan secara langsung dengan ilmu-ilmu terapan lainnya, misalnya Silvikultur, Perencanaan Hutan, Pengelolaan SDA, dan sebagainya. Karena itu, Ekologi Hutan sangat penting untuk dipelajari.
Manfaat dari mempelajari Ekologi Hutan, mahasiswa dimungkinkan dapat menjelaskan tentang Ekologi Hutan sebagai suatu cabang dari ilmu ekologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat hutan dan lingkungannya sebagai suatu dasar dalam pengelolaan hutan tropika, memahami tentang ekosistem hutan (hutan alam dan hutan tanaman), dan memahami tentang bagaimana tindakan silvikultur yang tepat untuk digunakan, sehingga kualitas produksi hutan dapat meningkat. Untuk lebih banyak memahami tentang hubungan antar masyarakat hutan dan lingkungannya serta memahami keadaan vegetasi hutan yang ada di alam, maka diadakan kegiatan praktikum lapang Ekologi Hutan. Praktikum Lapang Ekologi Hutan khususnya mengenai analisis vegetasi hutan alam, pada kesempatan ini bertempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Praktikum lapang ini merupakan bentuk aplikasi nyata di lapangan khususnya di hutan alam sebagai hasil dari mempelajari ilmu Ekologi Hutan yang selama ini telah dipelajari pada waktu perkuliahan di dalam kelas. Dengan adanya kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat menganalisis tentang vegetasi hutan yang ada di hutan alam khususnya di TN Gunung Gede Pangrango.

1.2       Tujuan

Kegiatan praktikum lapang mata kuliah Ekologi Hutan yang bertempat di TN Gunung Gede Pangrango ini bertujuan untuk menganalisis tentang ekosistem hutan alam dan vegetasi pohon yang ada di hutan alam, menjelaskan tentang sejarah TN Gunung Gede Pangrango secara garis besar, menganalisis tentang jenis-jenis pohon yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango dari mulai jenis semai, pancang, tiang, dan pohon, membuat profil hutan alam yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango, serta menjelaskan peranan ilmu Ekologi Hutan dan menerapkannya pada kehidupan nyata di lapangan.











II.                TINJAUAN PUSTAKA















































III.               METODOLOGI

3.1       Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan praktikum lapang mata kuliah Ekologi Hutan ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Mei 2011 yang bertempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dimulai pukul 10.00-14.30 WIB.

3.2       Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum lapang ini adalah:
1.      Alat Tulis
2.      Camera Digital
3.      Meteran Jahit 1,5 Meter
4.      Pita Ukur
5.      Tambang
6.      Tali Rapia
7.      Patok
8.      Walking Stick
9.      Kompas
10.  Papan Berjalan
Sedangkan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
1.      Tally Sheet Analisis Vegetasi dan Profil Hutan Alam
2.      Pohon-pohon di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

3.3       Metode Pelaksanaan Praktikum
Kegiatan praktikum lapang dilaksanakan pada tempat-tempat tertentu sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dari mulai HM 1 sampai dengan HM 10. Kegiatan yang dilaksanakan ada dua bagian yaitu analisis vegetasi hutan alam dan pembuatan profil arsitektur pohon pada hutan alam. Metode atau cara yang dilakukan pada kegiatan analisis vegetasi hutan alam adalah dengan menggunakan metode kuadrat atau petak berupa jalur atau garis berpetak. Metode ini dilakukan dengan cara membuat petak jalur berbentuk persegi empat atau bujur sangkar berukuran 20 m x 1000 m dengan ketentuan petak contoh pohon sebesar 20 m x 20 m, petak contoh tiang sebesar 10 m x 10 m, petak contoh pancang sebesar 5 m x 5 m, dan petak contoh semai sebesar 2 m x 2 m. Ketentuan lain yang harus diperhatikan adalah jalur bersambung untuk pohon, dan garis berpetak (melompat) untuk semai, pancang, dan tiang. Data-data yang diambil dalam analisis vegetasi adalah nama jenis dan jumlah individu untuk semai dan pancang; nama jenis, diameter, tinggi total, dan tinggi bebas cabang untuk tiang dan pohon. Sedangkan untuk pembuatan profil arsitektur hutan dilakukan hanya pada petak 10 m x 60 m. Data yang diambil adalah nama jenis, diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, proyeksi tajuk (azimut atau sudut arah tajuk), dan jarak tajuk terpanjang serta terpendek untuk jenis tiang dan pohon. Hasil dari pengamatan tadi akan dituliskan pada laporan praktikum lapang dengan disertakan lampiran perhitungan data, dokumentasi pohon dan lokasi yang dikunjungi.
3.4       Analisis Data
Lampiran rumus-rumus yang digunakan pada praktikum.

IV.              KONDISI UMUM

4.1       Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dicanangkan pada tahun 1980, ketika pemerintah mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan empat taman nasional yang lain. Luas taman nasional ini adalah sekitar 15.196 Ha, merupakan taman nasional kedua terkecil di Indonesia. TNGP mempunyai potensi keragaman hayati yang tinggi di dunia sehingga kawasan ini menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna di dunia.
Pada beberapa abad sebelumnya, kawasan puncak merupakan salah satu tempat terpencil di Jawa, dimana daerah-daerah di kaki lereng pegunungan banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah. Sejarah wilayah ini diketahui dari beberapa legenda sunda kuno, yang dikatakan sebagai sebuah jalur antara kota tua Cianjur dan Bogor. Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya sebuah kebun kecil dekat Istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas Pada tahun 1830. Perkebunan ini kemudian diperluas menjadi Kebun Raya Cibodas saat ini. Kemudian wilayah ini dikenal sebagai salah satu tempat kunjungan utama para ahli botani dunia.
Wilayah Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811. Tercatat pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), S.H. Teysman (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), dan Dr. Van Leuween (1911). CGGJ. Van Steenis (1920-1952) mengumpulkan spesimen-spesimen dan menyiapkan sebuah studi untuk bukunya yang terkenal: ”The Mountain Flora of Java”, yang dipublikasikan pada tahun 1972.
Pengembangan kawasan dimulai pada tahun 1889 yaitu ketika hutan yang terletak diantara Kebun Raya Cibodas sampai mata air panas dikukuhkan sebagai cagar alam (240 Ha). Kemudian pada tahun 1919 dikukuhkan pula Cagar Alam Cimungkat (56 Ha). Selanjutnya pada 1975 Hutan Wisata Situ Gunung (120 Ha) juga dikukuhkan. Tahun 1975 dikukuhkan sebagai Cagar Alam Gunung Gede Pangrango (14.000 Ha), dengan dua puncak utama yang diperluas. Akhirnya pada 16 maret 1980 semua wilayah terpisah kawasan ini disatukan melalui deklarasi pendirian Taman Nasional seluas 15.196 Ha. Kemudian pada tahun 1984 dibentuklah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

4.2       Letak dan Luas
Secara geografis, kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terletak antara 1060‘51’ - 1070‘02’ BT dan 60’41’ - 60’51’ LS. Secara administrasi Taman Nasional ini terletak pada tiga wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.
Lokasi TNGP sangat strategis dekat dengan pusat-pusat pemukiman penduduk, pusat-pusat penelitian dan pendidikan, dan pusat pengembangan wilayah, serta dikelilingi oleh jalan raya propinsi yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Posisi yang menguntungkan ini menyebabkan TNGP banyak dikunjungi masyarakat, untuk memanfaatkan kawasan dengan potensi yang dikandungnya baik secara legal (seperti kegiatan penelitian, pendidikan, rekreasi) maupun secara ilegal (seperti penggarapan lahan hutan, pencurian hasil hutan, pencemaran).
Luas wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini adalah sebesar 15.196 Ha dengan wilayah tersebut terdiri dari beberapa kawasan terpisah yang disatukan menjadi TN Gunung Gede Pangrango. Kawasan terpisah ini terdiri atas kawasan Kebun Raya Cibodas sampai mata air panas (240 Ha), Cagar Alam Cimungkat (56 Ha), Hutan Wisata Situ Gunung (120 Ha), Cagar Alam Gunung Gede Pangrango (14.000 Ha), dan beberapa kawasan lainnya (780 Ha) dengan dua puncak utama yang diperluas.

4.3       Kondisi Fisik
Kawasan TNGP terdiri dari wilayah pegunungan, yaitu Gunung Pangrango (3.019 m dpl), Gunung Gede (2.958 m dpl)., Gunung Gumuruh (2.929 m dpl), Gunung Masigit (2.500 m dpl), Gunung Lingkung (2.100 m dpl), Gunung Mandalawangi (2.044 m dpl), dan beberapa gunung kecil lainnya. Beberapa tempat bertopografi ringan sampai datar, misalnya alun-alun Suryakencana (kawasan datar di komplek Puncak Gede seluas 50 ha) dan alun-alun Mandalawangi di komplek Puncak Pangrango seluas 5 ha). Ketinggian tempat bervariasi mulai dari 800 m dpl sampai 3.019 m dpl.
Curah hujan rata-rata setiap tahunnya adalah 3.000 mm – 4.200 mm. Bulan basah jatuh pada periode Oktokber-Mei, bertepatan dengan musim barat laut. Sedangkan curah hujan rendah lebih dari 200 mm/bulan, yaitu pada bulan Desember sampai Maret bisa mencapai 400 mm/bulan atau lebih. Bulan-bulan kering jatuh pada periode Juni-September dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm/tahun. Temperatur rata-rata tahunan bervariasi antara 180 0C di Cibodas dan kurang dari 10 0C di Puncak Pangrango, dengan penurunan rata-rata 0,55 0C per kenaikan 100 meter ketinggian tempat. Dengan rendahnya temperatur ini kadang-kadang turun salju atau hujan es sekitar Puncak Gede dan Pangrango.
Ada dua iklim yaitu musim kemarau dari bulan Juni sampai Oktober dan musim penghujan dari bulan Nopember ke April. Selama bulan Januari sampai Februari, hujan turun disertai angin yang kencang dan terjadi cukup sering, sehingga berbahaya untuk pendakian. Hujan juga turun ketika musim kemarau, menyebabkan kawasan TNGP memiliki curah hujan rata-rata pertahun 4000 mm. Rata-rata suhu di Cibodas 23°C, dan puncak tertinggi berada pada 3000 m dpl. Jika anda mendaki, persiapkan diri anda terhadap cuaca dingin karena angin semakin kencang di puncak gunung, dan suhu akan turun sampai 5° C.
Kawasan TNGP merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang penting untuk kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Kawasan ini terbagi ke dalam tiga daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Ciliwung dengan 17 anak sungai di bagian barat (Wilayah Bogor), DAS Citarum dengan 20 anak sungai di bagian timur (Wilayah Cianjur), dan DAS Cimandiri di bagian selatan (Wilayah Sukabumi). Sungai-sungai yang mengalir di kawasan ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, misalnya sebagai sumber air bagi keperluan rumah tangga, pertanian, dan industri. Fungsi utama dari sungai tersebut bagi ekosistem kawasan yaitu sebagai sumber air bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan.
4.4       Kondisi Vegetasi dan Satwa
Taman Nasional Gede Pangrango dikenal karena tingginya keragaman hayati flora fauna didalamnya. Menurut Meijer (1959), dalam Rugayah dan Sunarno (1992), jumlah jenis tumbuhan berbunga (Spermathophytha) di TNGP ada 900 jenis, dan menurut Kato (1991), dalam Darnaedi (1992), terdapat 400 jenis tumbuhan paku (Pteridophyta). Menurut Seifriz (1924) kawasan ini diperkaya 114 jenis tumbuhan lumut (Briophyta).
Jenis ekosistem kawasan ini adalah ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem Hutan Montana, Sub Montana, dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman (damar), dan hutan sekunder.
Kekayaan tumbuhan di dalam kawasan menurut Van Stennis (1972), tumbuhan di kawasan TNGP dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl), dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl). Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon rasamala dan buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica).
Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium).
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus); dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu (Otus angelinae).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Beberapa lokasi atau obyek yang menarik untuk dikunjungi:
1.      Telaga Biru
2.      Air terjun Cibeureum
3.      Air Panas
4.      Kandang Batu dan Kandang Badak
5.      Puncak dan Kawah Gunung Gede
6.      Alun-alun Suryakencana
7.      Gunung Putri dan Selabintana

4.5       Kondisi Sosial dan Ekonomi
Selain kekayaan flora dan fauna, TNGP juga kaya akan potensi obyek wisata alam sebagai nilai ekonomis tinggi yang dapat menjadi salah satu masukan penghasilan masyarakat khususnya UPT TNGP, seperti keindahan alam, air terjun, air panas, danau, kawah, padang rumput pegunungan, goa, dan obyek wisata budaya. Pemandangan yang indah bisa dinikmati dari jalan raya sekeliling Taman Nasional, juga di beberapa tempat seperti pemandangan (view) di sekitar Situgunung, Selabintana, Bodogol, dan pemandangan alam dari puncak gunung.
Daerah sekitar Taman Nasional dikelilingi oleh pemukiman penduduk. sebagian besar dari masyarakat tersebut kondisi sosial ekonominya masih sangat rendah. Tingkat sosial ekonomi yang masih sangat rendah ini menyebabkan kehidupan mereka masih bergantung pada penggunaan sumberdaya hayati secara langsung, seperti pengambilan kayu bakar, pencurian paku-pakuan dan aggrek, perburuan satwa liar, serta penebangan liar.
Sumber daya manusia yang ada di sekitar TNGP dibandingkan dengan taman nasional yang terdapat di luar Jawa diketahui cukup tinggi, yaitu 126 : 15.196 ha, setara dengan 1 orang berbanding 120 ha. Kondisi ini juga ditentukan oleh faktor lain, yaitu tingkat pendidikan, keahlian, keterampilan, mental, loyalitas, dsb. Masyarakat sekitar taman nasional mempunyai tingkatan pendidikan paling banyak adalah lulusan SD dan SMP, serta sangat sedikit masyarakat yang berpendidikan SMA ataupun perguruan tinggi. Karena minimnya atau rendahnya pendidikan, mereka masih bergantung pada kegiatan dan pekerjaan pengelolaan taman nasional serta menjual barang dagangan di sekitar kawasan taman masional.
Sarana dan Prasarana fasilitas yang terdapat di TNGP sudah cukup memadai. Fasilitas pelayanan pengunjung telah banyak di bangun oleh masyarakat untuk kenyamanan pengujung. Mata Pencaharian masyarakat sekitar adalah lebih cenderung banyak kepada kegiatan berjualan di sekitar kawasan taman nasional. Dengan berbagai barang yang diperjualbelikan disana, semua dilakukan hanya untuk memberikan fasilitas dan jamuan bagi para pengunjung.















V.   KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1       Kesimpulan

Kuliah lapang Dendrologi di Kebun Raya Bogor merupakan kegiatan kuliah yang secara langsung menampilkan tumbuhan-tumbuhan secara asli dan nyata di lapangan. Kegiatan ini sangat membantu dalam memahami seputar ilmu Dendrologi. Adanya perkuliahan lapang ini dapat memberikan suasana baru dalam pembelajaran yang biasanya hanya diterima di ruang kelas. Penjelasan dari dosen tentang jenis-jenis tumbuhan di Kebun Raya Bogor dapat memberikan info baru kepada diri masing-masing mahasiswa yang diharapkan dapat membantu dalam pembelajaran Dendrologi. Adapun materi yang dijelaskan pada kegiatan kuliah lapang ini antara lain mengulas kembali pengetahuan tentang morfologi pohon, menjelaskan tentang sejarah Kebun Raya Bogor yang berdiri pada tanggal 18 Mei 1817 oleh Prof. C.G.C. Reinwardt, serta menjelaskan secara rinci dan detail tentang morfologi jenis-jenis pohon yang terdapat di Kebun Raya Bogor mulai yang pertama kali tumbuh yaitu pohon Leci (Litchi chinensis) sampai yang terakhir kali tumbuh.

5.2       Saran

Kuliah lapang Dendrologi di Kebun Raya Bogor ini sudah sering kali dan setiap tahun diselenggarakan oleh departemen Silvikultur-Fakultas Kehutanan IPB yang dalam hal ini sebagai pengampu mata kuliah Dendrologi, hanya saja pengaplikasiannya dalam hal pemberian materi dari narasumber dirasa kurang efektif jika hanya satu orang pemandu yang menghadapi sekitar 100 orang mahasiswa setiap satu kali perjalanan dan sejauh ini belum dapat ditemukan sebuah mekanisme yang efisien. Oleh karena itu, perlu adanya beberapa pemikiran dan perubahan baru yang diharapkan mampu membuat perubahan untuk menjadikan kuliah lapang dendrologi ini menjadi lebih baik untuk ke depannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger