TAHAPAN
SUKSESI SKUNDER
Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
Fase Awal/Muda
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
Fase Awal/Muda
Kurang dari
satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis pohon
pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang
cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun
berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi
banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung,
tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25 tahun), berkecambah pada
intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya
yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada
fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih
sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun
pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang
berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal
yang cepat tumbuh.
Siklus unsur
hara berkembang dengan sangat cepat. Khususnya unsur-unsur hara mineral diserap
dengan cepat oleh tanaman-tanaman, sebaliknya nitrogen tanah, fosfor dan
belerang pada awalnya menumpuk di lapisan organik (Jordan 1985). Pertumbuhan
tanaman dan penyerapan unsur hara yang cepat mengakibatkan terjadinya
penumpukan biomasa yang sangat cepat. Dalam waktu kurang dari lima tahun,
indeks permukaan daun dan tingkat produksi primer bersih yang dimiliki
hutan-hutan primer sudah dapat dicapai. Biomasa daun, akar dan kayu
terakumulasi secara berturut-turut. Begitu biomasa daun dan akar berkembang
penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat secara tajam. Hanya setelah
5-10 tahun biomasa daun dan akar halus akan meningkat mencapai nilai seperti di
hutan-hutan primer. Selama 20 tahun pertama, produksi primer bersih mencapai 12-15
t biomasa/ha/tahun, yang demikian melebihi yang yang dicapai oleh hutan primer
yaitu 2-11 t/ha/tahun.
Proses-proses
biologi akan berjalan lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini
adalah permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).
Fase Dewasa
Setelah
pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per
satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga
akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar,
karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat
dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai
pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100
tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir
akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh angin,
yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Mereka
bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin unsur hara bila terdapat
intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir akhir yang termasuk
kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar didalam sebuah daerah
geografis yang luas.
Dalam akhir
fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara kontinyu. Dalam
hutan-hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1- 4.5 t/ha/tahun.
Setelah 50-80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan dengan
akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-unsur hara
akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur hara tersebut sekarang
diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan karena
adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada lapisan
organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara pada
biomasa menurun (Brown & Lugo 1990). Perputaran kembali unsur hara pada
daun-daunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fase sebelumnya.
Fase klimaks
Pionir-pionir
akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann
1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah
tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis
pohon klimaks dari hutan primer, yang dapat menunjukkan ciri-ciri yang berbeda.
Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-jenis kayu tropik komersil yang
bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum) memiliki nilai
komersil.
Perlahan-lahan
suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana
tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman
(permudaan) yang baru. Areal basal dan biomasa hutan primer semula dicapai
setelah 50-100 tahun (Riswan et al. 1985) atau 150-250 tahun (Saldarriaga et.
al. 1988). Setelah itu tidak ada biomasa tambahan yang terakumulasi lagi.
Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada hutan-hutan tropik
basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (Riswan et al. 1985).
Suksesi
standar yang dijelaskan di atas adalah suatu contoh gambaran yang sangat
skematis dari proses-proses suksesi yang sangat kompleks dan beragam. Walaupun
kebanyakan suksesi mengikuti pola seperti yang dijelaskan di atas, pada
kenyataannya di alam beberapa tahap suksesi sering terlampaui, atau berbagai proses
suksesi muncul secara bersamaan dalam susunan seperti mosaik. Suatu situasi
khusus terjadi, bila permudaan dari jenis pohon klimaks tetap hidup atau
terdapat di seluruh areal setelah atau walaupun terjadi gangguan yang
menyebabkan penggundulan hutan tersebut. Dalam hal ini, seluruh fase suksesi
akan dilalui oleh komunitas tumbuhan tersebut, dan sebagai akibatnya yang
terjadi hanyalah perubahan struktur hutan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
- Arief,
Arifin, (1994), Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
- Daniel,
Theodore. W, John. A. Helms, Frederick S. Baker, (1978), Prinsip-Prinsip
Silvikultur (Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Djoko Marsono, 1992), Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
- Emrich
Anette, Benno Pokorny, Dr, Cornelia Sepp. (2000) Relevansi Pengelolaan
Hutan Sekunder Dalam Kebijakan Pembangunan (Penelitian Hutan Tropika).
Deutsche Gesellschaft Für Technische Zusammenarbeit (Gtz) Gmbh Postfach
5180 D-65726 Eschborn
- Marsono,
Dj (1991). Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indoensia.
Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
- Schindele,
W. (1989): Investigation of the steps needed to rehabilitate the areas of
East Kalimantan seriously affected by fire.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar