Pembahasan
Praktikum ini menjelaskan
tentang penyebab dan sumber dari kebakaran hutan. Apabila kita lihat
berdasarkan sumbernya, sumber api kebakaran hutan dapat terjadi secara alami
dan secara buatan (disebabkan manusia). Secara alami, sumber api kebakaran
dapat terjadi karena adanya petir dan letusan gunung berapi. Sedangkan secara
buatan (disebabkan manusia) dapat terjadi karena bara sisa api unggun dan
pembukaan lahan dengan sengaja membakar hutan.
Perlakuan pertama yang
dilakukan pada praktikum ini adalah menguji secara langsung mengenai sejauhmana
gesekan antara dua batang bambu atau dua batang kayu dapat menyebabkan
kebakaran pada hutan. Sesuai apa
yang telah kita uji pada praktikum ini dan berdasarkan apa yang tercantum pada
lampiran hasil yang telah kita buat, terbukti bahwa gesekan antara dua batang
bambu atau kayu yang telah kita uji selama sembilan kali pengujian yang
masing-masing yaitu digesekkan selama satu menit (tiga kali pengujian), selama
lima menit (tiga kali pengujian), dan sepuluh menit (tiga kali pengujian),
dapat dibuktikan bahwa gesekan antar dua batang bambu ataupun kayu selama
apapun kita menggesekkan pada saat praktikum, tidak akan menyebabkan terjadinya
api atau munculnya api yang bisa menyebabkan kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan
kekuatan gesekan bambu dan kayu tidak begitu kuat untuk menimbulkan api karena
energi panas yang ditimbulkan sangat kecil. Akan tetapi, hal yang berkebalikan
(menimbulkan api dari hasil gesekan) dapat saja terjadi meskipun itu hanya
kemungkinan kecil, apabila kekuatan gesekan yang kita buat sangat keras dan
kuat sehingga energi panas yang dihasilkan dari gesekan tersebut cepat panas
dan akhirnya dari panas tersebut dapat saja menimbulkan api. Kekuatan gesekan
dan energi panas yang dihasilkan akibat gesekan dalam hal ini menjadi salah
satu syarat utama terjadinya sumber api kebakaran hutan. Namun, apabila kita
melihat bagaimana proses gesekan secara alami di hutan terjadi, energi panas
yang ditimbulkan akibat dua bambu atau kayu sangat kecil karena kekuatan
gesekan alami dua kayu atau bambu yang bersinggungan sangat kecil dan sangat
sedikit kemungkinan untuk menimbulkan api.
Perlakuan selanjutnya
yang kita lakukan pada praktikum ini, adalah menguji sejauhmana bara api dari
puntung rokok menimbulkan api dan menyebabkan kebakaran hutan. Sesuai yang kita
uji secara langsung masing-masing selama sepuluh menit, dapat dibuktikan bahwa
puntung rokok yang kita simpan pada serasah pinus yang sudah kering pada
perlakuan pertama yaitu satu puntung rokok hasilnya tidak menimbulkan bara api
yang nantinya dapat menimbulkan kebakaran. Begitu pula pada perlakuan kedua
(dua puntung rokok secara bersamaan disimpan tetapi berbeda tempat) dan
perlakuan ketiga (dua puntung rokok secara bersamaan disimpan dan diletakkan
pada satu tempat) tidak menghasilkan bara api selama sepuluh menit pengamatan.
Hal ini dikarenakan bara api dari puntung rokok tidak begitu kuat untuk
membakar serasah yang ada meskipun serasah tersebut sangat kering. Kekuatan
bara yang dihasilkan dapat menjadi salah satu indikator terjadinya api pada
serasah. Selain itu, pengaruh lain seperti kelembaban udara dan tingkat
kekeringan serta jenis serasah dapat juga menjadi salah satu indikator
terjadinya sumber api. Jika bara api yang ditimbulkan sangat kuat, maka tidak
menutup kemungkinan serasah tersebut akan segera terbakar dan menimbulkan api
yang menyebabkan kebakaran pada hutan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada
pembahasan yang telah dikemukakan dan menjawab tujuan praktikum yang ada, dapat
dsimpulkan bahwa gesekan anatara dua batang kayu atau bambu tidak dapat
menimbulkan api yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran karena kekuatan
gaya gesek dan energi panas yang dihasilkan tidak begitu kuat. Selanjutnya,
bara sisa dari puntung rokok juga dalam hal ini tidak dapat menimbulkan api
karena kekuatan bara yang ditimbulkan kedua puntung rokok tidak begitu besar
dan kuat sehingga kecil kemungkinan menyebabkan terjadi api kebakaran hutan.
msM � - r �� � Ketidakpastian tenurial memicu pengrusakan sosial dan budaya
masyarakat
Permasalahan tenurial telah menjadi
titik kunci dari terus terjadinya pengrusakan hutan, dimana ketidakpastian
tenurial telah membuat masyarakat terpaksa melepaskan kawasan kelolanya kepada
pengusaha yang berimplikasi pada pelepaspaksaan budaya dan ikatan batin dengan
kawasan kelola.
4.
Korupsi yang mengakar
Korupsi merupakan sebuah akar dari
keseluruhan permasalahan negeri. Korupsi di sektor kehutanan dapat terjadi
dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan tidak melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan hutan, pemberian ijin yang tidak sesuai dengan kondisi
aktual kawasan, kolusi dalam pemberian jatah tebang tahunan, menerima upeti
dari penebang kayu tak berijin, hingga melakukan pembiaran terhadap pengrusakan
hutan. Dampak kerusakan hutan di Indonesia menurut data dari Departemen
Kehutanan tahun 2003 menyebutkan bahwa luas hutan Indonesia yang rusak mencapai
43 juta hektar dari total 120,35 hektar dengan laju degradasi dalam tiga tahun
terakhir mencapai 2,1 juta hektar pertahun, bahkan sejumlah laporan menyebutkan
antara 1,6 sampai 2,4 hutan Indonesia hilang setiap tahunnya atau sama dengan
luas enam kali lapangan bola hilang setiap menitnya (ICEL-Indonesian for Center
Environmental Law, 19- 10-2003:2). Data terbaru dari Departemen Kehutanan (dikutip
dari buku Andriana, 2004:1 dalam Nurdjana 2005:5 dalam Darsono, 2006) menyebutkan
bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 3,8 juta hektar pertahun
dan negara telah kehilangan Rp 83 miliar per hari akibat illegal logging.
Seperti diketahui bahwa illegal logging
mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi
bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal logging tidak dapat jika hanya
ditangani di dalam negeri, tetapi juga harus melibatkan luar negeri, karena
illegal logging sangat terkait erat dengan banyaknya permintaan kayu dari luar
negeri. Namun demikian masih terdapat cara-cara dalam rangka menanggulangi
illegal logging. Pertama secara prefentif, yaitu cara-cara yang dilakukan
dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan
dengan melakukan hal – hal sebagai berikut:
1.
Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya
antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan
sementara kewenangan Gubernur atau Bupati /
Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
2.
Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.:
292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih
yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log
dari Indonesia.
3.
Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU
dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC
pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan
illegal trade.
Meskipun langkah-langkah tersebut telah dilakukan, namun
pada kenyataannya langkah-langkah itu belum efektif dan oleh karena itu perlu
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Penegakan
hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang
terlibat harus ditindak, tanpa terkecuali.
2.
Pemberdayaan
masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), namum demikian masih sangat perlu
dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi
daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan
pembangunan berkelanjutan.
3.
Pemberantasan
terhadap pedagang-pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang
menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan
terprogram dengan melibatkan berbagai unsure dalam masyarakat.
4.
Memberikan
penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap
pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil
illegal logging.
5.
Penebangan
liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab
Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi
merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan
instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono, Valentius, MS. Drs. 2006.
Pengantar Ilmu Lingkungan. Edisi Revisi. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Issue Kehutanan Masa Kini.
[terhubung berkala] http://kyotoreview.cseas.Kyoto u.ac.jp/issue/issue1/article_178_p.html
ICEL-Indonesian for Center Environmental Law,
19- 10-2003:2) [diakses tanggal 11 Mei 2004].
Pemberantasan pembalakan liar
[terhubung berkala] http ://www.dephut.go.id. Departemen Kehutanan Koordinasi
dengan Mabes TNI Dalam Pemberantasan Penebangan Liar. Siaran Pers Nomor. 51/II.PIK-1/2003.
[Diakses tanggal 4 April 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar