Laporan ke-11 Hari/tanggal : Selasa, 29 November 2011
Mata Kuliah : Hidrologi Hutan Kelompok : 3
PENGUKURAN
SEDIMENTASI
Oleh:
Jajang Roni Aunul Kholik (E14090090)
Dosen:
Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Sc.
Asisten:
Soni S. Budiawan (E14070040)
Andrie Ridzki P (E14070097)
DEPARTEMEN
MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS
KEHUTANAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah tangkapan air (catchment
area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di
dunia. Apabila lahan tempat air tersimpan tersebut sudah terganggu atau
mengalami degradasi, maka simpanan air akan berkurang dan mempengaruhi debit
sungai di sekitar lahan tersebut berada serta pengaruh selanjutnya akan
mengganggu keseimbangan dalam keberlangsungan hidup makhluk hidup yang tinggal
di kawasan DAS tersebut. Biasanya akibat yang sering timbul dari hal tersebut
adalah terjadinya banjir di bagian hilir DAS. Sekarang ini, sebagian hulu DAS
yang ada sudah mulai mengalami degradasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya
kandungan bahan organik pada beberapa penggunaan lahan baik pada lahan
peruntukan hutan alam dan hutan tanaman, kelapa sawit, kebun campuran, maupun
semak-semak. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan suatu kajian tentang
pengukuran muatan sedimen, debit sungai, dan arahan tentang cara penanggulangan
hal tersebut.
Peningkatan muatan sedimen di permukaan sungai mempengaruhi debit suatu
sungai. Penumpukan sedimen di dasar sungai menyebabkan debit sungai akan
menurun. Penumpukan sedimen yang semakin tinggi berpotensi mengurangi kapasitas
tampung sungai terhadap air hujan yang berintensitas besar terutama saat musim
hujan. Hal ini dapat memicu terjadinya banjir pada waktu musim hujan di bagian
hilir DAS. Keadaan ini sudah terjadi di beberapa kawasan hilir DAS ketika musim
hujan meskipun dengan intensitas hujan tidak terlalu besar, namun sering menyebabkan
banjir di beberapa wilayah kota besar di dunia.
Pada
kegiatan praktikum ini, praktikan menghitung besarnya sedimentasi yang ada pada
suatu sungai dengan debit yang sudah diketahui dan menjelaskan beberapa dampak
serta cara penanggulangan masalah sedimentasi tersebut. Setelah mengikuti
praktikum ini diharapkan praktikan dapat memahami cara menentukan pengukuran
sedimentasi dan langkah untuk mengurangi dampak sedimentasi tersebut.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
cara pengukuran sedimentasi.
2.
Mengetahui
proses pembentukan sedimentasi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan dampak
yang ditimbulkan dari sedimentasi.
3.
Mengetahui
cara mengurangi masalah sedimentasi pada suatu lokasi sungai.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1
Hasil
Debit air (Q) = 5.81 m3/detik
Konsentrasi Sedimen (CS)
(CS) = 3977.17 mg/L= 3977.17 mg/dm3
= 3.97717 mg/m3
Besarnya beban endapan (QS)
(QS) = 0.0864 x CS x Q = 0.0864 x
3.97717 mg/m3 x 5.81 m3/detik
= 1.9965 mg/detik = 1.9965 mg/s
= 1.9965 mg/s x 1 ton/109 mg x 86400 s /1 hari
= 1.725 x 10-4 ton/hari
2.2 Pembahasan
2.2.1 Pengertian Sedimentasi
Pada kehidupan sehari-hari banyak sekali ditemui istilah sedimen dan
sedimentasi. Dalam kaitannya dengan sedimen dan sedimentasi ini, Menurut Rahayu
dkk (2009) terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian,
salah satunya adalah Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan,
mineral, atau material organik yang ditransformasikan dari berbagai sumber dan
diendapkan oleh media udara, angin, es, atau air dan juga termasuk di dalamnya
material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam
bentuk larutan kimia. Petti John (1975) mendefinisikan sedimentasi sebagai
proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh
pengendapan material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut
dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria,
laut dangkal sampai laut dalam. Sedangkan Gross (1990) mendefinisikan sedimen
laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur
dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel
lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Walaupun
pengertiannya agak berbeda satu dengan lainnya, dapat ditarik satu hal penting bahwa
dari pengertian yang telah dijabarkan, sama-sama memerlukan proses dan proses
itu adalah proses pengendapan untuk membentuk sedimen/ endapan itu sendiri.
Selain pengertian sedimen di atas, terdapat pengertian lain tentang
sedimen yaitu batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh proses
sedimentasi. Sedangkan sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen oleh media
air, angin, atau es pada suatu cekungan pengendapan pada kondisi P dan T
tertentu. Dalam batuan sedimen dikenal dengan istilah tekstur dan struktur. Tekstur
adalah suatu kenampakan yang berhubungan erat dengan ukuran, bentuk butir, dan
susunan komponen mineral-mineral penyusunnya. Studi tekstur paling bagus
dilakukan pada contoh batuan yang kecil atau asahan tipis. Sedangkan struktur
merupakan suatu kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan
energi pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu yang relative
singkat atau sesaat setelah pengendapan. Struktur berhubungan dengan kenampakan
batuan yang lebih besar, paling bagus diamati di lapangan misal pada perlapisan
batuan (Sugeng Widada, 2002)
2.2.2 Jenis-jenis Sedimentasi
Adapun jenis-jenis sedimentasi menurut Suryati (2010) adalah:
1.
Jenis Sedimen Laut
a.
Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di
lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang berukuran sangat kecil. Ada
dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan
arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi
glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair.
b.
Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop
terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan
kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton
laut.
2.
Jenis-jenis Sedimentasi
a.
Lithougenus Sedimen
Sedimen yang berasal dari erosi
pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke
dasar laut melalui proses mekanik, yaitu ter-transport oleh arus sungai
dan/atau arus laut yang akan terendapkan jika energi ter-transport-kan telah
melemah.
b.
Biogeneuos Sedimen
Sedimen yang bersumber dari
sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta
bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.
c. Hidreogenous Sedimen
Sedimen yang terbentuk karena adanya
reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam
air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dari sedimen
jenis ini adalah magnetit, phosphorit, dan glaukonit.
d.
Cosmogerous Sedimen
Sedimen yang berasal dari
berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara atau angin. Sedimen
jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung berapi, atau
berbagai partikel darat yang terbawa angin.
Sedangkan
tempat terjadinya sedimentasi (Suryati, 2010) adalah:
1.
Sedimentasi sungai
Pengendapan yang terjadi di sungai
disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan ini biasanya berupa batu giling,
batu geser, pasir, kerikil, dan lumpur yang menutupi dasar sungai. Bahkan
endapan sungai ini sangat baik dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau
pengaspalan jalan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang bermata pencaharian
mencari pasir, kerikil, atau batu hasil endapan itu untuk dijual.
2.
Sedimentasi Danau
Di danau juga bisa terjadi
endapan batuan. Hasil endapan ini biasanya dalam bentuk delta, lapisan batu
kerikil, pasir, dan lumpur. Proses pengendapan di danau ini disebut sedimen
limnis.
3.
Sedimentasi Darat
Guguk pasir di pantai berasal
dari pasir yang terangkat ke udara pada waktu ombak memecah di pantai landai,
lalu ditiup angin laut ke arah darat, sehingga membentuk timbunan pasir yang
tinggi. Contohnya, guguk pasir sepanjang pantai barat Belanda yang menjadi
tanggul laut negara. Di Indonesia guguk pasir yang menyerupai di Belanda bisa
ditemukan di pantai Parang Tritis Yogyakarta.
4.
Sedimentasi Laut
Sungai yang mengalir dengan
membawa berbagai jenis batuan akhirnya bermuara di laut, sehingga di laut
terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar.
Sedimen
merupakan material hasil erosi yang dibawa oleh aliran air sungai dari daerah
hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu meninggalkan
dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen di hilir sering
kali menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di daerah
hilir. Oleh karena itu, besarnya aliran sedimen atau hasil sedimen digunakan
sebagai indikator kondisi DAS. Sedimen di sungai dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu sedimen melayang ('suspended
load') dan sedimen merayap ('bed load').
Pengukuran sedimen melayang dapat dilakukan dengan mengambil contoh air sungai
melalui metode pengambilan langsung di permukaan ('grab samples'; untuk sungai yang homogen) atau metode integrasi
kedalaman ('depth integrated'; untuk
sungai dalam dan tidak homogen). Sedangkan sedimen merayap diambil dengan
metode perangkap. Sedimen melayang akan dialirkan lebih jauh dibandingkan
dengan sedimen merayap. Disamping itu sedimen melayang biasanya juga mengadung
partikel-partikel lain seperti zat hara atau bahan lain yang dapat mencemari
air. Oleh karena itu penetapan hasil sedimen melayang lebih sering dilakukan
dibandingkan sedimen merayap (Rahayu dkk, 2009).
Untuk
mengetahui berapa jumlah sedimen melayang di sungai dapat dilakukan dengan cara
mengambil contoh air sungai dengan volume tertentu kemudian diendapkan dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 x 24 jam sampai keadaan kering
oven dan kandungan air di dalamnya tetap dengan
menimbang berat kering sedimennya. Dari berat kering tersebut bisa diukur konsentrasi sedimen dalam contoh air. Selanjutnya, dengan data debit dapat diketahui hasil sedimen. Keberadaan sedimen di dalam air dapat diketahui dari kekeruhannya. Semakin keruh air berarti semakin tinggi konsentrasi sedimennya. Oleh karena itu, konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil pengukuran tingkat kekeruhan air (Rahayu dkk, 2009).
menimbang berat kering sedimennya. Dari berat kering tersebut bisa diukur konsentrasi sedimen dalam contoh air. Selanjutnya, dengan data debit dapat diketahui hasil sedimen. Keberadaan sedimen di dalam air dapat diketahui dari kekeruhannya. Semakin keruh air berarti semakin tinggi konsentrasi sedimennya. Oleh karena itu, konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil pengukuran tingkat kekeruhan air (Rahayu dkk, 2009).
2.2.3 Pembentukan Sedimentasi dan Faktor yang mempengaruhinya
Dalam
suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen.
Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi
sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat
tersebut melayang-layang di dalam laut. Setelah mencapai dasar laut pun,
sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut mencari
makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah
sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara
butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi
tetap berlangsung penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di antara
butiran mineral (Umi M dan Agus S, 2002).
Menurut Umi M dan Agus S (2002) bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan (sedimentasi)
ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan
sungai, karena biasanya pada kelokan sungai terjadi pengurangan energi yang
cukup besar. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya
energi pengangkut, sehingga semakin ke hilir, energi semakin kecil, material
yang diendapkan pun semakin halus. Adapun
faktor-faktor
yang mempengaruhi proses sedimentasi adalah:
a.
Kecepatan Aliran Sungai
Kecepatan aliran maksimal pada
tengah alur sungai, bila sungai membelok maka kecepatan maksimal ada pada
daerah cut of slope (terjadi erosi). Pengendapan terjadi bila kecepatan
sungai menurun atau bahkan hilang.
b.
Gradien / kemiringan lereng sungai
Bila air mengalir dari sungai
yang kemiringan lerengnya curam kedataran yang lebih rendah maka keceapatan air
berkurang dan tiba-tiba hilang sehingga menyebabkan pengendapan pada dasar
sungai.
c.
Bentuk alur sungai
Aliran air akan mengerus bagian
tepi dan dasar sungai. Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan
mengalir lebih lambat. Sungai yang dalam, sempit, dan permukaan dasar tidak
kasar, aliran airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal, dan permukaan dasarnya
tidak kasar, atau sempit dalam tetapi permukaan dasarnya kasar, aliran airnya
lambat.
Faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya sedimentasi di muara sungai antara lain: aktivitas
gelombang dan pola arus. Aliran sepanjang aliran sungai sebagai dampaknya
jumlah sungai ini membawa material sedimen dan limbah yang berasal dari hulu
dan sepanjang daerah aliran sungai yang akan diendapkan di muara sungai. Menurut
Djojodihardjo (1982) proses pengendapan di muara
sungai dipengaruhi oleh pasang arus dan gelombang. Energi gelombang selain berfungsi
sebagai komponen pembangkit arus sejajar pantai (longshore current), juga
menimbulkan abrasi. Proses sedimentasi dan erosi merupakan dua proses yang
terjadi silih berganti dalam jarak yang relatif dekat untuk mencapai
keseimbangan dan merupakan bagian dari dinamika alur sungai. Selain itu, Topografi
daerah aliran sungai, iklim, jenis dan tekstur tanah, morfometrik sungai,
sistem hidrologi serta energi pasang surut di muara sungai juga sangat mempengaruhi
sedimentasi.
2.2.4 Pembahasan hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana yang terlampir pada bagian
hasil, pada sungai tempat lokasi praktikum dalam hal ini sungai Ciapus
menghasilkan debit air (Q) sebesar 5.81 m3/detik berdasarkan rata-rata kecepatan pada total luas penampang
sungai yang ada yaitu sebesar 11.045 m2. Debit air (Q) tersebut
dapat digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya beban
endapan (QS) selain faktor dari konsentrasi sedimen (CS). Besarnya konsentrasi
sedimen (CS) yang digunakan pada praktikum ini tidak secara langsung mengambil
data dari sungai Ciapus, tetapi data yang digunakan adalah berdasarkan data
literatur yang diberikan asisten praktikum yaitu sebesar 3977.17 mg/L atau setelah
dikonversi menjadi 3.97717 mg/m3. Berdasarkan dua data yang telah di dapat yaitu besarnya debit air (Q) dan
konsentrasi sedimen (CS), maka dapat dilakukan pengukuran besarnya beban endapan (QS) dengan
menggunakan rumus yang ada. Hasil yang didapat berdasarkan perhitungan yang
telah dilakukan, menghasilkan besarnya beban endapan (QS) yang ada adalah
sebesar 1.9965 mg/detik atau setelah dikonversi menghasilkan data sebesar 1.725 x 10-4 ton/hari. Dengan melihat hasil yang didapat, hanya sebesar 172.5 gram per hari
beban sedimen yang ditampung dari sungai tersebut. Dengan demikian berdasarkan hasil
analisis data tersebut, besarnya beban sedimen yang ditampung oleh sungai masih
relatif kecil atau relatif sedikit apabila dilihat dari total luas penampang
sungai yang ada yaitu sebesar 11.045 m2.
2.2.5 Dampak Sedimentasi
Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan
DTA untuk pertanian, pertambangan dan pengembangan permukiman merupakan sumber
sedimen dan pencemaran perairan danau. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam
perairan danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya
laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menjadi
turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makan (Reinnamah,
2009).
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi
akan terbawa oleh aliran dan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya
melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan.
Asdak (2002) dalam Reinnamah (2009) menyatakan bahwa sedimen hasil erosi
terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi
kaidah-kaidah konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan
sedimen pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah
pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil sedimen (sediment
yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah
tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hal ini
biasanya diperoleh dari pengukuran padatan tersuspensi di dalam perairan danau.
Berdasarkan pada jenis dan ukuran
partikel-partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen dapat dibagi atas
beberapa klasifikasi yaitu gravels
(kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur), clay
(liat) dan dissolved material (bahan
terlarut). Ukuran partikel memiliki hubungan dengan
kandungan bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran partikel halus memiliki
kandungan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen dengan
ukuran partikel yang
lebih kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga memungkinkan pengendapan sedimen
lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar
perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik
biasanya rendah karena partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar bahan organik pada sedimen dengan ukuran butir lebih
halus disebabkan oleh adanya gaya kohesi (tarik menarik)
antara partikel sedimen dengan partikel mineral,
pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi
lendir organisme (Wood, 1997 dalam Reinnamah, 2009).
Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari
yang kasar
sampai halus. Menurut Buchanan (1984) dalam Reinnamah (2009) berdasarkan skala
Sedimen terdiri dari
beberapa komponen bahkan tidak sedikit sediment yang merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Adapun komponen itu
bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar
(Forstner dan Wittman, 1983). Pada saat buangan limbah
industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi
proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan
konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat.
Beberapa material yang terkonsentrasi di udara dan permukaan
air mengalami
oksidasi, radiasi ultraviolet, evaporasi dan polymerisasi. Jika tidak mengalami proses pelarutan, material ini akan saling berikatan dan
bertambah berat sehingga tenggelam dan menyatu dalam
sedimen. Logam berat yang diadsorpsi oleh partikel
tersuspensi akan menuju dasar perairan, menyebabkan kandungan
logam di air menjadi lebih rendah. Hal ini tidak menguntungkan bagi organisme yang hidup di dasar sepertioys ter dan kepiting sebagai filter feeder, partikel sedimen ini akan masuk ke dalam
sistem pencernaannya (Williams, 1979 dalam Reinnamah, 2009). Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai
maupun lautan akan
dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan.
Selain dari dampak yang telas dijelaskan di atas, sedimentasi yang terjadi
di suatu perairan dapat berpengaruh antara lain pada pendangkalan dan perubahan
bentang alam dasar laut, kesuburan perairan, dan keanekaragaman hayati di salah
satu teluk di Indonesia. Sebagai contohnya laporan pengukuran Batimetri di
Teluk Buyat tahun 1997 tercatat kedalaman sungai ± 80 meter dan pada pengukuran
Batimetri tahun 1999 telah terjadi perubahan kedalaman menjadi ±70 meter. Hal
ini menunjukan telah terjadi pendangkalan setebal 10 meter. Hasil pengukuran
ini telah mengakibatkan perubahan kontur laut (batimetri) dari tahun 1997 ke
tahun 1999. Kondisi ini dipertegas lagi dengan hasil pengukuran pada tahun
2000. Dengan demikian telah terjadi sedimentasi pada area yang cukup luas di
perairan atau sungai (Suryatmadjo, 2007)
Soekarno dan Rohmat (2006) menyatakan
bahwa dampak dari adanya sedimentasi di Teluk Buyat di mana terjadinya
penyebaran lumpur pekat dengan ketebalan antara 5 dan 10 meter menyebabkan
kerusakan karang. Luasnya bidang yang tertutup sedimen akibat tailing telah
menutupi area produktif perairan Teluk Buyat, dimana area ini adalah area
pemijahan bagi biota laut, area estuaria yang memiliki keanekaragaman hayati
(biodiversity) yang kaya. Dampak penimbunan
oleh sedimen (sedimentasi) yang terjadi di perairan baik secara langsung maupun
tidak berhubungan dengan keberadaaan keanekaragaman hayati. Penimbunan dasar
perairan oleh sedimen tailing dapat merusak dan memusnahkan komunitas bentik
sehingga dapat menurunkan tingkat keanekaragaman hayati.
2.2.6 Cara Mengurangi Masalah Sedimentasi pada Sungai
Pada umumnya, persoalan sumberdaya air
berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air. Sehingga, pengelolaan
vegetasi di daerah hulu adalah hal yang paling efektif untuk menurunkan aliran
sedimen yang masuk ke dalam perairan. Dengan demikian, harus ada kegiatan yang
mendukung kelangsungan pemanfaatan perairan yang berkelanjutan. Pengelolaan
vegetasi, telah lama dipercaya dapat mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran
air. Beberapa pengelola DAS bahkan beranggapan bahwa hutan dapat dipandang
sebagai pengatur aliran air (streamflow regulator), artinya bahwa hutan
dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada musim kemarau.
Konsekuensi logis dari anggapan seperti itu adalah bahwa keberadaan hutan dapat
menghidupkan mata-mata air yang telah lama tidak mengalirkan air, keberadaan
hutan juga dapat mencegah terjadinya banjir dan kemudian menjadi kelihatan
logis bahwa hilangnya areal hutan akan mengakibatkan terjadinya kekeringan dan
bahkan akan dapat mengubah daerah yang sebelumnya tampak hijau dan subur
menjadi daerah seperti padang pasir (desertification) (Suryati, 2010).
Asdak (1995) dalam Suryati (2010) menyebutkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan pada
sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan usaha untuk mengkonservasi tanah
juga merupakan konservasi air dengan tujuannya adalah meminimumkan erosi pada
suatu lahan yang dapat menyebapkan sedimentasi. Anggapan-anggapan seperti ini
oleh banyak pakar hidrologi hutan dianggap lebih didasarkan pada mitos dari
pada kenyataan, bahkan di negara yang sudah maju sekalipun. Namun demikian,
harus diakui bahwa adanya anggapan tersebut telah mngilhami meluasnya gerakan
konservasi air dan tanah di beberapa negara maju seperti Amerika dan Eropa.
Suryati (2010) menambahkan bahwa beberapa
program seperti rehabilitasi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi degradasi
lingkungan daerah aliran sungai (DAS) seperti pendangkalan karena peningkatan
sedimentasi pada sungai-sungai yang bermuara ke danau atau laut (perairan
menggenang) masih kurang berjalan sesuai dengan yang di harapkan karena masih
kurangnya pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum yang dinilai masih
rendah. Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya yang dapat mengurangi
sedimentasi sungai yaitu dengan adanya program rehabilitasi dan pembersihan
kawasan sungai dari sampah haruslah dikembangkan dan dijalankan sesuai aturan
yang berlaku.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan dan dengan
menjawab tujuan yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Hasil perhitungan besarnya beban
endapan (QS) adalah sebesar 1.9965 mg/detik atau sebesar 1.725 x 10-4 ton/hari. Data tersebut di dapat dari besarnya debit air (Q) sebesar 5.81 m3/detik dan konsentrasi sedimen (CS) sebesar 3.97717 mg/m3 yang dimasukan ke
dalam perhitungan menggunakan rumus yang ada.
2.
Proses
sedimentasi di muara sungai disebabkan oleh pertemuan air laut dan air sungai,
sehingga kecepatan air di muara mendekati nol. Proses sedimentasi terjadi diakibatkan karena adanya pengrusakan ekosistem
di bagian hulu dari DAS yang berdampak terhadap pengikisan lapisan permukaan
tanah (erosi), dan adanya pengikisan tepian sungai karena kecepatan arus dan
gelombang sungai yang ada.
3.
Proses terjadinya
sedimentasi dimuara sungai sangat dipengaruhi oleh adanya perbedaan kecepatan
vertikal dan kecepatan horizontal, sehingga partikel tersuspensi lebih cepat
mengendap secara gravitasi. Proses sedimentasi di muara sungai sangat
tergantung dari bahan tersuspensi yang dibawa air sungai, materi tersuspensi
air laut, aktivitas gelombang, pola arus, adanya gaya berat (gravitasi) dan
juga percepatan arus pertemuan air tawar dan air laut.
4.
Cara mengurangi sedimentasi sungai adalah dengan cara
melakukan rehabilitasi lahan yang ada di
sekitar hulu sungai dan pembersihan sampah yang ada di sepanjang sungai
tersebut agar sedimentasi pada sungai tersebut berkurang secara cepat atau perlahan-lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Djojodihardjo, Harijono. 1982. Diktat Bahan Kuliah Mekanika Fluida.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Rahayu dkk. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor: World Agroforestry
Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 P, Bogor.
Reinnamah, Yohanes. 2009. Pengaruh
sedimentasi terhadap tingkat kelulushidupan vegetasi yang terdapat di sekitar
daerah aliran sungai(DAS) Oesapa Kecil. Kupang: Fakultas Perikanan UKAW.
Soekarno dan Rohmat. 2006. Kajian
Koefisien Limpasan Hujan Cekungan Kecil Berdasarkan Model Infiltrasi Empirik
DAS. [terhubung berkala] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1302/1/sg.pdf.
[Diakses pada tanggal 30 November 2011]
Suryati, Vivin. 2010. Laporan Hidrologi Teknik. Makassar: Faperta UNHAS.
Suryatmadjo, Hatma. 2007. Metode
Pengukuran Debit Aliran. [terhubung berkala] http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=110.
[Diakses pada tanggal 30 November 2011]
Umi M dan Agus S. 2002. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut.
Jakarta: Badan Riset Kelautan Dan Perikanan.
makasih gan sudah berbagi ilmu sangat bermanfaat
BalasHapussekali ijin sahare gan