Kamis, 29 Maret 2012

PENGUKURAN RATING CURVE, SEDIMEN DISCHARGE RATING CURVE, DAN HIDROGRAF


Laporan ke-12                                        Hari/tanggal : Selasa, 6 Desember 2011
Mata Kuliah : Hidrologi Hutan              Kelompok    : 3


PENGUKURAN RATING CURVE, SEDIMEN DISCHARGE RATING CURVE, DAN HIDROGRAF
Oleh:
Jajang Roni Aunul Kholik      (E14090090)

Dosen:
Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Sc.
Asisten:
Rahma Amalia I          (E14070023)
Soni S. Budiawan       (E14070040)
Andrie Ridzki P          (E14070097)



DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Sebuah masalah yang saat ini signifikan mengenai ilmu hidrologi, salah satunya adalah bahwa aliran air di sungai dari hulu menuju hilir dapat bervariasi tidak hanya aliran besar, tetapi juga termasuk aliran kecil pada kehidupan sehari-hari. Sebuah cara tradisional untuk melakukan ini adalah dengan menggunakan variasi perbandingan antara debit, tinggi muka air sungai, dan sedimen. Tetapi untuk melakukan hal tersebut banyak sekali permasalahan yang dapat terjadi akibat ketidaktahuan mengenai materi yang dipelajarinya. Untuk itu, dalam pengukuran dan perhitungan tersebut harus mempertimbangkan hidrolika sederhana geometri alam yang khas dan sungai lintas-bagian yang menunjukkan bahwa di banyak situasi panggung di stasiun pengukuran akan bervariasi kira-kira seperti akar kuadrat dari debit, tetapi dengan hubungan yang berbeda pada rentang aliran yang berbeda. Hal ini menunjukkan dalam merencanakan tahapan-tahapan terhadap akar kuadrat dari debit aliran yang mewakili dan mendekati kurva rating harus dilakukan beberapa pertimbangan yang ada. Kurva rating merupakan hubungan yang unik antara tahap (elevasi permukaan) dari air di stasiun pengukuran dan aliran masa lalu di stasiun tersebut.
Pada kegiatan praktikum ini, praktikan menghitung besarnya rating curve, perbandingan discharge rating curve, dan hidrograf yang ada pada suatu sungai dengan debit yang sudah diketahui dan menjelaskan beberapa manfaat dari pengukuran tersebut. Setelah mengikuti praktikum ini diharapkan praktikan dapat memahami cara menentukan pengukuran rating curve, perbandingan sedimen discharge rating curve, dan hidrograf serta manfaat hal tersebut bagi kehidupan.

1.2              Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui cara pengukuran rating curve, perbandingan sedimen discharge rating curve, dan hidrograf.
2.      Mengetahui manfaat dari pengukuran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1              Hasil
Gambar 1. Grafik hasil pengukuran rating curve
Gambar 2. Grafik hasil pengukuran laju sedimentasi



Gambar 3. Grafik hasil pengukuran hidrograf satuan

2.2             Pembahasan
2.2.1 Rating Curve dan manfaatnya
Pada kehidupan sehari-hari banyak sekali ditemui istilah Rating Curve. Dalam kaitannya dengan Rating Curve ini, Menurut Walling, D. E. (1977) dalam ilmu hidrologi, Rating Curve adalah grafik debit dibandingkan panggung untuk titik tertentu pada sungai, biasanya terdapat di stasiun pengukuran, dimana debit aliran diukur di saluran sungai dengan flow meter. Banyak pengukuran debit sungai yang dibuat atas berbagai tahap sungai. Kurva Rating biasanya di plot sebagai tahap pada x-axis vs debit pada y-axis.
Selain itu, menurut Warrick, J. A., and J. D. Milliman (2003), Rating Curve adalah Sebuah plot yang menunjukkan hubungan antara panggung dan debit (debit sungai) dari aliran tertentu pada lokasi tertentu. Ini adalah salah satu langkah untuk merencanakan tahap aliran pada sumbu y dari plot dan debit pada sumbu-x. Hubungan yang dihasilkan biasanya berupa kurva. Penilaian kurva dapat digunakan untuk memperkirakan debit (yang memakan waktu dan mahal untuk mengukur) menggunakan pengukuran tahap tunggal (yang dapat dikumpulkan dengan peralatan otomatis).
Pengembangan kurva rating menurut Warrick, J. A., and J. D. Milliman (2003) melibatkan dua langkah. Pada langkah pertama hubungan antara panggung dan debit yang didirikan dengan mengukur tahap dan debit yang sesuai di sungai. Bagian kedua, tahap sungai diukur dan debit dihitung dengan menggunakan hubungan yang dibangun di bagian pertama. Tahap diukur dengan membaca alat ukur dipasang di sungai. Jika hubungan tahap-debit tidak berubah dengan waktu, hal itu disebut kontrol permanen. Jika hubungan tidak berubah, hal itu disebut pergeseran kontrol. Pergeseran kontrol biasanya karena erosi atau pengendapan sedimen di lokasi pengukuran panggung. Jika G merupakan panggung untuk debit Q, maka hubungan antara G dan Q dinyatakan oleh persamaan bernilai tunggal: Q = Cr (G-a) β, di mana Cr dan β adalah konstanta Peringkat kurva, dan a adalah konstanta yang mewakili pembacaan alat ukur sesuai dengan nol pembuangan dan merupakan parameter hipotetis dan tidak dapat diukur di lapangan.
Sebuah estimasi terbaik dari hubungan antara panggung dan debit pada suatu tempat tertentu di sungai. Hubungan harus di bentuk Q = C (h-h0) b atau versi tersegmentasi itu. Q = debit, h = panggung. Ini harus mungkin untuk berurusan dengan ketidakpastian dalam perkiraan tersebut. Ada juga harus ukuran statistik lainnya dari kualitas seperti kurva. Langkah-langkah ini harus mudah untuk menafsirkan oleh non-statistik.
Banyak jenis flow meter yang tersedia untuk sungai, selokan, saluran pertambangan dan saluran terbuka lainnya. Namun, sementara flow meter dapat menghasilkan informasi yang berharga banyak, menurut Menurut Walling, D. E. (1977), perhatian besar harus diambil dalam menempatkan perangkat. Air pertama harus diperiksa dalam hal ini PVT, atau tekanan, volume dan suhu. Ini harus memiliki pola aliran yang cukup konstan dan yang dapat diantisipasi. Air harus tidak mengandung bahan asing yang tidak dapat diterima dan tidak akan berputar-putar pada titik di mana meter ditempatkan. Hanya kemudian akan dikumpulkan data yang cukup baik untuk menghasilkan kurva penilaian yang berguna. Pada kehidupan sehari-hari, manfaat dari rating curve ini adalah untuk mengetahui besarnya debit aliran sungai pada tiap-tiap perbedaan ketinggian muka air sungai yang diukur. Dengan membuat rating curve, debit di suatu sungai daat dketahui dengan menggunakan tinggi muka air sungai.
2.2.2    Sedimen discharge rating curve dan manfaatnya
Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve) menurut A. Mariño and Slobodan P. Simonovic (2001) adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang sungai tertentu. Debit sungai adalah volume air yang melalui penampang basah sungai dalam satuan waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan m3/detik atau l/detik. Lengkung aliran dibuat berdasarkan data pengukuran aliran yang dilaksanakan pada muka air dan waktu yang berbeda-beda. Kemudian data pengukuranan aliran tersebut digambarkan pada kertas arithmatik atau kertas logaritmik, tergantung pada kondisi lokasi yang bersangkutan. Tinggi muka air digambarkan pada sumbu vertikal sedang debit sumbu horizontal.
Manfaat lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve) adalah dipakai sebagai dasar penentuan besarnya debit sungai di lokasi dan tinggi muka air pada periode waktu tertentu, juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya perubahan sifat fisik dan sifat hidraulis dari lokasi penampang sungai yang bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil yang benar dan sesuai dengan kondisi lapangan diperlukan data antara lain sebagai berikut:
1.      Data debit hasil pengukuran aliran, data ini harus cukup, minimal 30 data tersedia dari saat muka air rendah sampai muka air banjir, dan dapat dipercaya kebenarannya.
2.      Data muka air pada saat pengukuran aliran diadakan, data muka air rendah untuk menentukan besarnya debit terkecil, data muka air tertinggi, baik aliran tersebut tertampung pada penampang sungai ataupun aliran melimpas, berguna untuk menentukan debit terbesar.
3.      Data titik aliran nol (zero flow), berguna untuk menentukan arah lengkung aliran pada muka air rendah pada periode waktu tertentu.
4.      Data penampang sungai, berguna untuk menentukan arah dan bentuk dari lengkung aliran, serta berguna untuk memperkirakan debit banjir bila belum dilakukan pengukuran aliran pada saat banjir.
5.      Informasi tentang stabilitas dan materi dasar penampang sungai, serta sifat dari bentuk morfologis sungai.
6.      Sifat aliran, seperti informasi tentang kemiringan muka air, kecepatan aliran, penyebaran arah aliran, sifat kenaikan dan penurunan muka air pada saat banjir dan sebagainya.
Metode Pembuatan Lengkung Aliran (Discharge Rating Curve)
Di bawah ini akan dicoba mengemukakan dua metode pembuatan lengkung aliran menurut A. Mariño and Slobodan P. Simonovic (2001) yaitu metode: Metode Analitik dan Logaritmik. Dalam metode logaritmik, persamaan rating curvenya dalam bentuk: Q = a ( H - H0 ) b dimana : Q = debit, H = tinggi muka air, H0 = tinggi muka air pada aliran nol (saat Q = 0),  a dan b konstanta.
Cara yang baik untuk menentukan nilai H0 adalah dengan cara mengukur langsung pada lokasi penampang sungai yang bersangkutan. Nilai H0 dapat juga diperkirakan dengan menggunakan persamaan :
nilai-h0.jpg
Nilai H1 dan H3 ditentukan berdasarkan nilai Q1 dan Q3 yang dipilih dari grafik, sedang nilai H2 adalah tinggi muka air pada nilai debit sama dengan Q2 dengan syarat :
nilaq2.jpg
Untuk mencari a dan b dapat dibantu oleh tabel dan dua buah persamaan berikut:
rumus1.jpg
Berbeda halnya dengan metode Analitik. Dengan metode ini dalam penentuan lengkung aliran ditentukan dengan cara kwadrat terkecil (least square), pada cara ini diusahakan agar jumlah kwadrat penyimpangan harga debit hasil pengukuran aliran terhadap debit lengkung aliran, menjadi minimum (terkecil). Biasanya dapat dirumuskan sebagai berikut:
rumusq.jpg
Dimana : nilai (A); (B) dan (C) adalah suatu bilangan, yang dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
rumus-2.jpg
Dalam ilmu hidrologi hutan, menurut A. Mariño and Slobodan P. Simonovic (2001), debit adalah laju volume aliran air, termasuk padatan tersuspensi (yaitu sedimen), spesies kimia terlarut (yaitu CaCO3 (aq)) dan / atau bahan biologis (yaitu diatom), yang diangkut melalui diberikan cross-sectional. Istilah lain identik dengan debit yang digunakan untuk menggambarkan laju aliran volumetrik air dan biasanya disiplin tergantung. Sebagai contoh, sebuah hidrologi fluvial mempelajari sistem sungai alami dapat menentukan debit sebagai debit sungai, sedangkan seorang insinyur operasi sistem reservoir mungkin mendefinisikan debit sebagai arus keluar, yang kontras dengan inflow.
Sebuah metodologi umum diterapkan untuk mengukur, dan memperkirakan, debit sungai didasarkan pada bentuk sederhana dari persamaan kontinuitas. Persamaan ini menyiratkan bahwa untuk setiap fluida inkompresibel, seperti air cair, debit (Q) adalah sama dengan produk dari luas penampang aliran itu (A) dan kecepatan rata-ratanya (\ bar {u}), dan ditulis sebagai: Q = A \, \ bar {u} dimana Q adalah debit ([L3T-1]; m3 / s atau ft3 / s), A adalah luas penampang bagian dari saluran diduduki oleh aliran ([L2]; m2 atau ft2), \ bar {u} adalah kecepatan aliran rata-rata ([LT-1]; m / s atau ft / s).



2.2.3 Hidrograf dan manfaatnya
Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara debit dengan waktu. Hasil yang diperoleh dari grafik tersebut nantinya adalah sebuah lengkung hidrograf. Komponen-komponen yang merupakan sumber-sumber penyebab pengaliran di dalam sungai terdiri dari : (1) aliran permukaan (surface runoff); (2) aliran bawah tanah (sub surface flow); (3) aliran air tanah (groundwater flow), (4) air yang berasal langsung dari hujan (channel precipitation) (Arthur J. Horowitz, 2005)

Gambar 4. Grafik hidrograf satuan

Perjalanan air di dalam DAS menurut Arthur J. Horowitz (2005) dapat diasumsikan sebagai limpasan total (total runoff), yang terdiri dari limpasan langsung (direct runoff) dan aliran dasar (base flow). Limpasan langsung sendiri terdiri dari aliran permukaan (surface runoff) dan aliran bawah permukaan yang mengalir langsung (prompt sub surface flow) serta hujan yang jatuh langsung di permukaan sungai (channel precipitation). Sedangkan aliran dasar terdiri dari aliran bumi (ground water flow) yang masuk melalui perkolasi dan aliran bawah tanah permukaan terkemudian (delayed sub surface flow) yang tidak masuk ke saluran, tetapi bergabung dengan air perkolasi dan memperbesar aliran dasar. Aliran dasar dan limpasan langsung akhirnya bersatu menjadi satu menuju ke sungai.
Arthur J. Horowitz (2005) menambahkan bahwa untuk menentukan besarnya banjir di dalam sungai, perlu diketahui besarnya aliran langsung (direct runoff) yang disebabkan oleh hujan. Hidrograf tersebut dipisah menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Aliran langsung (direct runoff) atau aliran hujan yaitu aliran permukaan sungai (channel precipitation), dan aliran bawah tanah (interflow).
2.      Aliran air tanah atau aliran dasar (base flow)
Ada beberapa cara yang dapat digunakan antara lain straight line method fixed base length method, dan variable slope method. Pada penelitian ini menggunakan cara “straight line method”, karena alasan kesederhanaan dan ketelitian yang diperoleh tidak terlalu berpengaruh pada keseluruhan analisis. Cara straight line method ini paling sederhana, yaitu dengan menarik garis lurus yang menghubungkan titik awal hidrograf (A) dengan titik (D). Titik (D) diperoleh dari penggal garis lurus terbawah dari penggambaran sisi-resesi di kertas semi logaritmik dengan sumbu debit (Q) dalam skala logaritmik (Arthur J. Horowitz, 2005).
Hidrograf adalah grafik yang memperlihatkan hubungan antara tinggi muka air, debit, kecepatan atau ciri-ciri lain dan air terhadap waktu. Misalnya grafik yang memperlihatkan hubungan antara debit suatu sungai terhadap waktu disebut Hidrograf debit; grafik hubungan antara konsentrasi sedimen terhadap waktu disebut hidrograf sedimen, dan seterusnya; berdasarkan hal itu dapat dibuat hidrograf tinggi muka air, hidrograf banjir, dan lain-lain. Pembuatan hidrograf sangat penting dalam analisa Hidrologi bagi usaha pengembangan daerah pengaliran.
Hidrograf satuan pengamatan merupakan hidrograf yang menggambarkan rangkaian kejadian curah hujan yang hanya menghasilkan satu curah hujan efektif dalam satuan waktu, yang dapat diturunkan dari data hujan terpisah dengan intensitas merata atau hujan periode tunggal. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi, yang banyak terjadi adalah hujan dengan periode kompleks, yaitu curah hujan yang dihasilkan lebih dari satu periode Hidrograf pengamatan yang dimaksud adalah hidrograf banjir yang merupakan hidrograf debit (discharge hidrograf), yaitu grafik hubungan antara debit terhadap waktu, yang didapat dari konversi hidrograf muka air (Arthur J. Horowitz, 2005).
Parameter DAS yang dipakai dalam Hidrograf Satuan Sintetik antara lain: Luas DAS (A) ; Panjang sungai utama (L) ; Panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat DAS (Lc); Kemiringan sungai (S); Koefisien kekasaran (n). Parameter-parameter yang berpengaruh pada proses perambatan hidrograf satuan sintetik Limantara ini antara lain luas DAS, panjang alur sungai utama terpanjang, panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan titik berat DAS, kemiringan sungai utama, koefisien kekasaran DAS dan perkiraan waktu konsentrasi hujan (Tg), dimana masing-masing parameter tersebut berpengaruh terhadap waktu untuk mencapai puncak dan debit puncak.
Berdasarkan parameter morfometri DAS yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan karakteristik hidrologi, Sri Harto (1993) memodifikasi metode hidrograf satuan sintetik Snyder (1938) yang memanfaatkan parameter morfometri DAS dengan asumsi bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Modifikasi yang dilakukan oleh Sri Harto (1993) ini bertujuan untuk menemukan hidrograf satuan sintetik yang cocok untuk sungai-sungai di pulau jawa. Hasil modifikasinya adalah mendefinisikan parameter-parameter DAS yang dapat diukur langsung dari peta topografi yang secara hidrologik dapat mudah dijelaskan pengaruhnya terhadap hidrograf. Adapun parameter DAS yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1.       Faktor-sumber (SF), yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai orde 1 dengan jumlahpanjang sungai-sungai semua orde.
2.       Frekuensi-sumber (SN), yaitu perbandingan antara jumlah pangsa sungai-sungai orde 1 dengan jumlah pangsa sungai-sungai semua orde.
3.       Faktor-lebar (WF), yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar DASyang diukur di titik di sungai yang berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
4.       Luas DAS di bagian hulu (RUA), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus hubung antar stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.
5.       Faktor-simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor-lebar (WF) dengan luas DAS di bagian hulu (RUA).
6.       Jumlah pertemuan sungai (JN), adalah jumlah semua pertemuan sungai di dalam DAS. Jumlah ini diperoleh dari jumlah sungai orde 1 dikurangi satu.
7.       Kerapatan-drainase (D) yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS.
8.       Kemiringan DAS rata-rata (S) yaitu perbandingan selisih antara ketinggian titik tertinggi dan titik keluaran (outlet) pada sungai utama, dengan panjang sungai utama yang terletak pada kedua titik tersebut.
9.       Panjang sungai utama (L) yaitu panjang sungai utama yang diukur mulai dari outlet sampai ke hulu.
10.   Luas total DAS (A)
Hidrograf satuan sintetik (HSS) Gama I (Sri Harto, 1993)  diperkirakan dengan menggunakan 4 variabel pokok yaitu :
Waktu naik (TR) = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
Debit-puncak (Qp) = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381
Waktu-Dasar (TB) = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986
Koefiosien tampungan (K) = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
Dari keempat variabel pokok tersebut maka sisi resesi dinyatakan ke dalam persamaan eksponensial sebagai berikut : Qt = Qp e-t/k dimana Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp (m3/dtk), Qp =  debit puncak (dengan waktu pada saat debit puncak dianggap t=0) (m3/dtk), K   = koefisien tampungan. Indeks infiltrasi ini berguna untuk penentuan besarnya hujan efektif, sehingga besarnya hujan efektif dapat disajikan dengan rumus:
Hujan Efektif (P efektif) = P (hujan) – Phi Indeks.

2.2.4 Pembahasan hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik rating curve sebagaimana yang terlampir pada bagian hasil pada suatu sungai yang diamati, nilai yang pertama kali dihitung adalah menentukan Vpelampung, Vair, Vmanning, Qmanning dan Q berdasarkan hasil persamaan pada grafik 1. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara TMA dan Qmaning, apabila dilihat dari gambar grafik 1 yang disajikan menunjukan bahwa nilai – nilai yang didapat pada pengamatan perbandingan antara TMA dan Qmaning tersebut menghasilkan nilai model persamaan yang sangat akurat dan dapat direkomendasikan untuk dipergunakan. Model ini dapat digunakan sebagai model yang baik dan tepat dalam menghitung hubungan TMA dan Qmaning. Hal ini karena dilihat dari nilai R2 yang didapat dari persamaan yang dihasilkan yaitu (Q = 220.9 x TMA1.566) dan berdasarkan garis exponensial/ garis power untuk model ini yang didapat bernilai sangat besar yaitu (R2= 1) sehingga nilai kebenaran atau ketepatan model sudah akurat. Nilai persamaan yang dibuat dikatakan benar dan mendekati pada ketepatan sesuai pengamatan lapangan, jika nilai R2 yang didapat dari persamaan yang dibuat mendekati nilai angka 1 (satu) (Fleming, 1975). Oleh karena itu, berdasarkan pada praktikum ini nilai R2 yang didapat bernilai angka 1 (satu), maka persamaan yang dihasilkan dikatakan sudah mencapai nilai kebenaran atau ketepatan persamaan dengan nilai – nilai yang dihasilkan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan.
Perhitungan selanjutnya adalah mengenai laju sedimentasi, berdasarkan hasil analisis hubungan antara Qs (m3/s) dan Q (ton/hari) menunjukan bahwa apabila dilihat dari gambar grafik 2 yang disajikan, nilai – nilai yang didapat pada pengamatan perbandingan antara Qs (m3/s) dan Q (ton/hari) menghasilkan nilai model persamaan yang cukup akurat dan dapat direkomendasikan untuk dipergunakan. Model ini dapat digunakan sebagai model yang baik dan tepat dalam menghitung hubungan antara Qs (m3/s) dan Q (ton/hari). Hal ini karena sesuai pada bahasan sebelumnya, apabila dilihat dari nilai R2 yang didapat dari persamaan yang dihasilkan (Qs= 1422 x Q1.640), model tersebut sudah mencapai cukup akurat. Selain itu, berdasarkan garis exponensial/ garis power untuk model ini yang didapat bernilai sangat besar yaitu (R2= 0.828), sehingga nilai kebenaran atau ketepatan model sudah cukup akurat. Oleh karena itu, berdasarkan pada praktikum ini nilai R2 yang didapat bernilai mendekati angka 1 (satu), maka persamaan yang dihasilkan dikatakan sudah mencapai nilai kebenaran atau ketepatan persamaan dengan nilai – nilai yang dihasilkan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan.
Perhitungan terakhir adalah mengenai hubungan antara debit aliran, curah hujan dan base flow. Berdasarkan hasil perhitungan dan grafik hidrograf sebagaimana yang terlampir pada bagian hasil (gambar 3), menunjukan adanya hubungan yang positif antara debit aliran dan curah hujan. Hal tersebut dapat ditunjukan oleh data apabila dilihat dari gambar grafik 3 yang disajikan, ketika nilai curah hujan sebesar 30.5 mm maka menghasilkan debit aliran sebesar 0.050444 m3/s begitu pula pada nilai curah hujan 2.5 mm, debit aliran yang dihasilkan hanya sebesar 0.0202295. Hal ini menunjukan terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara keduanya. Apabila curah hujan tinggi, maka debit aliran air juga menjadi tinggi, begitu pula sebaliknya jika curah hujan sangat rendah, maka debit aliran air yang dihasilkan juga menjadi sangat rendah.

















BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan dan dengan menjawab tujuan yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Hasil analisis hubungan antara TMA dan Qmaning menghasilkan nilai model persamaan yang sangat akurat dan dapat direkomendasikan untuk dipergunakan. Hal ini karena dilihat dari nilai R2 yang didapat dari persamaan yang dihasilkan yaitu (Q = 220.9 x TMA1.566) dan berdasarkan garis exponensial/ garis power untuk model ini yang didapat bernilai sangat besar yaitu (R2= 1) sehingga nilai kebenaran atau ketepatan model sudah akurat.
2.      Berdasarkan persamaan yang dihasilkan antara Qs dan Q yaitu (Qs= 1422 x Q1.640), model tersebut sudah mencapai cukup akurat karena nilai R2 yang didapat bernilai sangat besar yaitu (R2= 0.828), sehingga nilai kebenaran atau ketepatan model sudah cukup akurat.
3.      Terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara CH dan Q, apabila CH yang didapat semakin tinggi, maka debit aliran yang dihasilkan akan semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya.
4.      Manfaat dari adanya pengukuran ini salah satunya ada mengetahui besarnya debit aliran sungai apabila dilihat dari nilai TMA yang ada dan berdasarkan nilai CH yang dihasilkan dari suatu pengamatan di lapangan.











DAFTAR PUSTAKA

D. E. Walling, Arthur J. Horowitz. 2005. Sediment Budgets 2. New York: Elsevier.
Fleming, G. 1975. Computer Simulation Technique in Hydrology. New York: Elsevier.
Harto BR, Sri. 1993. Hidrologi Tiori Masalah dan Penyelesaian. Yogyakarta: PAU Ilmu Teknik UGM Yogyakarta.
Miguel A. Mariño and Slobodan P. Simonovic. 2001. Integrated Water Resources Management. New York: Elsevier.
Walling, D. E. 1977. Assessing the accuracy of suspended sediment rating curves for a small basin, Water Resour. Res. 13, 531–538.
Warrick, J. A., and J. D. Milliman. 2003. Hyperpycnal sediment discharge from semiarid southern California rivers: Implications for coastal sediment budgets, Geology, 31, 781–784.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger