Kamis, 29 Maret 2012

NERACA AIR HIDROLOGY


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1       Hasil








Gambar 1. Data hasil perhitungan neraca air tahun 1997 dan 1998







Gambar 2. Data hasil perhitungan neraca air tahun 1999 dan 2000







Gambar 3. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2001 dan 2002










Gambar 4. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2003 dan 2004







Gambar 5. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2005 dan 2006

3.2       Pembahasan
Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohonmaupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Akar tanaman dari semua komponen agroforestry menyerap air dari tandon air yang sama dan pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam tendon berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis tanaman yang ada untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan air guna mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis tanaman. Lapisan tanah di daerah perakaran sebagai tendon (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang melalui peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliranlateral, atau aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan perakaranmelalui peristiwa yang disebut infiltrasi (Suprayogo, 2000).
Besaran tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satudengan yang lain sehingga menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air. Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen neraca air, misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori sangat dipengaruhi olehmacam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air pada sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada gilirannya juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang ada (Suprayogo, 2000).
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan ataupun kekurangan air mudah menimbulkan bencana. Tanaman yang mengalami kekeringan akan berdampak penurunan kualitas ataupun gagal panen. Kelebihan air dapat menimbulkan pencucian hara, erosi ataupun banjir yang memungkinkan gagal panen. Hasil analisis neraca air berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa air yang ada sebagai curah hujan (CH) lebih banyak daripada keperluan evapotranspirasi potensial (ETP), sehingga menyebabkan surplus air. Surplus air pada tahun 1997 terjadi pada bulan juni sampai november dengan otal surplus air yang terbanyak pada tahun tersebut adalah pada bulan oktober dan november yaitu masing-masing sebesar 109.18 mm dan 138.14 mm, serta pada tahun 1998 surplus air tebanyak adalah pada bulan februari, maret, dan april dengan masing-masing sebanyak 640.9 mm, 698.9 mm, dan 739.9 mm, akan tetapi disisi lain terdapat bulan yang terjadi adalah adanya defisit air yaitu pada bulan agustus, september, oktober sebesar 16.70 mm, 8.24 mm, dan 18.86 mm.
Berdasarkan gambar 2, sebaran defisit air terbesar di tahun 1999 terjadi mulai bulan September sampai November dengan besarnya defisit masing-masing adalah sebesar 69.23 mm, 109.40 mm, dan 138.30 mm dengan surplus terbesar pada bulan januari sampai maret masing-masing sebesar 494 mm, 329 mm, dan 427 mm. Sedangkan pada tahun 2000, mengalami defisit air terbesar pada bulan juli sampai september masing-masing sebesar 62.99 mm, 85.38 mm, dan 111.80 mm. Selanjutnya adalah apabila dilihat pada gambar 3 hasil perhitungan untuk tahun 2001 dan 2002, telah terjadi defisit air tebesar pada bulan september sampai november 2001 dan agustus sampai oktober 2002. Dengan masing masing defisit sebesar 104.11 mm, 124.33 mm, dan 104.52 mm untuk tahun 2001, dan sebesar 84.80 mm, 101.64 mm, dan 145 .24 mm untuk tahun 2002. Selain itu, terdapat bulan surplus air pada bulan februari dan maret 2001 sebesar 269 mm dan 208 mm serta bulan maret 2002 sebesar 282 mm.
Begitu pula pada gambar 4 dan 5, telah terjadi defisit air masing-masing pada bulan agustus dan september 2003 sebesar 63.02 mm dan 93.72 mm dengan surplus di bulan februari sebesar 241.14 mm serta pada bulan agustus, september dan oktober 2004 sebesar 87.63 mm, 94.96 mm, dan 159.21 mm dengan surplus terbesar di bulan maret sebesar 307 mm. Selain itu, pada tahun 2005 dan 2006 terdapat juga bulan defisit air terbesar yaitu bulan agustus dan september sebesar 846 mm dan 99.83 mm serta 113.83 mm dan 136.83 mm pada oktober dan november 2006.
Apabila dibandingkan dari data kesepuluh tahun tersebut, defisit air terbanyak adalah pada bulan november tahun 1999, oktober tahun 2004, dan bulan agustus tahun 2006 dengan masing-masing sebesar 138.30 mm, 159.21 mm, dan 846 mm. Selanjutnya, keadaan surplus air tebanyak adalah pada bulan februari, maret, dan april 1998 dengan masing-masing sebanyak 640.9 mm, 698.9 mm, dan 739.9 mm.
Adanya defisit air pada periode tersebut akan meyebabkan para petani khususnya petani sawah mengalami degradasi kekurangan air bagi pesawahannya dan para peternak kekurangan pakannya. Untuk mengatasi kekurangan air, dapat dicari solusi dengan mendatangkan air dari daerah lain yang surplus air. Sedangkan untuk mengatasi pakan ternak, dapat dilakukan cara yaitu menanam tanaman sela yang mempunyai perakaran dalam, seperti turi, lamtoro, ataupun tanaman tahan kering seperti rumput setaria. Rerumputan ini umumnya bertahan sampai bulan Agustus sedangkan tanaman turi bertahan sampai bulan Oktober (Sibuea L H dan Pramudia A, 1992). Pola tanam di lahan kering ini merupakan inovasi dan modifikasi manusia terhadap tekanan sumber daya iklim di lahan kering.
Musim tanam di lahan kering pada umumnya diawali setelah hujan sepuluh hari pertama mencapai lebih dari 50 mm. Petani secara serempak menanam baik monokultur maupun tumpangsari. Persiapan lahan dilakukan pada musim kemarau, sehingga secara berurutan jadwal kegiatan dalam setahun tidak terdapat kekosongan. Salah satunya adalah paanen ubi kayu dilakukan pada musim kemarau dengan memanfaatkan sinar matahari untuk penjemuran gaplek dan pengolahan tanah. Limbah ubi kayu juga dimanfaatkan untuk menambah kebutuhan pakan ternak.
Curah Hujan
Curah hujan pada peluang 50% terlampaui menurut sebaran normal menunjukkan bahwa tiap bulan hampir ada hujan, meskipun demikian hujan yang jatuh tidak mencukupi untuk  evapotranspirasi aktual (ETA). Berdasarkan sebaran hujan, rekomendasi Oldeman hanya satu kali tanam padi atau palawija dalam setahun. Berdasarkan analisis neraca air lahan ternyata dapat ditanam dua kali, penanaman dua kali melalui modifikasi penyesuaian ketersediaan kadar air tanah dan curah hujan serta kebutuhan air bagi tanamaan (Abujamin A A., 2000).
Tinggi hujan di bawah evapotranspirasi merupakan bulan kering (musim kemarau). Evapotranspirasi aktual mengikuti sebaran hujan, karena kejadian transpirasi berkaitan dengan ketersediaan air tanah pada daerah perakaran. Jika terjadi penurunan kadar air tanah maka terjadi tahanan untuk proses evapotranspirasi. Selain itu pada musim kering kerapatan tanaman sudah berkurang atau sudah panen, dengan demikian transpirasi juga berkurang. Jika dalam keadaan bulan yang surplus air, surplus tersebut sebagian berbentuk aliran permukaan dan masuk ke sungai. Sebaliknya defisit kadar air tanah terjadi pada bulan Mei sampai Nopember. Defisit terjadi karena jumlah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial, meskipun demikian, cadangan air dalam tanah memungkinkan untuk kebutuhan tanaman, selama kadar air tanah pada kapasitas lapang (Abujamin A A. 2000).
Kadar air tanah (KAT) di wilayah yang mempunyai musim kering akan mengalami penurunan. Air tanah dimanfaatkan untuk evapotranspirasi (ETA) maka apabila air tanah tidak disuplai oleh hujan akan mengalami defisit dan kondisi demikian disebut musim kemarau. Hasil analisis neraca air lahan periode defisit dimulai bulan  Mei dan berakhir bulan November (Abujamin A A. 2000).
Pola Tanam
Apabila diketahui jumlah curah hujan 1372 mm/tahun mempunyai 3 bulan basah dan 6 bulan kering berurutan, maka termasuk zone agroklimat D-3 Oldeman) sehingga direkomendasikan satu kali tanam per tahun. Hasil analisis neraca air lahan dapat bertanam dua kali per tahun, dengan modifikasi pola tanam Gogo rancah (gora) dan semai padi di luar lahan dan ditanam umur semai 17 hari. Model kedua sistem tumpangsari (TS) maupun monokultur jagung. Rekayasa pola tanam merupakan hasil interaksi kebutuhan manusia terhadap ketersediaan dan  potensial sumber daya alam. Penaman dimulai pertengahan bulan Oktober sampai Nopember (tergantung tinggi hujan di atas 50 mm selama 10 hari). Berdasarkan analisis neraca air lahan, penanaman pada musim pertama akan panen pada akhir bulan Januari, selanjutnya  musim tanam ke dua dimulai bulan Februari dan panen awal bulan Mei (Pramudia A dan Santosa I., 1992).







DAFTAR PUSTAKA

Abujamin A A. 2000. Penentuan penghitungan neraca air Agroklimat. Makalah disampaikan pada program pelatihan peningkatan dalam bidang Agroklimatologi  Kerja sama antara Badan Litbang Pertanian, Deptan dan FMIPA-IPB. Bogor. 31 Agustus – 2 Nopember 2000. Tidak diterbitkan. 28 halaman
Sibuea L H dan Pramudia A. 1992. Penggunaan Neraca air tanah di Pulau Timor Bagian Barat dan penggunaan untuk evaluasi tingkat kesesuaian lahan dengan studi kasus di daerah Besikama.  Prosiding Simposium  Meteorologi Pertanian III. Malang 20-22  Agustus 1991.  Halaman 512 – 521
Pramudia A dan Santosa I. 1992. Analisis periode tanam kedelai di daearah Semi-Arit Tropik. Stui kasus di daerah Segaranten Kabupaten Sukabumi. Prosiding Simposium  Meteorologi Pertanian III. Malang 20-22  Agustus 1991.  Halaman 397-412
Suprayogo D, 2000. Testing the safety-net hypothesis in hedgerow intercropping: waterbalance and mineral-N leaching in the humid tropics. PhD. Thesis. Imperial College of Science, Technology and Medicine, University of London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger