BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Gambar 1. Data hasil perhitungan neraca air tahun 1997
dan 1998
Gambar 2. Data hasil perhitungan neraca air tahun 1999
dan 2000
Gambar 3. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2001
dan 2002
Gambar 4. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2003
dan 2004
Gambar 5. Data hasil perhitungan neraca air tahun 2005
dan 2006
3.2 Pembahasan
Air
merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohonmaupun
semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang dapat diserap tanaman
adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Akar tanaman
dari semua komponen agroforestry menyerap air dari tandon air yang sama dan
pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam tendon berkurang terjadilah
perebutan antara akar-akar berbagai jenis tanaman yang ada untuk mengambil air.
Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan air guna mempertahankan
pertumbuhan masing-masing jenis tanaman. Lapisan tanah di daerah perakaran
sebagai tendon (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang melalui
peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliranlateral,
atau aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan
perakaranmelalui peristiwa yang disebut infiltrasi (Suprayogo, 2000).
Besaran
tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satudengan yang lain sehingga
menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air. Beberapa sifat tanah yang
merupakan komponen-komponen neraca air, misalnya kapasitas menyimpan air
(jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori sangat dipengaruhi olehmacam
penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi
jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang ditanam pada suatu bidang tanah
dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air pada sistem tersebut.
Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada gilirannya juga
mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang ada (Suprayogo, 2000).
Air merupakan bahan alami yang
secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah cukup dan pada saat yang tepat.
Kelebihan ataupun kekurangan air mudah menimbulkan bencana. Tanaman yang
mengalami kekeringan akan berdampak penurunan kualitas ataupun gagal panen.
Kelebihan air dapat menimbulkan pencucian hara, erosi ataupun banjir yang
memungkinkan gagal panen. Hasil analisis neraca
air berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa air yang ada sebagai curah hujan (CH)
lebih banyak daripada keperluan evapotranspirasi potensial (ETP), sehingga
menyebabkan surplus air. Surplus air pada tahun 1997 terjadi pada bulan juni
sampai november dengan otal surplus air yang terbanyak pada tahun tersebut
adalah pada bulan oktober dan november yaitu masing-masing sebesar 109.18 mm
dan 138.14 mm, serta pada tahun 1998 surplus air tebanyak adalah pada bulan
februari, maret, dan april dengan masing-masing sebanyak 640.9 mm, 698.9 mm,
dan 739.9 mm, akan tetapi disisi lain terdapat bulan yang terjadi adalah adanya
defisit air yaitu pada bulan agustus, september, oktober sebesar 16.70 mm, 8.24
mm, dan 18.86 mm.
Berdasarkan
gambar 2, sebaran defisit air
terbesar di tahun 1999 terjadi mulai bulan September sampai November dengan
besarnya defisit masing-masing adalah sebesar 69.23 mm, 109.40 mm, dan 138.30
mm dengan surplus terbesar pada bulan januari sampai maret masing-masing
sebesar 494 mm, 329 mm, dan 427 mm. Sedangkan pada tahun 2000, mengalami
defisit air terbesar pada bulan juli sampai september masing-masing sebesar
62.99 mm, 85.38 mm, dan 111.80 mm. Selanjutnya adalah apabila dilihat pada
gambar 3 hasil perhitungan untuk tahun 2001 dan 2002, telah terjadi defisit air
tebesar pada bulan september sampai november 2001 dan agustus sampai oktober
2002. Dengan masing masing defisit sebesar 104.11 mm, 124.33 mm, dan 104.52 mm
untuk tahun 2001, dan sebesar 84.80 mm, 101.64 mm, dan 145 .24 mm untuk tahun
2002. Selain itu, terdapat bulan surplus air pada bulan februari dan maret 2001
sebesar 269 mm dan 208 mm serta bulan maret 2002 sebesar 282 mm.
Begitu pula pada gambar 4
dan 5, telah terjadi defisit air masing-masing pada bulan agustus dan september
2003 sebesar 63.02 mm dan 93.72 mm dengan surplus di bulan februari sebesar
241.14 mm serta pada bulan agustus, september dan oktober 2004 sebesar 87.63
mm, 94.96 mm, dan 159.21 mm dengan surplus terbesar di bulan maret sebesar 307
mm. Selain itu, pada tahun 2005 dan 2006 terdapat juga bulan defisit air
terbesar yaitu bulan agustus dan september sebesar 846 mm dan 99.83 mm serta
113.83 mm dan 136.83 mm pada oktober dan november 2006.
Apabila dibandingkan dari
data kesepuluh tahun tersebut, defisit air terbanyak adalah pada bulan november
tahun 1999, oktober tahun 2004, dan bulan agustus tahun 2006 dengan
masing-masing sebesar 138.30 mm, 159.21 mm, dan 846 mm. Selanjutnya, keadaan surplus air tebanyak adalah pada bulan februari,
maret, dan april 1998 dengan masing-masing sebanyak 640.9 mm, 698.9 mm, dan
739.9 mm.
Adanya defisit air pada
periode tersebut akan meyebabkan para petani khususnya petani sawah mengalami
degradasi kekurangan air bagi pesawahannya dan para peternak kekurangan
pakannya. Untuk mengatasi kekurangan air, dapat dicari solusi dengan
mendatangkan air dari daerah lain yang surplus air. Sedangkan untuk mengatasi
pakan ternak, dapat dilakukan cara yaitu menanam tanaman sela yang mempunyai
perakaran dalam, seperti turi, lamtoro, ataupun tanaman tahan kering
seperti rumput setaria.
Rerumputan ini umumnya bertahan sampai bulan Agustus sedangkan tanaman turi
bertahan sampai bulan Oktober (Sibuea L H dan Pramudia A, 1992). Pola tanam di lahan kering ini merupakan inovasi
dan modifikasi manusia terhadap tekanan sumber daya iklim di lahan kering.
Musim tanam di lahan kering
pada umumnya diawali setelah hujan sepuluh hari pertama mencapai lebih dari 50
mm. Petani secara serempak menanam baik monokultur maupun tumpangsari.
Persiapan lahan dilakukan pada musim kemarau, sehingga secara berurutan jadwal
kegiatan dalam setahun tidak terdapat kekosongan. Salah satunya adalah paanen
ubi kayu dilakukan pada musim kemarau dengan memanfaatkan sinar matahari untuk
penjemuran gaplek dan pengolahan tanah. Limbah ubi kayu juga dimanfaatkan untuk
menambah kebutuhan pakan ternak.
Curah Hujan
Curah hujan pada peluang 50%
terlampaui menurut sebaran normal menunjukkan bahwa tiap bulan hampir ada
hujan, meskipun demikian hujan yang jatuh tidak mencukupi untuk evapotranspirasi aktual (ETA). Berdasarkan
sebaran hujan, rekomendasi Oldeman hanya satu kali tanam padi atau palawija
dalam setahun. Berdasarkan analisis neraca air lahan ternyata dapat ditanam dua
kali, penanaman dua kali melalui modifikasi penyesuaian ketersediaan kadar air
tanah dan curah hujan serta kebutuhan air bagi tanamaan (Abujamin A A., 2000).
Tinggi hujan di
bawah evapotranspirasi merupakan bulan kering (musim kemarau). Evapotranspirasi
aktual mengikuti sebaran hujan, karena kejadian transpirasi berkaitan dengan
ketersediaan air tanah pada daerah perakaran. Jika terjadi penurunan kadar air
tanah maka terjadi tahanan untuk proses evapotranspirasi. Selain itu pada musim
kering kerapatan tanaman sudah berkurang atau sudah panen, dengan demikian
transpirasi juga berkurang. Jika dalam keadaan bulan yang surplus air, surplus
tersebut sebagian berbentuk aliran permukaan dan masuk ke sungai. Sebaliknya
defisit kadar air tanah terjadi pada bulan Mei sampai Nopember. Defisit terjadi
karena jumlah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial, meskipun
demikian, cadangan air dalam tanah memungkinkan untuk kebutuhan tanaman, selama
kadar air tanah pada kapasitas lapang (Abujamin A A. 2000).
Kadar air tanah
(KAT) di wilayah yang mempunyai musim kering akan mengalami penurunan. Air
tanah dimanfaatkan untuk evapotranspirasi (ETA) maka apabila air tanah tidak
disuplai oleh hujan akan mengalami defisit dan kondisi demikian disebut musim
kemarau. Hasil analisis neraca air lahan periode defisit dimulai bulan Mei dan berakhir bulan November (Abujamin A A. 2000).
Pola Tanam
Apabila diketahui jumlah
curah hujan 1372 mm/tahun mempunyai 3 bulan basah dan 6 bulan kering berurutan,
maka termasuk zone agroklimat D-3 Oldeman) sehingga direkomendasikan satu kali
tanam per tahun. Hasil analisis neraca air lahan dapat bertanam dua kali per
tahun, dengan modifikasi pola tanam Gogo rancah (gora) dan semai padi di luar
lahan dan ditanam umur semai 17 hari. Model kedua sistem tumpangsari (TS)
maupun monokultur jagung. Rekayasa pola tanam merupakan hasil interaksi
kebutuhan manusia terhadap ketersediaan dan
potensial sumber daya alam. Penaman dimulai pertengahan bulan Oktober
sampai Nopember (tergantung tinggi hujan di atas 50 mm selama 10 hari).
Berdasarkan analisis neraca air lahan, penanaman pada musim pertama akan panen
pada akhir bulan Januari, selanjutnya
musim tanam ke dua dimulai bulan Februari dan panen awal bulan Mei (Pramudia A dan Santosa
I., 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Abujamin A A. 2000. Penentuan penghitungan neraca air Agroklimat. Makalah
disampaikan pada program pelatihan peningkatan dalam bidang
Agroklimatologi Kerja sama antara Badan
Litbang Pertanian, Deptan dan FMIPA-IPB. Bogor. 31 Agustus – 2 Nopember 2000.
Tidak diterbitkan. 28 halaman
Sibuea L H dan Pramudia A. 1992. Penggunaan Neraca air tanah di Pulau
Timor Bagian Barat dan penggunaan untuk evaluasi tingkat kesesuaian lahan
dengan studi kasus di daerah Besikama.
Prosiding Simposium Meteorologi
Pertanian III. Malang 20-22 Agustus
1991. Halaman 512 – 521
Pramudia A dan Santosa I. 1992. Analisis periode tanam kedelai di daearah
Semi-Arit Tropik. Stui kasus di daerah Segaranten Kabupaten Sukabumi. Prosiding
Simposium Meteorologi Pertanian III.
Malang 20-22 Agustus 1991. Halaman 397-412
Suprayogo
D, 2000. Testing the safety-net hypothesis in hedgerow intercropping:
waterbalance and mineral-N leaching in the humid tropics. PhD. Thesis. Imperial
College of Science, Technology and Medicine, University of London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar