Mata Kuliah: Hidrologi Hutan Hari/tanggal: Rabu, 11 Oktober 2011
Praktikum ke-5 Kelompok: 3 (tiga)
PERHITUNGAN
DAN PEMBUATAN KURVA
KAPASITAS
INFILTRASI
Disusun Oleh:
Jajang Roni A. Kholik E14090090
Dosen:
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr.
Asisten Praktikum:
Soni S. Budiawan E14070040
Finny Noviantiny E14070014
Nina Indah Kumalasari E14063399
DEPARTEMEN MANAJEMEN
HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.1 Hasil
Tabel 1. Kapasitas Infiltrasi Lokasi Gedung Utama Fahutan
Waktu (t)
|
Kapasitas Infiltrasi (fO)
|
Model Horton
|
Volume Infiltrasi
|
||
(menit)
|
(cm/menit)
|
f h=fc+(fo-fc)e-Kt
|
Selisih (fO-fH)
|
V(t)=fc.t+((fo-fc)/K)*1-e-Kt
|
|
0
|
0.40
|
0.4000
|
0.0000
|
0.00
|
|
5
|
0.27
|
0.2732
|
-0.0032
|
1.65
|
|
10
|
0.20
|
0.2060
|
-0.0060
|
2.83
|
|
20
|
0.17
|
0.1514
|
0.0186
|
4.56
|
|
30
|
0.13
|
0.1360
|
-0.0060
|
5.98
|
|
60
|
0.13
|
0.1301
|
-0.0001
|
9.93
|
|
70
|
0.13
|
0.1300
|
0.0000
|
11.23
|
|
fo
=
|
0.40
|
RSS
|
0.0004
|
Volume dalam 1 Ha (M3)
|
|
fc
=
|
0.13
|
4421.56 M3
|
|||
K
=
|
0.1268
|
Gambar 1. Grafik Kapasitas Infiltrasi Lokasi Gedung Utama Fahutan
Tabel 2. Kapasitas Infiltrasi Lokasi Samping Gymnasium
Waktu (t)
|
kapasitas infiltrasi (fO)
|
Model Horton
|
Volume Infiltrasi
(Per 1 Ha)
|
||
(menit)
|
(cm/menit)
|
f h=fc+(fo-fc)e-Kt
|
Selisih (fO-fH)
|
V(t)=fc.t+((fo-fc)/K)*1-e-Kt
|
|
0
|
0.35
|
0.3500
|
0.0000
|
0.00
|
|
5
|
0.56
|
0.3438
|
0.2162
|
1.73
|
|
10
|
0.3
|
0.3384
|
-0.0384
|
3.44
|
|
20
|
0.3
|
0.3294
|
-0.0294
|
6.78
|
|
30
|
0.3
|
0.3226
|
-0.0226
|
10.04
|
|
fo
=
|
0.35
|
RSS
|
0.0496
|
Volume dalam 1 Ha (M3)
|
|
fc
=
|
0.30
|
4184.32 M3
|
|||
K
=
|
0.0265
|
Gambar 2. Grafik Kapasitas Infiltrasi Lokasi Samping Gymnasium
1.2 Pembahasan
Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam
merembeskan air yang terdapat di permukaan atau aliran air permukaan ke bagian
dalam tanah tersebut. Kapasitas infiltrasi adalah suatu
sifat yang dinamis yang dapat berubah secara nyata selama kejadian hujan badai
tertentu, sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan musiman dalam air tanah,
suhu, dan penutupan vegetasi, maupun sebagai akibat kegiatan-kegiatan
pengelolaan hutan. Apabila aliran kapasitas infiltrasi semakin
besar, maka aliran air di permukaan tanah makin berkurang. Sebaliknya, makin
kecil kapasitas infiltrasi yang disebabkan banyaknya pori tanah yang tersumbat,
maka aliran air permukaan berambah atau meningkat (Kartasapoetra, 1989). Lee
(1990) menambahkan bahwa dari segi hidrologi, infiltrasi adalah hal yang
penting, karena hal tersebut menandai peralihan dari permukaan bumi yang
bergerak cepat ke dalam air dalam tanah yang bergerak lambat. Kapasitas
infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat
kemampuannya, kandungan air dan permeabilitas lapisan-lapisan bawah permukaan,
serta iklim mikro tanah. Lee (1990) juga mengatakan bahwa
kapasitas infiltrasi merupakan suatu sifat yang dinamis, kapasitas tersebut
paling besar bila curah hujan mulai, dan menurun secara progresif bila
koloid-koloid tanah mengembang dan mengurangi ukuran pori-pori. Pada
tingkat-tingkat kandungan air tanah yang sangat tinggi, infiltrasi dampat
dihambat dengan adanya udara di dalam tanah karena udara tersebut akan sulit
keluar untuk menciptakan ruang bagi air tambahan.
Bahasan
selanjutnya adalah mengenai kurva kapasitas infiltrasi,
yaitu merupakan
kurva hubungan antara kapasitas infiltrasi dan waktu yang terjadi selama dan beberapa
saat setelah hujan. Kapasitas infiltrasi secara umum akan
tinggi pada awal terjadinya hujan, tetapi semakin lama kapasitasnya akan menurun
hingga mencapai konstan. Besarnya penurunan ini dipengaruhi
bebagai faktor, seperti kelembaban tanah, kompaksi, penumpukan bahan liat, dan lain-lain. Pendekatan model yang dapat digunakan dalam menentukan kurva kapasitas infiltrasi dapat dilakukan dengan
pendekatan analitik dan empirik. Khusus
pada pendekatan yang
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kedua
merupakan pendekatan yang bersifat empirik dan model yang diuji merupakan fungsi dari
waktu. Pada penentuan model yang akan digunakan, perlu dilakukan
perbandingan tiap – tiap model yang dipilih. Perbandingan model dilakukan agar
mendapatkan hasil yang terbaik dan mendekati pada kebenaran. Adapun kriteria
yang digunakan untuk menentukan model terbaik dengan menggunakan
rumus (Fleming, 1975) yaitu: kriteria ketelitian = (f ukur – f duga)2
minimum. Sebelum suatu model digunakan, model tersebut harus di “fitting” terlebih dahulu.
Pada
praktikum ini, dalam menentukan kurva kapasitas infiltrasi, digunakan
pendekatan model Horton. Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Horton pada tahun 1993. Menurut konsep ini, aliran air permukaan
terjadi saat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi tanah. Aliran permukaan dianggap sebagai lapisan tipis yang menutupi secara merata
seluruh permukaan. Khusus untuk model Horton, proses fitting mengacu pada rumus ft = fc + (f0 – fc) e –Kt.
Nilai fc diestimasi dari hasil penggambaran (plotting) hubungan antara laju
infiltrasi dan waktu (sebagai absis). Setelah fc ditetapkan, maka dapat
dihitung nilai K dan F0. Nilai K secara
khusus dapat
dihitung dengan menggunakan rumus. Dari tabel 1 yang merupakan hasil perhitungan pada lokasi gedung utama fahutan dibuat grafik seperti terlihat pada gambar 1 yang merupakan perbandingan kumulatif
infiltrasi dengan waktu pada lokasi pengamatan
dan dari tabel 2 yang merupakan hasil perhitungan pada lokasi samping
gymnasium dibuat
grafik seperti terlihat pada gambar 2 yang merupakan perbandingan kumulatif
infiltrasi dengan waktu pada lokasi tersebut. Untuk menentukan nilai K yang benar agar kurva hasil
permodelan Horton dan hasil pengamatan langsung di lapangan berada pada satu
garis sesuai dengan garis exponensial yang ada, maka dengan menggunakan persamaan yaitu K = 1/(t2 –t1) ln (f1-fc)/(f2-fc)
atau dengan menggunakan proses pada microsoft excel menghasilkan nilai K = 0.1268 untuk tabel 1. (gedung utama
fahutan)
dan K = 0.0265 untuk tabel 2. (samping gymnasium). Rumus tersebut digunakan untuk
menghitung nilai-nilai K dari kombinasi titik 1 dan 2 sehingga untuk titik –
titik selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. Khusus nilai K yang di dapat dengan menggunakan microsoft
excel dilakukan dengan menggunakan aplikasi solver. Aplikasi ini digunakan
untuk mengoreksi dan mendapatkan nilai K yang sesungguhnya.
Apabila
dilihat dari gambar grafik 1 dan 2 yang disajikan, nilai – nilai yang didapat
pada pengamatan lapangan apabila dibandingkan dengan nilai berdasarkan model
Horton terdapat sedikit perbedaan nilai pada kedua grafik tersebut. Berdasarkan
nilai hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan model Horton,
apabila dibandingkan dengan hasil pengamatan langsung di lapangan, model ini
dapat digunakan sebagai model yang baik dan tepat dalam menghitung kapasitas
infiltrasi pada percobaan atau pengamatan ini. Hal ini karena dilihat dari
nilai R2 yang didapat dari persamaan yang dihasilkan (Y = 0.266e-0.01x
untuk tabel 1 dan Y = 0.348e-0.00x untuk tabel 2) berdasarkan garis
exponensial untuk model Horton yang digunakan bernilai sangat besar yaitu (R2
0.646 dan 0.990) dan mendekati nilai kebenaran atau ketepatan dengan nilai
pengamatan lapangan yaitu R2 tabel 1 adalah 0.646 dan R2 tabel
2 adalah 0.990. Nilai persamaan yang dibuat dikatakan benar dan mendekati pada
ketepatan sesuai pengamatan lapangan, jika nilai R2 yang didapat dari
persamaan yang dibuat mendekati nilai angka 1 (satu) (Fleming, 1975). Oleh
karena itu, berdasarkan pada praktikum ini nilai R2 yang didapat mendekati
nilai angka 1 (satu), maka persamaan yang dihasilkan oleh model Horton
dikatakan sudah mendekati pada nilai kebenaran atau ketepatan persamaan dengan
nilai – nilai yang dihasilkan berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan
pemakaian model Horton pada pengamatan ini sudah tepat serta menjadi model yang
baik untuk dijadikan model pilihan pada praktikum ini. Nilai ketepatan model
Horton dengan hasil pengamatan langsung di lapangan seharusnya sama yaitu
ditandai dengan menghasilkan selisih antara f0 - fh
adalah 0.0000. Akan tetapi, pada praktikum ini menghasilkan nilai RSS untuk f0
- fh sebesar 0.0004 untuk tabel 1 dan 0.0496 untuk tabel 2. Nilai
RSS tersebut adalah menunjukan nilai faktor koreksi antara persamaan hasil
pengamatan langsung dengan hasil model Horton.
Selanjutnya
dalam menghitung
jumlah infiltrasi total (Vt) selama waktu (t) maka dari persamaan Horton
tersebut dilakukan integral dari persamaan Horton yang menghasilkan luasan
dibawah kurva, yaitu: V(t) = Fc.t +
((fo-fc)*(1
– e-Kt))/K. Satuan volume total (Vt) = tinggi kolom
air (mm, cm, dan inchi) tergantung
satuan pada parameter infiltrasi yang digunakan. Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut, didapat volume kumulatif dalam
1 hektar untuk tabel 1 (gedung utama fahutan) dan tebel 2 (samping gymnasium)
adalah masing – masing sebesar 4421.56 m3 dan 4184.32 cm3.
Volume yang di dapat tersebut adalah sebagai gambaran besarnya jumlah total
kapasitas air yang masuk (kapasitas infiltrasi) pada lokasi yang bersangkutan
pada waktu tertentu pada pengamatan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Afif, F. 1998. Hidrologi Hutan. Bogor: IPB Press.
Fleming, G. 1975. Computer Simulation Technique in Hydrology.
New York: Elsevier.
Kartasapoetra, AG. 1989. Pengantar Ilmu Tanah, Terbentuknya Tanah,
dan Tanah Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: UGM Press.
izin share ya mbak...bisa minta file exelnyakah???niki email saya mbak... ain9fuady@gmail.com
BalasHapusmisi kak, untuk menentukan kapasitas infiltrasi t0 nya bagaimana ya?
BalasHapus