Praktikum transpirasi bertujuan untuk
mempelajari hilangnya air dari tanaman dengan cara mengukur laju transpirasi
melalui daun dengan metode penimbangan bibit pohon pada timbangan. Banyaknya air yang ada di dalam tubuh
tumbuhan selalu mengalami fluktuasi tergantung pada kecepatan masuknya air ke
dalam tubuh tumbuhan, kecepatan penggunaan air, dan kecepatan hilangnya air
dari tubuh tumbuhan. Proses keluar atau hilangnya air dari tubuh tumbuhan
dinamakan transpirasi. Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air
dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata, kemungkinan kehilangan
air dari jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi,
tetapi porsi kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui
stomata (Loveless, 1991). Transpirasi adalah proses evaporasi pada tumbuhan.
Transpirasi terjadi dalam setiap bagian tumbuhan, pada umumnya berlangsung
melalui daun-daun. Ada dua tipe transpirasi yaitu:
- Transpirasi
kutikula yaitu evaporasi air yang terjadi secara langsung melalui kutikula
epidermis.
- Transpirasi
stomata yang dalam hal ini kehilangan air berlangsung melalui
stomata. Hampir 97% air dari tanaman hilang melalui transpirasi
stomata.
Kutikula daun secara relatif tidak tembus
air dan pada sebagian besar jenis tumbuhan transpirasi kutikula hanya sebesar
10 % atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena
itu, sebagian besar air yang hilang terjadi melalui stomata (Loveless, 1991).
Menurut Dwijoseputro (1980), Transpirasi merupakan suatu akibat yang tidak
dapat dielakkan. Luasnya permukaan daun yang ada dan kondisi udara menyebabkan
penguapan mesti terjadi; penguapan tidak mungkin dapat dicegah. Transpirasi
pada tanaman lain daripada transpirasi pada manusia. Pada manusia transpirasi
dilakukan oleh kelenjar-kelenjar kulit, dimana bukan saja air, melainkan juga
zat-zat sampah turut serta dikeluarkan dari badan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah lima
spesimen tanaman diambil dengan jumlah helai daun berbeda sesuai yang terdapat pada
masing-masing spesimen. Spesimen bibit yang digunakan adalah jenis Shorea sp. dan Agathis sp. Kedua tanaman tersebut dipilih karena memiliki
morfologi daun yang berbeda. Misalnya pada jenis Shorea sp memiliki daun berbentuk membulat yang lebar dan besar,
sedangkan pada jenis Agathis sp.
memiliki daun berbentuk pita yang sempit, berukuran panjang, dan tebal. Dari
perbedaan tersebut akan didapatkan luas daun yang berbeda pula. Luas daun yang
berbeda tersebut akan mempengaruhi laju transpirasi pada masing-masing spesies.
Pada percobaan ini permukaan tanah bibit ditutup oleh kertas bufallo. Penutupan
dengan kertas bufallo bertujuan agar tidak terjadi proses evaporasi dari
permukaan tanah yang nantinya akan berpengaruh pada proses perhitungan laju tranpirasi.
Tanaman beserta tanahnya ditimbang dan dicatat berat awalnya. Penimbangan
dilakukan untuk mengetahui berat awal tanaman, sehingga dapat dibandingkan
berat sebelum dan sesudah terjadi transpirasi sehingga diketahui berat air yang
menguap. Tanaman kembali ditimbang setiap 30 menit selama 1,5 jam dan dicatat
jumlah pengurangan beratnya sehingga diketahui besar penguapan dan laju reaksi
tiap 30 menit perhitungan. Setelah penimbangan terakhir, diukur luas total daun
dari masing-masing tanaman, dan dihitung laju transpirasinya. Luas daun diukur
dengan menggambar di kertas millimeter blok agar diketahui pengaruh luas daun
dengan laju transpirasi.
Berdasarkan pada tabel 1. Perubahan
massa, dapat dijelaskan bahwa pada kedua jenis bibit yang dipakai pada praktikum
ini mengalami penurunan massa bibit sebelum dan sesudah pengujian. Hal itu
dapat dilihat dari nilai rata-rata massa yang didapat jenis Shorea sp dan
Agathis sp. Pada menit ke-0 (sebelum pengujian), jenis Shorea sp. bermassa sebesar
1032 gram dan mengalami penurunan setiap 30 menit pengamatan sampai pada menit
ke-90 (setelah pengujian) adalah sebesar 952 gram. Hal tersebut juga sama
terjadi pada jenis Agathis sp. yang mula-mula 2076 gram menjadi 2014 gram. Pada
jenis Shorea sp., nomor tanaman yang mengalami kehilangan air yang paling
banyak adalah pada nomor 2 dan 5 (berdasarkan table 2. Rekap kehilangan air). Jenis
Shorea sp. nomor 2 sebesar 30 gram (pada menit ke 0-30), sebesar 20 gram (pada
menit ke 30-60), dan sebesar 10 gram (pada menit ke 60-90). Sedangkan jenis
Shorea sp. nomor 5 kehilangan air sebesar 20 gram (pada menit ke 0-30), sebesar
30 gram (pada menit ke 30-60), dan sebesar 10 gram (pada menit ke 60-90). Selanjutnya,
pada jenis Agathis sp, nomor tanaman yang mengalami kehilangan air yang paling
banyak adalah pada nomor 2 yaitu (berdasarkan table 2.) sebesar 40 gram (pada
menit ke 0-30), sebesar 40 gram (pada menit ke 30-60), dan sebesar 20 gram
(pada menit ke 60-90). Hal itu dikarenakan apabila melihat luas daun yang
didapat (berdasarkan tabel 3. Luas daun) pada jenis Shorea sp. nomor 5 memiliki
luas paling besar dibanding yang lainnya sebesar 491 cm2 diikuti
nomor 2 dengan luas sebesar 404 cm2. Sedangkan pada jenis Agathis
sp., nomor 2 memiliki luas paling besar yaitu 754 cm2. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa semakin besar luas daun yang ada pada suatu tanaman, maka
semakin banyak air yang menguap melalui proses transpirasi. Hal ini dikarenakan
stomata pada daun yang lebih banyak/luas memiliki stomata yang banyak pula
sehingga tempat keluarnya air pun semakin banyak untuk kegiatan transpirasi.
Stomata yang berlimpah pada daun yang luas dapat menjadikan air mudah dan cepat
untuk keluar dari dalam tubuhnya. Oleh karena itu, daun yang luasnya besar akan
banyak terdapat stomata yang mampu mengeluarkan air yang lebih banyak. Pada
kedua jenis tanaman, apabila dibandingkan, jenis Agathis sp. Mengalami banyak
kehilangan air pada setiap pengakurannya. Hal ini dikarenakan luas daun yang
dimiliki oleh satu bibit Agathis sp. sangat banyak sehingga jumlah
stomata tempat keluarnya air pun semakin banyak
pula.
Selain
karena luas daun yang terdapat pada suatu tumbuhan, cepat lambatnya proses
transpirasi juga ditentukan oleh faktor-faktor yang mampu merubah wujud air
sebagai cairan ke wujud air sebagai uap atau gas. Faktor yang mempengaruhi
transpirasi terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor
internal menurut Gardner, et.al. (1991) diantaranya adalah:
a. Penutupan
stomata: Sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata karena kutikula secara
relatif tidak tembus air, dan hanya sedikit transpirasi yang terjadi apabila
stomata tertutup. Jika stomata terbuka lebih lebar, lebih banyak pula
kehilangan air.
b. Jumlah
dan ukuran stomata: Jumlah dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan. Hal ini mempunyai pengaruh yang lebih sedikit terhadap transpirasi
total daripada pembukaan dan penutupan stomata.
c. Jumlah
daun: Makin luas daerah permukaan daun, makin besar laju transpirasi.
d. Penggulungan
atau pelipatan daun: Banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang
menguntungkan pengurangan transpirasi apabila persediaan air terbatas.
e. Kedalaman
dan proliferasi akar: Perakaran yang lebih dalam meningkatkan ketersediaan air
dari proliferasi akar (akar per satuan volume tanah) sebelum terjadi pelayuan
permanen.
Adapun faktor
eksternal/lingkungan yang dapat mempengaruhi transpirasi adalah (Dwijoseputro,
1986):
a.
Kelembaban: Gerakan uap air dari udara ke dalam daun akan menurunkan laju
neto dari air yang hilang, dengan demikian seandainya faktor lain itu sama,
transpirasi akan menurun dengan meningkatnya kelembaban udara. Pada kelembaban
udara relatif 50% perbedaan tekanan uap air didaun dan atmosfer 2 kali lebih
besar dari kelembaban relatif 70% (Jayamiharja, 1977).
b.
Suhu: Kenaikan suhu dari 180 sampai 200F cenderung untuk meningkatkan
penguapan air sebesar dua kali. Suhu daun di dalam naungan kurang lebih sama
dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari mempunyai suhu 100 –
200F lebih tinggi dari pada suhu udara.
c.
Cahaya dapat mempengaruhi laju transpirasi melalui Sehelai daun yang
terkena sinar matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi. Cahaya tidak
harus selalu berbentuk cahaya langsung, cahaya dapat pula mempengaruhi
transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka-tutupnya stomata dengan mekanisme
tertentu.
d.
Angin cenderung meningkatkan laju transpirasi, terutama di dalam naungan
atau cahaya melalui penyapuan uap air. Akan tetapi di bawah sinar matahari,
pengaruh angin terhadap penurunan suhu daun dan penurunan laju transpirasi,
cenderung menjadi lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap
air.
e.
Kandungan air tanah: Jika kandungan air tanah menurun sebagai akibat
penyerapan oleh akar, gerakan air melalui tanah ke dalam akar menjadi lebih
lambat. Hal ini cenderung untuk meningkatkan defisit air pada daun dan
menurunkan laju transpirasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1986. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dwijoseputro . 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan . Penerbit PT. Gramedia : Jakarta
Dwijoseputro . 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan . Penerbit PT. Gramedia : Jakarta
Gardner, F.P.R. 1991. Fisiologi
Tanamanan Budidaya. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Jayamiharja, Joni B. Ahmad. 1977.
Diktat Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto.
Loveless, A.R . 1991 . Prinsip-prinsip
Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik . Penerbit PT. Gramedia : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar