Kamis, 15 Maret 2012

DAMPAK PENEBANGAN DAN KETERBUKAAN AREAL


TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan kumpulan dari tubuh alam di atas permukaan bumi yang mengandung beban hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Mengingat akan pentingnya arti tanah dalam proses produksi, adalah suatu keharusan untuk mencegah dan melindungi tanah dari segala bentuk kerusakan agar dapat dicapai produksi yang tinggi secara lestari.Tanah merupakan kumpulan tanah alam di atas permukaan bumi yang mengandung benda-benda hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman (Hamzah, 1983).
Hamzah (1983) juga berpendapat bahwa sifat fisik tanah hutan telah lama diyakini oleh para peneliti sebagai faktor yang penting dalam proses pertumbuhan tegakan. Tekstur tanah yang merupakan perbandingan relatif bobot fraksi psir, debu dan liat mempunyai pengaruh besar terhadap produktivitas dan daya guna suatu lahan. Tanah yang bertekstur kasar dan pasir bergaluh tidak dapat menyimpan air dan zat hara sehingga tidak memberikan hasil yang maksimal. Sebaliknya tanah yang bertekstur halus misalnya liat, liat berlempung atauliat berdebu mampu menyekap air dan zat hara. Dampak pemanenan kayu terhadap tanah akan mengakibatkan penurunan kesuburan tanah, yang disebabkan : (a) pemadatan tanah yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat berat, (b) keterbukaan permukaan tanah yang disebabkan oleh keterbukaan areal akibat penebangan, pembuatan jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, jalan angkutan dan penyaradan.
Ewel dan Cone (1978) dalam Idris (1987) mengemukakan, bahwa salah satu dampak fisik pada tanah hutan akibat pembalakan secara mekanis adalah terjadinya kompaksasi atau pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Tanah hutan yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kerapatan masa tanah (soil bulk density) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pembalakan. Tanah yang mempunyai zone kepadatan tinggi dapat menurunkan laju pergerakan air di dalam tanah sehingga aerasi tanah menjadi rendah. Pada pemadatan tanah terus-menerus dapat meningkatkan penetrasi tanah, sehingga perkembangan akar tanaman terganggu.
Menurut Hardjowigeno dalam Satori (1998), tanah dengan kerapatan isi yang besar berarti sulit meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman. Tetapi adanya perakaran ini akan membantu memperbaiki agregasi tanah, sehingga struktur tanah menjadi sarang dan menyebabkan meningkatnya jumlah ruang pori tanah, yang akhirnya dapat menurunkan kerapatan isi tanah. Peranan penting tumbuh-tumbuhan yaitu pada luas jaringan akarnya yang menembus tanah, cenderung membentuk agregat. Ketika akar mendesak terbentuklah agregat memadat yang terpisah antar yang satu dengan yang lainnya. Daun-daun vegetasi yang tumbuh dan sisa-sisa tanamannya, juga melindungi agregat di permukaan tanah terhadap gaya perusak air terutama dari pukulan butir-butir hujan, sehingga agregat-agregat tanah menjadi lebih mudah pecah jika terjadi pembukaan atau penghilangan penutup tanah dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya disebutkan bahwa pengaruh system tanaman pada tanah adalah fungsi dari aktivitas akarnya (kerapatan dan kedalaman akar serta kecepatan perkembangan akar), kerapatan dan kesinambungan tanaman penutup, cara dan jumlah pengolahan dan lalu lintas alat -alat pengolahan.
dampak tidak langsung pengaruhnya sangat besar bagi kesehatan hutan dataran rendah di masa depan. Penebangan sangat menghambat pertunasan (Appenah dan Mohd Rasol, 1995:258-263). Tanaman-tanaman ini tidak hanya harus menghadapi bahaya terinjak-injak, terluka, dan gangguan-gangguan lainnya yang disebabkan oleh penebangan, tetapi juga harus bersaing dengan spesies pionir yang tumbuh cepat yang dapat membuat tanaman tersebut kalah dalam bersaing mendapatkan cahaya matahari. Satu kajian menunjukkan bahwa penebangan kembali spesies pionir dan pemberian lubang di kanopi untuk memberi lebih banyak sinar matahari mampu meningkatkan ketahanan regenerasi Dipterocarp hingga 30%. Di daerah daerah yang tidak dikelola, Dipterocarp umumnya hanya menutup 25% dari total luas lahan basah (Kuusipalo dkk., 1997:209-219).
Dampak-dampak dari penebangan hutan-hutan ini jauh lebih besar daripada batasan-batasan yang diberikan dalam pemberian hak pengusahaan hutan. Salah satu karakteristik yang paling terlihat dari Dipterocarpaceae ini adalah pola reproduksinya, yang dikenal sebagai pembuahan massal (mast-fruiting). Setelah beberapa tahun, menjalani kegiatan reproduksi sedikit atau tidak sama sekali, hampir semua Dipterocarpaceae dan sampai 88 persen dari semua spesies kanopi memasuki periode induksi dan pembuahan yang cepat. Fenomena ini, yang pertama kali dideskripsikan oleh Dan Janzen, dikenal sebagai pembuahan massal. Janzen menyampaikan teori bahwa dengan berbuah secara sinkron, Dipterocarpaceae dapat membuat predator-predator senang karena pohon ini menyelimuti bijinya dengan buah dan memungkinkan sebagian besar bijinya dapat bertahan (Janzen, 1974:69-103; Janzen, 1970:501-528).
Muhdi dkk. (2006) berpendapat bahwa jumlah rata-rata pohon rusak per hektar akibat penebangan dengan teknik konvensional sebesar 35,6 pohon dimana dengan menebang 1 pohon merusakkan 5,95 pohon. Jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan penebangan teknik RITH sebesar 22,7 pohon/ha atau 1 pohon ditebang merusakkan 4,28 pohon. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemanenan kayu dengan teknik RITH dapat mengurangi/menekan jumlah kerusakan tegakan tinggal tiang dan pohon sebesar 1,65 pohon/ha atau 27,73 % dibandingkan dengan hasil yang diakibatkan kegiatan penebangan pada pemanenan kayu konvensional. Persentase rata-rata kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon akibat penyaradan teknik konvensional dan RITH didominasi oleh tipe kerusakan roboh sebesar 48,48 % dan 44,07 % dan patah batang sebesar 21,89 % dan 20,80 %.
Menurut Elias (1998) Tingkat kerusakan berat dalam penebangan RITH dan konvensional sebagian besar diakibatkan oleh tipe kerusakan roboh, patah batang dan patah tajuk/pucuk. Tipe kerusakan berupa patah batang dalam tingkat kerusakan berat keadaan pohonnya sudah tidak ada harapan untuk hidup atau mati dalam jangka waktu yang tidak lama. Batang mengalami patah dari 15 % hingga 75 % dari tingi bebas cabang bahkan terdapat beberapa pohon yang hampir rata dengan tanah disertai ujung batang hancur. Elias (1998) memperoleh hasil penelitian keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu pada dua areal HPH sebesar 27,79 % dan 32,02 %, hasil ini menunjukkan persentase yang hampir sama dengan keterbukaan tanah yang dihasilkan pada petak pemanenan kayu konvensional (32,47 %) dan lebih besar dari pada luas keterbukaan yang terjadi pada petak pemanenan kayu RITH (18,32 %).



















DAFTAR PUSTAKA

Appanah, S. and A.M. Mohd. Rasol. 1995. "Dipterocarp Fruit Dispersal and Seedling Distribution." Journal of Tropical Forest Science 8(2): 258-263.
Elias. 1998. Forest Harvesting Case Study : Reduced Impact Timber Harvesting in The Tropical Natural Forest in Indonesia. FAO. Rome.
Hamzah, Z. 1983. Ilmu Tanah Hutan. M Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB Bogor.
Idris, M.M. Pengaruh Penyaradan Kayu dengan Traktor Berban Ulat Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal, Pergeseran serta Pemadatan Tanah. Tesis Pascasarjana IPB Bogor.
Janzen, D.H. 1970. "Herbivores and the number of tree species in tropical forests." American Naturalist 104: 501-528.
Janzen, D.H. 1974. "Tropical blackwater rivers, animals and mast fruiting by the Dipterocarpaceae" Biotropica 4: 69-103.
Kuusipalo, J. et al. 1997. "Effect of gap liberation on the performance and growth of Dipterocarp trees in a logged-over rainforest. "Forest Ecology and Management 92: 209-219.
Muhdi, Elias, Sjafii Manan. 2006. dan Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah Dan Konvensional Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal Di Hutan Alam (Studi Kasus Di Areal Hph Pt. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat). Bogor: Jurnal Manajemen Hutan Tropika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger