TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
merupakan kumpulan dari tubuh alam di atas permukaan bumi yang mengandung beban
hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Mengingat akan pentingnya arti
tanah dalam proses produksi, adalah suatu keharusan untuk mencegah dan melindungi
tanah dari segala bentuk kerusakan agar dapat dicapai produksi yang tinggi
secara lestari.Tanah merupakan kumpulan tanah alam di atas permukaan bumi yang
mengandung benda-benda hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman (Hamzah,
1983).
Hamzah (1983) juga berpendapat
bahwa sifat
fisik tanah hutan telah lama diyakini oleh para peneliti sebagai faktor yang
penting dalam proses pertumbuhan tegakan. Tekstur tanah yang merupakan
perbandingan relatif bobot fraksi psir, debu dan liat mempunyai pengaruh besar
terhadap produktivitas dan daya guna suatu lahan. Tanah yang bertekstur kasar
dan pasir bergaluh tidak dapat menyimpan air dan zat hara sehingga tidak
memberikan hasil yang maksimal. Sebaliknya tanah yang bertekstur halus misalnya
liat, liat berlempung atauliat berdebu mampu menyekap air dan zat hara. Dampak
pemanenan kayu terhadap tanah akan mengakibatkan penurunan kesuburan tanah,
yang disebabkan : (a) pemadatan tanah yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat
berat, (b) keterbukaan permukaan tanah yang disebabkan oleh keterbukaan areal
akibat penebangan, pembuatan jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, jalan
angkutan dan penyaradan.
Ewel
dan Cone (1978) dalam Idris (1987) mengemukakan, bahwa salah satu dampak fisik
pada tanah hutan akibat pembalakan secara mekanis adalah terjadinya kompaksasi
atau pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Tanah hutan yang belum
mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas
yang lebih tinggi serta kerapatan masa tanah (soil bulk density) yang lebih
rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pembalakan. Tanah yang
mempunyai zone kepadatan tinggi dapat menurunkan laju pergerakan air di dalam
tanah sehingga aerasi tanah menjadi rendah. Pada pemadatan tanah terus-menerus
dapat meningkatkan penetrasi tanah, sehingga perkembangan akar tanaman
terganggu.
Menurut
Hardjowigeno dalam Satori (1998), tanah dengan kerapatan isi yang besar berarti
sulit meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman. Tetapi adanya perakaran
ini akan membantu memperbaiki agregasi tanah, sehingga struktur tanah menjadi
sarang dan menyebabkan meningkatnya jumlah ruang pori tanah, yang akhirnya
dapat menurunkan kerapatan isi tanah. Peranan penting tumbuh-tumbuhan yaitu
pada luas jaringan akarnya yang menembus tanah, cenderung membentuk agregat.
Ketika akar mendesak terbentuklah agregat memadat yang terpisah antar yang satu
dengan yang lainnya. Daun-daun vegetasi yang tumbuh dan sisa-sisa tanamannya,
juga melindungi agregat di permukaan tanah terhadap gaya perusak air terutama
dari pukulan butir-butir hujan, sehingga agregat-agregat tanah menjadi lebih
mudah pecah jika terjadi pembukaan atau penghilangan penutup tanah dalam jangka
waktu yang lama. Selanjutnya disebutkan bahwa pengaruh system tanaman pada
tanah adalah fungsi dari aktivitas akarnya (kerapatan dan kedalaman akar serta
kecepatan perkembangan akar), kerapatan dan kesinambungan tanaman penutup, cara
dan jumlah pengolahan dan lalu lintas alat -alat pengolahan.
dampak
tidak langsung pengaruhnya sangat besar bagi kesehatan hutan dataran rendah di
masa depan. Penebangan sangat menghambat pertunasan (Appenah dan Mohd Rasol,
1995:258-263). Tanaman-tanaman ini tidak hanya harus menghadapi bahaya
terinjak-injak, terluka, dan gangguan-gangguan lainnya yang disebabkan oleh
penebangan, tetapi juga harus bersaing dengan spesies pionir yang tumbuh cepat
yang dapat membuat tanaman tersebut kalah dalam bersaing mendapatkan cahaya
matahari. Satu kajian menunjukkan bahwa penebangan kembali spesies pionir dan
pemberian lubang di kanopi untuk memberi lebih banyak sinar matahari mampu
meningkatkan ketahanan regenerasi Dipterocarp hingga 30%. Di daerah daerah yang
tidak dikelola, Dipterocarp umumnya hanya menutup 25% dari total luas lahan
basah (Kuusipalo dkk., 1997:209-219).
Dampak-dampak
dari penebangan hutan-hutan ini jauh lebih besar daripada batasan-batasan yang
diberikan dalam pemberian hak pengusahaan hutan. Salah satu karakteristik yang
paling terlihat dari Dipterocarpaceae ini adalah pola reproduksinya, yang
dikenal sebagai pembuahan massal (mast-fruiting). Setelah beberapa
tahun, menjalani kegiatan reproduksi sedikit atau tidak sama sekali, hampir
semua Dipterocarpaceae dan sampai 88 persen dari semua spesies kanopi memasuki
periode induksi dan pembuahan yang cepat. Fenomena ini, yang pertama kali
dideskripsikan oleh Dan Janzen, dikenal sebagai pembuahan massal. Janzen
menyampaikan teori bahwa dengan berbuah secara sinkron, Dipterocarpaceae dapat
membuat predator-predator senang karena pohon ini menyelimuti bijinya dengan
buah dan memungkinkan sebagian besar bijinya dapat bertahan (Janzen,
1974:69-103; Janzen, 1970:501-528).
Muhdi
dkk. (2006) berpendapat bahwa jumlah rata-rata pohon rusak per hektar akibat
penebangan dengan teknik konvensional sebesar 35,6 pohon dimana dengan menebang
1 pohon merusakkan 5,95 pohon. Jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan
penebangan teknik RITH sebesar 22,7 pohon/ha atau 1 pohon ditebang merusakkan
4,28 pohon. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemanenan kayu dengan teknik RITH
dapat mengurangi/menekan jumlah kerusakan tegakan tinggal tiang dan pohon
sebesar 1,65 pohon/ha atau 27,73 % dibandingkan dengan hasil yang diakibatkan
kegiatan penebangan pada pemanenan kayu konvensional. Persentase rata-rata
kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon akibat penyaradan teknik
konvensional dan RITH didominasi oleh tipe kerusakan roboh sebesar 48,48 % dan
44,07 % dan patah batang sebesar 21,89 % dan 20,80 %.
Menurut
Elias (1998) Tingkat kerusakan berat dalam penebangan RITH dan konvensional
sebagian besar diakibatkan oleh tipe kerusakan roboh, patah batang dan patah
tajuk/pucuk. Tipe kerusakan berupa patah batang dalam tingkat kerusakan berat
keadaan pohonnya sudah tidak ada harapan untuk hidup atau mati dalam jangka
waktu yang tidak lama. Batang mengalami patah dari 15 % hingga 75 % dari tingi
bebas cabang bahkan terdapat beberapa pohon yang hampir rata dengan tanah
disertai ujung batang hancur. Elias (1998) memperoleh hasil penelitian
keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu pada dua areal HPH sebesar 27,79 % dan
32,02 %, hasil ini menunjukkan persentase yang hampir sama dengan keterbukaan
tanah yang dihasilkan pada petak pemanenan kayu konvensional (32,47 %) dan
lebih besar dari pada luas keterbukaan yang terjadi pada petak pemanenan kayu
RITH (18,32 %).
DAFTAR PUSTAKA
Appanah, S. and A.M. Mohd. Rasol. 1995.
"Dipterocarp Fruit Dispersal and Seedling Distribution." Journal of
Tropical Forest Science 8(2): 258-263.
Elias. 1998. Forest Harvesting Case
Study : Reduced Impact Timber Harvesting in The Tropical Natural Forest in
Indonesia. FAO. Rome.
Hamzah, Z. 1983. Ilmu Tanah Hutan. M
Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB Bogor.
Idris, M.M. Pengaruh Penyaradan Kayu
dengan Traktor Berban Ulat Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal, Pergeseran serta
Pemadatan Tanah. Tesis Pascasarjana IPB Bogor.
Janzen, D.H. 1970. "Herbivores and
the number of tree species in tropical forests." American Naturalist 104:
501-528.
Janzen, D.H. 1974. "Tropical
blackwater rivers, animals and mast fruiting by the Dipterocarpaceae"
Biotropica 4: 69-103.
Kuusipalo, J. et al. 1997. "Effect
of gap liberation on the performance and growth of Dipterocarp trees in a
logged-over rainforest. "Forest Ecology and Management 92: 209-219.
Muhdi, Elias, Sjafii Manan. 2006. dan Dampak Pemanenan Kayu Berdampak Rendah Dan
Konvensional Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal Di Hutan Alam (Studi Kasus Di
Areal Hph Pt. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat). Bogor: Jurnal Manajemen
Hutan Tropika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar