AGRITEK VOL. 17 NO. 3
MEI 2009 ISSN. 0852-5426
PENGELOLAAN HUTAN
RAKYAT BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN CIAMIS
Sustainable Social Forest Management in
The Ciamis Regency
Oleh:
Eming Sudiana
Dosen
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Nuhfil Hanani AR
Dosen Jurusan
SOSEK, FPUB
Bagyo Yanuwiadi
Dosen Jurusan
Biologi, FMIPA UB
Soemarno
Dosen Jurusan
Tanah, FPUB
ABSTRACT
The
main challenge in the management of social forest is how to develope it to get some contradictive goals
simultaneously. The private forest has to produce woods and food stuff to meet farmer daily needs,
but on the other hands it has also to maintain land quality to achieve
sustainable forest production in term of food stuff, woods, water and
microclimate. The aims of this study are to know the influence of the private forest
plant pattern by Ciamis farmers on plant diversity, productivity, carbon sink,
run off and erosion. From this study, we hope to have a rommendation on the
optimal management of private forest. The results showed that plant pattern of
the private forest has significant influence on plant diversity, carbon sink,
erosion and plant productivity. The private forest in Ciamis Regency can be optimized by
preparation of wood and crop density. The most suitable private forest in Ciamis Regency is that with teak wood
base. Private forest with teak wood base
developed in a 0.63 Ha land can minimize
erosion and run off until 17.65 ton/year and 208.06 m3/month
respectively, and produce woods of 2.08 m3/year and farmer income of
IDR 15,542,000/year and employ up
to 254 people.
Keywords:
sustainable, social forest, management
PENDAHULUAN
Hutan rakyat ialah hutan yang terdapat
di atas tanah yang dibebani hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha
dan hak pakai (Undang undang RI No.41, 1999). Hutan
rakyat dikembangkan pada tanah darat/kering. Tanah darat sangat peka terhadap
erosi. Apabila struktur dan komposisi tanaman tidak dikelola melalui pengaturan
pola tanam yang baik yakni keanekaragaman dan kerapatannya sangat rendah, serta
tidak memiliki keanekaragaman strata ketinggian pohon maka jika terjadi hujan
akan terjadi limpasan permukaan dan erosi. Tanah yang mengalami erosi
kesuburannya akan menurun. Apabila erosi terus berlangsung maka lahan menjadi
kritis. Pada lahan kritis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tidak
tersedia. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat dan produksi tanaman rendah
sehingga pendapatan petani pun menjadi rendah. Petani dengan pendapatan rendah
sangat sulit untuk dapat meningkatkan kesejahteraanya. Akibatnya, petani hutan
rakyat akan terus berada pada level di bawah garis kemiskinan. Keadaan tersebut
banyak terjadi pada lahan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Tanah kritis di
Kabupaten Ciamis mencapai 22.309 ha (Sukrianto, 2005) dengan sedimentasi ke
sungai Citanduy mencapai 5 juta m3/tahun (Yunus dan Dharmawan, 2005).
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya perubahan model pengelolaan lahan
darat untuk menekan laju erosi dan limpasan permukaan.
Salah satu pola rehabilitasi lahan
secara vegetasi adalah dengan membangun hutan rakyat. Melalui pembangunan hutan
rakyat akan terjadi peningkatan produktivitas lahan serta menunjang konservasi
tanah dan air (Andayani, 1995). Namun kendalanya ialah rata-rata luas
kepemilikan lahan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis relatif sempit yakni 0,86 ha
dengan kisaran antara 0,36 – 1,10 Ha (Yunus dan
Dharmawan. 2005). Pada lahan yang sempit tersebut petani harus
mendapatkan bahan-bahan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kendala lain yang dihadapi petani ialah rendahnya
tingkat pendidikan petani terutama dalam penguasaan teknologi budidaya hutan. Pengetahuan
yang dimiliki petani hutan rakyat adalah hasil budaya turun temurun, akibatnya
pengelolaan lahan dilakukan secara sederhana, baik dari segi pengaturan pola
tanam maupun teknologi konservasi (Sudiana, 2006).
Atas dasar kendala-kendala tersebut di
atas, maka masalah utama dalam pengelolaan hutan rakyat ialah bagaimana
mengembangkan hutan rakyat pada lahan yang sempit guna mencapai berbagai tujuan
yang saling bertentangan secara bersama-sama. Tujuan yang bertentangan tersebut
ialah di satu sisi hutan rakyat harus menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan petani sehari-hari dan sekaligus harus dapat memenuhi kebutuhan kayu.
Sedangkan di sisi lain petani harus memelihara kualitas lahan secara lestari
guna menghasilkan bahan pangan dan kayu secara berkelanjutan. Dengan kata lain
bagaimana mengelola hutan rakyat yang optimal dan berkelanjutan yang layak
secara ekonomi dan lingkungan, serta dapat diterima
secara sosial.
Mengelola hutan rakyat ialah suatu
bentuk pemanfaatan lahan yang optimal
pada suatu tapak (Andayani, 2003). Mengelola hutan rakyat merupakan usahatani
berbasis hutan dengan hasil berupa komoditas tanaman kehutanan (pepohonan/kayu)
dan tanaman pertanian (semusim/non-kayu). Komoditas tanaman pepohonan dan tanaman
semusim dipadukan baik secara serentak maupun rotasi. Perpaduan antara jenis tanaman
pepohonan dengan tanaman semusim tertentu pada hutan rakyat akan membentuk pola
tanam yang khas. Pola tanam hutan rakyat akan membentuk tajuk yang berlapis-lapis
dengan tingkat keragaman yang tinggi. Tajuk hutan rakyat yang berlapis-lapis
akan meningkatkan efektivitas pemanfaatan energi matahari serta penyerapan
karbon untuk membentuk biomasa dan bahan pangan. Disamping itu akan terjadi
penahanan erosi secara efektif serta terjadi penyaringan unsur hara.
Tingkat keragaman tanaman semusim dan
pepohonan yang tinggi pada hutan rakyat memberikan berbagai macam keuntungan. Beragamnya tanaman
pepohonan dapat menjamin keberlanjutan panen kayu karena umur daur yang berbeda
menghasilkan masa tebang yang berbeda. Sedangkan beragamanya tanaman semusim
akan menjamin pasokan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari (buah, sayur,
rempah-rempah dan bahan pangan lainnya). Disamping itu kegagalan panen dapat
dihindarkan. Apabila terjadi serangan hama/penyakit terhadap satu komoditas
maka masih ada komoditas lain yang dapat diandalkan. Oleh karena itu,
praktek-praktek pengelolaan hutan rakyat sudah selayaknya diubah kearah
pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya secara optimal
menuju ekosistem hutan rakyat lestari dan berkelanjutan (sustainable).
Pengelolaan hutan rakyat lestari
diutamakan untuk pengembangan ekonomi rakyat dengan memperhatikan aspek sosial,
budaya dan penyelamatan lingkungan. Dengan kata lain,
pengembangan hutan rakyat lestari dan berkelanutan harus memperhatikan
kelayakan ekologi / lingkungan, kelayakan pendapatan (eko-nomi) dan kelayakan
sosial yang dapat menjamin kebutuhan antar generasi.
Kelayakan secara ekologi
ialah mem-perhatikan berlangsungnya fungsi ekologi dan bahkan fungsi lingkungan
dari hutan rakyat. Fungsi ekologi dan lingkungan tersebut diantaranya ialah
bahwa hutan rakyat sebagai habitat tumbuhan dan hewan baik yang bermanfaat
maupun yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat harus tetap berjalan. Hutan
menyediakan tempat berkembangnya keragaman tumbuhan dan hewan. Semakin tinggi
tingkat keragaman hutan maka akan semakin memperkokoh kestabilan hutan.
Beragamnya tanaman hutan rakyat akan mempertinggi penyerapan karbon yang
diakumulasikan dalam biomassa, baik pada pepohonan, tanaman semusim maupun pada
tumbuhan bawah. Di samping itu, hutan rakyat berperan pula dalam mengendalikan
erosi dan aliran permukaan. Hutan rakyat harus dapat menyerapkan air hujan
lebih banyak ke dalam tanah sehingga limpasan permukaan dan erosi dapat
dikurangi. Dengan demikian ketersediaan air tanah dan kesuburan tanah dapat
terjaga dengan baik serta resiko banjir pada musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau dapat dikurangi.
Kelayakan ekonomi dari hutan
rakyat ialah terjaganya manfaat ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat
pengelolanya. Hutan rakyat harus dapat menyediakan beragam bahan (kayu dan non
kayu) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan harian, mingguan, bulanan dan
bahkan tahunan bagi masyarakat pengelolanya baik untuk generasi masa kini
maupun generasi yang akan datang.
Sedangkan kelayakan sosial ialah bahwa hutan dapat memberikan manfaat
sosial bagi masyarakat sekitar hutan berupa penyediaan lapagan kerja. Banyak
masyarakat sekitar hutan bergantung pada hutan sebagai buruh tani. Semakin baik
pengelolaan hutan rakyat maka akan semakin tinggi pula manfaat sosialnya.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas,
maka perlu dilakukan penelusuran ketiga manfaat hutan rakyat baik dari segi
ekonomi, sosial maupun lingkungan. Apabila ketiga manfaat hutan rakyat tersebut
masih rendah maka perlu dilakukan optimalisasi pengelolaan hutan rakyat guna
meningkatkan ketiga manfaat tersebut sebagai solusi dalam mengelola hutan
rakyat. Temuan diharapkan dari penelitian ini adalah terumuskannya rekomendasi
optimalisasi pendayagunaan sumberdaya lahan, tenaga kerja dan modal untuk
meningkatkan produktivitas lahan hutan rakyat. Apabila hasil penelitian ini
diaplikasikan oleh masyarakat petani hutan rakyat, maka akan terbangun hutan
rakyat yang berkelanjutan yang ditandai dengan tingginya pendapatan petani
hutan rakyat sebagai perolehan manfaat ekonomi, rendahnya limpasan permukaan
dan erosi sebagai perolehan manfaat lingkungan, serta tingginya penyerapan
tenaga kerja sebagai perolehan manfaat sosial. Oleh karena itu, praktek-praktek
pengelolaan hutan rakyat sudah selayaknya diubah kearah pengelolaan yang
berorientasi pada seluruh potensi sumber daya secara optimal menuju ekosistem
hutan rakyat lestari dan berkelanjutan (sustainable).
Berdasarkan latar belakang
dan perumusan masalah tersebut di atas maka dapat diajukan permasalahan
penelitian sebagai berikut: (1) Apakah
perbedaan pola tanam hutan rakyat berpengaruh secara signifikan pada tingkat
keragaman tanaman, produktivitas persatuan lahan, karbon tersimpan, limpasan permukaan dan
erosi aktual; (2) Apakah terdapat hubungan antara tingkat keragaman tanaman
penyusun hutan rakyat dengan produktivitas persatuan lahan, karbon tersimpan,
limpasan permukaan dan erosi aktual; (3) Sudah optimalkah hutan
rakyat yang dikembangkan oleh petani di Kabupaten Ciamis ditinjau dari aspek
lingkungan, ekonomi dan sosial; (4) Pola hutan rakyat optimal seperti apakah
yang dapat membentuk hutan rakyat berkelanjutan agar memberikan keuntungan yang
maksimal baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui
pengaruh pola tanam hutan rakyat yang dikembangkan oleh petani di Kabupaten
Ciamis terhadap tingkat keanekaragaman tanaman, produktivitas persatuan lahan,
karbon tersimpan, erosi dan limpasan permukaan; (2) Menganalisis hubungan
antara tingkat keanekaragaman tanaman penyusun hutan rakyat dengan
produktivitas persatuan lahan, karbon tersimpan, limpasan permukaan dan erosi
aktual; (3) Menganalisis optimalisasi pola
hutan rakyat yang telah dikembangkan oleh petani ditinjau dari aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan; (5) Mendapatkan pola hutan rakyat optimal yang
dapat memberikan keberlanjutan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan, mening-katkan
karbon tersimpan, serta mampu menekan laju erosi dan limpasan permukaan.
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan pada saat musim hujan yaitu bulan November 2008 sampai Maret 2009.
Penetapan waktu penelitian tersebut didasarkan atas pertimbangan dalam upaya
mendapatkan data limpasan permukaan dan erosi tanah. Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan rakyat yang
berada di wilayah administratif Pemerintah Kabupaten Ciamis. Wilayah Ciamis
berada pada ketingian 0- 2000 mdpl, yang terbentang dari bagian utara, tengah dan selatan. Wilayah utara
merupakan dataran tinggi berbukit, dengan kemiringan lahan antara 15% - 40%.
Bagian tengah dan selatan ialah dataran rendah, sebagian kecil bergelombang
dengan kemiringan lahan 15–40 % dan sebagian kecil lagi adalah pesisir relatif landai
dengan kemiringan 0-15%. Pengembangan
hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dibagi ke dalam 6 (enam) Sub Wilayah
Pengembangan (SWP) yaitu 1) SWP Kawali (yang terdiri atas 7 keca-matan), 2) SWP Ciamis (10 kecamatan), 3) SWP Rancah (5 kecamatan), 4)
SWP Banjarsari (7 kecamatan), 5) SWP Pangandaran (3 kecamatan), dan 6) SWP
Cijulang (4 kecamatan). Wilayah yang digunakan untuk lokasi penelitian
ditentukan secara purposive. Setiap SWP hutan rakyat tersebut dipilih satu
kecamatan sebagai lokasi penelitian tingkat kecamatan atas dasar kecamatan
tersebut memiliki hutan rakyat terluas, kemudian dengan pertimbangan yang sama,
pada setiap kecamatan terpilih selanjutnya dipilih satu desa sebagai lokasi
penelitian tingkat desa. Pada
setiap desa sampel terpilih kemudian ditentukan hutan rakyat sebagai lokasi
pengambilan sampel lapangan dan petani responden.
Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode survey. Variabel yang
diteliti meliputi variabel lingkungan, ekonomi dan sosial. Variabel lingkungan
terdiri atas limpasan permukaan, erosi, dan keanekaragaman tanaman penyusun
hutan rakyat. Variabel ekonomi terdiri atas produktivitas tanaman tahunan dan
semusim serta pendapatan petani dari komoditas tanaman pepohonan dan tanaman
semusim. Sedangkan variabel sosial yang diteliti adalah jumlah penyerapan
tenaga kerja pertanian.
Erosi dan
limpasan permukaan diukur dalam plot erosi dengan jumlah peng-amatan sebanyak
10 kali kejadian hujan. Limpasan permukaan untuk setiap kejadian hujan dihitung
dengan persamaan seperti yang pernah dilakukan oleh Junaidi (2003) sebagai
berikut:
Qplot
= (100/C) x Vc
dimana: Qplot = limpasan permukaan plot (l); Vc
= volume limpasan dalam run off kolektor (l);
C = faktor kalibrasi chinometer.
Sedangkan
erosi dihitung menggu-nakan persamaan berikut (Asdak, 2002):
Splot
= Qplot x Cc
dimana: Splot
= berat sedimen dalam plot (g); Qplot = limpasan permukaan dalam
plot (l); Cc = konsentrasi
sedimen pada run off kolektor (g/l)
Keanekaragaman tanaman,
biomasa dan cadangan karbon tanaman penyusun hutan rakyat diukur dengan metode
kuadrat. Kuadrat ditempatkan pada setiap pola tanam yang sedang diukur. Luas kuadrat yang digunakan terdiri atas empat macam yakni
disesuaikan dengan besarnya diameter batang tanaman. Pohon berdiameter >20
cm diukur pada petak besar ukuran 2000 m2. Di dalam petak besar
tersebut dibuat sub petak ukuran 200 m2 untuk mengukur pohon
berdiameter 5-20 cm dan dibuat sub-sub petak ukuran 4m2 dan 0,25 m2
untuk mengukur tanaman semusim dan tumbuhan liar/herba.
Data yang
diambil dalam kuadrat terdiri atas jumlah jenis tanaman, jumlah individu setiap
jenis tanaman, diameter batang setinggi dada, tinggi pohon dan berat jenis
kayu. Berdasarkan data tersebut kemudian dihitung indeks diversitas, berat
kering biomassanya, dan cadangan karbon. Diversitas (keanekaragaman) tanaman
penyusun hutan rakyat dihitung menggunakan indeks Shannon-Wiener (Smith, 1990),
dengan rumusan sebagai berikut:
S
H’ = - ∑ (pi) (log2pi)
i=1
dimana : H’ = tingkat
keanekaragaman jenis; pi = ni/N;
ni = jumlah individu jenis ke i; N =
total individu seluruh jenis.
Biomasa tanaman
dihitung menggu-nakan rumusan Ketterings (2001) sebagai berikut:
1. pohon bercabang : 0,11 p D2,62
2. pohon tidak bercabang : л p H
D2/40
dimana: D =
diameter pohon (cm); H =
tinggi pohon (cm); p = berat jenis kayu (g/cm3).
Sedangkan jumlah
cadangan karbon diukur dari biomassa tanaman. Jumlah karbon tersimpan
diestimasi dengan menggunakan rumusan yang digunakan Hairiah dan Rahayu (2007)
sebagai berikut:
Berat kering
biomassa (kg/ha) x 0,46
dimana: 0,46 = kandungan karbon
dalam biomassa tanaman.
Data ekonomi dan
sosial didapatkan dengan cara wawancara dengan petani responden pemilik hutan
rakyat. Jumlah petani responden ditentukan dengan rumusan Sugiarto, et al. (2003) sebagai berikut:
dimana : n = ukuran sampel; p = proporsi duga; N.=
ukuran populasi; d = toleransi
penyimpangan; Z = sebaran normal.
Perhitungan
ukuran sampel tersebut menggunakan proporsi duga (p) 76%. Hal ini didasarkan
atas perhitungan proporsi duga antara rumah tangga
tani dengan rumah tangga populasi, dimana rumah tangga tani di Kabupaten Ciamis
sebanyak 76% dengan toleransi penyimpangan proporsi rumah tangga tani
(d) sebesar 10%, sehingga proporsi rumah tangga tani berkisar antara 66% -
86%. Nilai sebaran normal (Z) sebesar
1,96 pada taraf kepercayaan 95%.
Data ekonomi
terdiri atas produktivitas tanaman pepohonan dan tanaman semusim pada setiap
pola tanam. Sedangkan data sosial adalah jumlah tenaga kerja yang dapat
diserap per tahun pada setiap pola
tanam.
Data
dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), regresi dan Multiple Goal Programming.
Sidik ragam digunakan untuk mengetahui pengaruh pola tanam terhadap erosi,
limpasan permukaan, cadangan karbon, produktivitas tanaman serta pendapatan
petani. Analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara diversitas tanaman
dengan variabel lain yang diteliti seperti erosi, limpasan permukaan, cadangan
karbon, produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Goal programming digunakan
untuk menganalisis optimal tidaknya pengelolaan hutan rakyat serta mencari
solusi pengelolaan yang paling optimal.
Goal
atau tujuan optimasi dalam penelitian terdiri atas 8 tujuan yaitu:
(1) meminimalkan
erosi,
(2) meminimalkan
limpasan permukaan,
(3) meningkatkan produktivitas tanaman
tahunan/pepohonan,
(4) meningkatkan produktivitas tanaman
semusim,
(5) meningkatkan pendapatan patani dari
tanaman tahunan/pohon,
(6) meningkatkan pendapatan petani dari tanaman
semusim,
(7) meningkatkan
karbon tersimpan, dan
(8) meningkatkan
penyerapan tenaga kerja pertanian.
Oleh
karena itu model operasional analisis Multiple Goal Programming yang digunakan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Min = W1(d1++d1-)
+ W2(d2++d2-) + W3(d3++d3-)
+ W4(d4++d4-) + W5(d5++d5-)
+ W6(d6++d6-) + W7(d7++d7-) + W8(d8++d8-)
1
ΣWj-8(d8-8-+dj-8-)
J=i
dimana: W1 = Bobot meminimalkan
erosi sebagai tujuan ke 1; W2 = Bobot meminimalkan limpasan permukaan sebagai tujuan
ke 2; W3 = Bobot meningkatkan
produktivitas tanaman tahunan sebagai tujuan ke 3; W4 = Bobot meningkatkan produktivitas tanaman
semusim sebagai tujuan ke 4; W5 = Bobot meningkatkan pendapatan dari pepohonan
sebagai tujuan ke 5 ; W6 = Bobot meningkatkan pendapatan dari
tanaman semusim sebagai tujuan ke 6 ; W7 = Bobot meningkatkan
cadangan karbon sebagai tujuan ke 7 ; Wj-8
= Bobot meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian sebagai tujuan ke j-8 dimana j = 1,2,3,..n
HASIL-HASIL
PENELITIAN
Pola Tanam Hutan
Rakyat
Hasil penelitian
mendapatkan 9 basis pola tanam yaitu pola tanam hutan rakyat berbasis tanaman
sengon, mahoni, jati, karet, tanaman serbaguna, tanaman semusim, coklat,
kapulaga dan kopi. Pola tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis sebagai klimaks
dari hasil pengelolaan oleh petani lebih mengarah kepada keseim-bangan antara
sistem kebun dengan sistem hutan. Hal tersebut tampak dari jenis tanaman yang
dominan. Jenis tanaman yang dominan adalah tanaman kehutanan dan perkebunan.
Meskipun demikian didapatkan juga pola tanam yang mengarah pada sistem agroforestri
namun ciri khas hutan tetap menonjol yakni masih banyaknya tanaman kehutanan
dan atau tanaman MPTS. Petani banyak menanam tanaman pepohonan pada lahan
tanaman pokok perkebunan maupun tanaman semusim dengan tujuan memberikan
naungan pada tanaman pokoknya dari terik matahari.
Tumbuhan bawah
(tanaman liar) pada setiap pola tanam secara visual cenderung berbeda. Tumbuhan
bawah yang paling rapat terdapat pada pola tanam berbasis jati, kemudian
diikuti oleh pola tanam MPTS dan pola tanam berbasis kapulaga. Sedangkan yang
paling jarang terdapat pada pola tanam berbasis coklat, karet dan sengon.
Jarangnya tumbuhan bawah pada pola tanam berbasis coklat, karet dan sengon
disebabkan petani lebih memilih model pengelolaan perkebunan. Petani lebih
menganggap bahwa tumbuhan bawah ialah gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman pokok melalui kompetisi nutrisi, sehingga petani melakukan penyiangan
dengan harapan tidak terjadi kompetisi nutrisi/unsur hara antara tanaman pokok
dengan tumbuhan bawah.
Analisis varian
(ANOVA), menunjuk-kan bahwa pola tanam yang dikembangkan oleh petani
berpengaruh nyata terhadap diversitas tanaman, cadangan karbon, erosi serta
produktivitas tanaman. Sedangkan terhadap limpasan permukaan tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa dominansi
suatu jenis tanaman pada suatu lahan, secara ekologis akan memberikan pengaruh
yang berbeda-beda terhadap lingkungan sekitarnya. Telah banyak dibuktikan bahwa
dominasi suatu jenis vegetasi akan memberikan iklim mikro dan keadaan tanah
yang berbeda. Demikian pula terhadap faktor lingkungan lainnya seperti daya
menahan air hujan maupun erosi. Keadaan ini tampaknya terjadi pula pada hutan
rakyat di Kabupaten Ciamis.
Berdasarkan
nilai erosi yang diperbolehkan (ETol), hanya didapatkan 3 pola tanam yang
optimal, yaitu pola tanam berbasis tanaman jati, mahoni dan tanaman serbaguna
(MPTS) dengan nilai erosi masing-masing 17,675,
20,161 dan 25,168 ton/ha/tahun. Sedangkan pola tanam lainnya masih lebih
tinggi dari erosi yang diperbolehkan. Limpasan
permukaan pada umumnya masih tinggi. Limpasan permukaan tertinggi terdapat pada
pola tanam tanaman semusim dan karet (1191,383 dan 1163,453 m3/bulan),
dan terendah pada pola tanam jati (208,0626 m3/bulan).
Produktivitas
hutan rakyat di kabupaten Ciamis berada pada kisaran yang mendekati target produktivitas
hutan sekunder pada umumnya kecuali pada pola tanam jati yakni masih jauh dari
target produktivitas hutan sekunder (2,17 m3/ha/th dibanding target
8,40 m3/ha/th). Demikian juga dengan cadangan karbon (21,1199 Mg/ha sampai 98,0281
Mg/ha). Angka cadangan karbon tersebut masih jauh lebih rendah bila
dibanding dengan hutan alami (254 Mg/ha) maupun hutan sekunder (176 Mg/ha).
Data tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat di kabupaten Ciamis masih perlu
dikembangkan lagi.
Tabel 1. Pengaruh pola tanam hutan
rakyat terhadap diversitas tanaman,
produktivitas persatuan lahan, limpasan permukaan, erosi dan cadangan karbon *)
Pola Tanam
|
Diversitas Total
|
Produktivitas Tan. Tahunan (m3/ha/thun)
|
Produktivitas Tan.
Semusim (kg/ha/tahun)
|
Limpasan Permukaan
(m3/ha/bulan)**)
|
Erosi (ton/ha/tahun)
|
Cadangan Karbon (Mg/ha)
|
Sengon
|
1,64c
|
13,31
b
|
Tidak dibudidaya
|
480,9019
|
35,877378ab
|
33,1407ab
|
Mahoni
|
1,85e
|
15,31
b
|
Tidak
dibudidaya
|
874,8098
|
20,161088a
|
46,9151ab
|
Jati
|
1,65c
|
2,76 a
|
733,09a
|
208,0626
|
17,674626a
|
98,0281b
|
Karet
|
1,07a
|
11,82
b
|
1571,30a
|
1163,453
|
30,090626a
|
39,5712ab
|
MPTS
|
2,17f
|
13,57
b
|
3.129,88a
|
897,8116
|
25,168a
|
83,4249ab
|
Tan. Semusim
|
1,86e
|
11,10
b
|
14.345,64b
|
1191,383
|
65,754688b
|
21,1199a
|
Coklat
|
1,95e
|
13,79
b
|
175,39a
|
1075,719
|
37,728002ab
|
32,1187ab
|
Kapulaga
|
1,68d
|
15,64
b
|
345,30a
|
712,6084
|
32,768002ab
|
20,4914a
|
Kopi
|
1,29b
|
12,89
b
|
346,56a
|
822,2782
|
32,549378ab
|
45,0737ab
|
*) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata
**) Pengaruh
pola tanam terhadap limpasan permukaan tidak berbeda nyata
Diversitas Tanaman Penyusun Hutan Rakyat
Diversitas
(keanekaragaman) tum-buhan memiliki korelasi yang cukup berarti dengan
produktivitas tanaman tahunan dan limpasan permukaan. Di-versitas tumbuhan
mampu menjelaskan ragam produktivitas tanaman tahunan sebesar 53,10%, sedangkan
terhadap ragam limpasan permukaan sebesar 82,70%. Walaupun nilainya relatif
masih rendah, diversitas tumbuhan berkontribusi pula terhadap peningkatan
prduktivitas tanaman semusim, penurunan erosi dan cadanga karbon, masing-masing
sebesar 21,34%, 17,31% dan 16,70%. Gambaran kontribusi diversitas tumbuhan terhadap
variabel lain tampak pada gambar sebagai berikut.
Optimasi Hutan
Rakyat Eksisting
Hasil analisis
optimasi berdasarkan kondisi eksisting dapat digeneralisasi bahwa hutan rakyat
yang dikembangkan di kabupaten Ciamis belum sesuai dengan tujuan lingkungan,
ekonomi dan sosial. Sehingga keberlanjutan manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungannya perlu dikhawatirkan. Apabila kodisi dan teknologi pengelolaan
hutan rakyat seperti keadaan sekarang maka diprediksi akan terjadi penambahan
deviasi (d+) erosi dan limpasan permukaan sebesar 15 kali lipat dari
erosi yang diperbolehkan. Sedangkan penambahan deviasi (d+)
produktivitas dan pendapatan petani hanya terjadi pada tanaman mahoni, pisang,
aren, dukuh dan petai. Produktivitas tanaman lain tidak terjadi kenaikan akan
tetapi sebaliknya yakni terjadi penurunan deviasi (d-) dari target
yang ditetapkan. Artinya, peningkatan sebagaian kecil produktivitas tidak
diimbangi dengan terjadinya kenaikan erosi dan limpasan permukaan serta
penurunan produktivitas dan pendapatan dari tanaman lain. Untuk meningkatkan
produktivitas tanaman mahoni, pisang, aren, dukuh dan petai masing-masing
sebesar 11,79 m3/tahun, 1.323,89 kg/tahun, 1.123,15 kg/tahun, 259,98
kg/tahun, dan 252,48 kg/tahun harus dihadapkan dengan
resiko terjadinya peningkatan erosi dan limpasan permukaan masing-masing
sebesar 461,52ton/ha/tahun dan 15.696,98m3/ha/bulan. Disamping itu,
beresiko terhadap penurunan produktivitas tanaman jati sebesar 3,34 m3/tahun,
coklat 244,78 kg/tahun, kapulaga 931,60 kg/tahun dan kopi 700,29 kg/tahun.
Kemudian diikuti pula oleh terjadinya penurunan pendapatan petani, meskipun
tampaknya terjadi kenaikan penyerapan tenaga kerja pertanian sebesar 36,64
HOK/tahun dan kenaikan cadangan karbon sebesar 626,01 Mg/ha.
Atas
dasar hal tersebut, maka hutan rakyat di Kabupaten Ciamis perlu dilakukan
upaya-upaya perbaikan pengelolaan. Upaya tersebut tentunya yang mengarah pada
pencapaian tujuan utama pengelolaan hutan rakyat yaitu untuk menekan seminimal
mungkin erosi dan limpasan permukaan, baru kemudian meningkatkan tujuan ekonomi
dan sosial. Sebab dengan langkah tersebut, maka kesuburan
tanah dan ketersediaan air dapat dipertahankan. Tanah subur dengan air yang
cukup tersedia pada lahan hutan rakyat akan terbangun ekosistem hutan rakyat
yang sehat yang sekaligus dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan
petani pengelola hutan rakyat. Dengan kata lain, apabila tujuan lingkungan
(menurunkan erosi dan debit limpasan permukaan) dapat dicapai maka tujuan
ekonomi (meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani) dan bahkan sosial
pun (meningkatkan penye-rapan tenaga kerja) dapat dicapai pula.
Solusi Optimal Pengelolaan Hutan Rakyat
Atas
dasar hasil analisis optimasi pada kondisi eksisting tersebut di atas, maka
diperlukan upaya optimasi dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki petani.
Solusi optimasi yang diusulkan dalam penelitian ini ialah dengan cara penyusunan
skenario melalui perbaikan kerapatan tanaman dengan mempri-oritaskan
meminimalkan erosi dan lim-pasan permukaan serta dibatasi oleh kendala
keterbatasan modal dan luas lahan yang dimiliki petani. Hasil analisis melalui
skenario perbaikan kerapatan tanaman penyusun hutan rakyat serta dengan tujuan
memprioritaskan menurunkan erosi dan limpasan permukaan, menunjukkan bahwa
pengelolaan yang optimal di Kabupaten Ciamis dapat dicapai (Tabel 2).
Tabel 2. Solusi
optimal pengelolaan hutan rakyat melalui perbaikan kerapatan tanaman
Jenis Tanaman
|
Jumlah
Tanaman Pepohonan (pohon/ha)
|
Hasil
Optimasi dr Tujuan
|
||||
Eksisting
|
Eksisting
|
Eksisting
|
Erosi
|
Limpasan
|
||
Pola Tanam Sengon
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Sengon
|
499,470
|
249,531
|
749,001
|
||
2
|
Mahoni
|
52,410
|
124,766
|
177,176
|
||
3
|
Jati
|
124,170
|
83,177
|
207,347
|
||
Pola Tanam Mahoni
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Mahoni
|
165,000
|
283,490
|
448,49
|
||
2
|
Jati
|
50,000
|
41,609
|
91,609
|
||
3
|
Manglid
|
12,00
|
10,059
|
22,059
|
||
Pola Tanam Jati
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Sengon
|
293,00
|
216,433
|
509,433
|
||
2
|
Jati
|
232,00
|
513,001
|
745,001
|
||
3
|
Pisang
|
293,00
|
102,973
|
395,973
|
||
Pola Tanam Karet
|
|
|
|
Optimal
|
Belum
Optimal
|
|
1
|
Karet
|
833,840
|
226,690
|
1060,53
|
||
2
|
Aren
|
21,910
|
21,317
|
43,227
|
||
3
|
Mahoni
|
96,380
|
93,770
|
190,15
|
||
Pola Tanam MPTS
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Dukuh
|
152,180
|
67,800
|
219,980
|
||
2
|
Duren
|
26,290
|
89,106
|
115,396
|
||
3
|
Kelapa
|
61,00
|
27,177
|
88,177
|
||
Pola Tanam Semusim
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Pisang
|
35,640
|
167,872
|
203,512
|
||
2
|
Dukuh
|
10,880
|
50,362
|
61,242
|
||
3
|
Petai
|
7,620
|
83,936
|
91,556
|
||
Pola Tanam Coklat
|
|
|
|
Optimal
|
Optimal
|
|
1
|
Coklat
|
313,263
|
80,761
|
394,024
|
||
2
|
Sengon
|
231,387
|
86,041
|
317,428
|
||
3
|
Petai
|
17,318
|
24,170
|
41,488
|
||
Berbasis Kapulaga
|
|
|
|
Optimal
|
Belum
Optimal
|
|
1
|
Sengon
|
324,250
|
208,199
|
532,449
|
||
Berbasis Kopi
|
|
|
|
Optimal
|
Belum
Optimal
|
|
1
|
Kopi
|
274,400
|
238,539
|
512,939
|
||
2
|
Sengon
|
19,100
|
16,726
|
512,939
|
Melalui
perbaikan kerapatan tanaman, hutan rakyat dapat dikelola secara optimal pada
lahan seluas 0,3357 sampai 1,00 ha. Hutan rakyat seluas tersebut apabila
dikelola secara optimal, dapat menurunkan erosi dan debit limpasan permukaan
sampai pada tingkat minimal, yakni masing-masing sebesar 43,67789 ton/ha dan 791,383 m3/ha.
Produktivitas tanaman pepohonan dan tanaman semusim dapat dicapai masing-masing
antara 1,037401 – 10,9813 m3/tahun dan
290 kg – 2236246,49 kg/tahun. Pendapatan
petani dari tanaman pepohonan dan tanaman semusim dapat dicapai masing-masing
antara Rp. 474.010 – Rp 8845084 dan Rp 217.500,00 – Rp 28.781.107,25 (Tabel 2).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk pengembangan hutan
rakyat di Kabupaten Ciamis adalah 0,82 ha dengan kisaran antara 0,36 ha sampai
1,10 ha. Petani dengan luas lahan sempit cenderung mengelolanya ke arah pola
tanam hutan rakyat monokultur sedangkan pada lahan luas cenderung dikelola
dengan model campuran seperti pola tanam berbasis tanaman semusim dan tanaman
ser-baguna (MPTS) ataupun perkebunan campuran seperti pola tanam karet, coklat,
kapulaga dan kopi.
2. Di
Kabupaten Ciamis dapatkan 9 jenis pola tanam hutan rakyat yaitu:
1. Pola tanam hutan rakyat
berbasis sengon
2. Pola tanam hutan rakyat
berbasis mahoni
3. Pola tanam hutan rakyat
berbasis jati
4. Pola tanam hutan rakyat
berbasis karet
5. Pola tanam hutan rakyat
berbasis tanaman MPTS
6. Pola tanam hutan rakyat
berbasis berbasis tanaman semusim
7. Pola tanam hutan rakyat
berbasis berbasis coklat
8. Pola tanam hutan rakyat
berbasis kapulaga
9. Pola tanam hutan rakyat
berbasis kopi.
Pola tanam hutan
rakyat berpengaruh nyata terhadap variabel lingkungan seperti diversitas total
tanaman, ca-dangan karbon, erosi, serta pro-duktivitas tanaman pepohonan mau-pun
tanaman semusim. Sedangkan terhadap limpasan permukaan tidak berbeda nyata. Diversitas total tertinggi terdapat pada pola
tanam MPTS yakni sebesar 2,17 sedangkan yang paling rendah pada pola tanam
berbasis Karet (1,07). Produktivitas hutan rakyat di kabupaten Ciamis berada
pada kisaran yang mendekati target produktivitas hutan sekunder pada umumnya.
Produktivitas tanaman pepohonan tertinggi berada pada pola tanam berbasis
mahoni. Produktivitas tanaman semusim tertinggi terdapat pada pola tanam
berbasis tanaman semusim.
3.
Antara diversitas tanaman dengan
produktivitas memiliki korelasi yang erat dengan bentuk persamaan regresi LogY1
= 1,059+0,485X1-0,405X2+0,001X3.
Diversitas
tanaman memiliki regresi yang kuat pula dengan limpasan permukaan dengan model
persamaan LogY3 = 3,009 +0,450X1-0,516X2+0,001X3.
Hutan rakyat memiliki potensi yang cukup besar dalam menyerap karbon dan
menyimpannya sebagai cadangan karbon dalam bentuk biomassa. Cadangan karbon
hutan rakyat di kabupaten Ciamis berkisar antara 21,1199 Mg/ha pada pola tanam berbasis tanaman
semusim sampai 98,0281 Mg/ha pada pola tanam jati.
4.
Hutan rakyat yang dikembangkan oleh
petani responden di kabupaten Ciamis pada kondisi eksisting belum sesuai dengan
tujuan lingkungan, serta hanya mampu meningkatkan pendapatan petani dari
tanaman mahoni, jati dan pisang. Rata-rata limpasan permukaan dan erosi masih
di atas nilai limpasan ideal dan erosi yang diperbolehkan. Limpasan permukaan
berkisar antara 208,06 sampai 1.191,38 m3/ha/bulan. Erosi aktual
antara 17,67 sampai 65,75 ton/ha/th. Hanya didapatkan tiga jenis pola tanam
yang telah sesuai dengan kaidah erosi dan limpasan permukaan, yaitu pola tanam
berbasis tanaman jati, pola tanam berbasis mahoni dan pola tanam berbasis
tanaman serbaguna (MPTS). Nilai erosi pada ketiga pola tanam tersebut
masing-masing sebesar 17,674626 m3, 20,161088 m3 dan
25,1680 m3. Penyerapan tenaga kerja masih rendah dibanding dengan
jumlah tenaga kerja yang tersedia.
5. Pengelolaan
hutan rakyat di kabupaten Ciamis apabila dilanjutkan dengan teknologi yang ada
sekarang (kondisi eksisting), akan terjadi penambahan deviasi (d+)
erosi dan limpasan permukaan sebesar 15 kali lipat dari erosi yang
diperbolehkan serta akan menurunkan produktivitas dan pendapatan petani dari
jenis tanaman sengon, karet, coklat, kapulaga dan kopi. Peningkatan deviasi (d+)
produktivitas dan pendapatan petani hanya terjadi pada tanaman mahoni, pisang,
aren, dukuh dan petai. Peningkatan produktivitas dan pendapatan petani, tidak
seimbang dengan prediksi timbulnya kerugian akibat peningkatan erosi dan
limpasan permukaan.
6. Pengelolaan
hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dapat dioptimasi melalui skenario
perbaikan/penambahan kerapatan tanaman utama maupun pendukungnya. Melalui
skenario perbaikan kerapatan tanaman pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten
Ciamis mampu menekan erosi dan limpasan permukaan sampai di bawah nilai erosi
dan limpasan permukaan yang diperbolehkan/ideal serta mampu mempertahankan
produktivitas, pendapatan petani,
cadangan karbon serta penyerapatan tenaga kerja dengan nilai minimal sama
dengan kondisi eksisting.
7. Pengelolaan
hutan rakyat pola tanam berbasis tanaman jati adalah pola tanam yang paling
optimal dibanding pola tanam lainnya serta paling layak dilihat dari tujuan
menekan erosi dan limpasan permukaan, meningkatkan produktivitas, pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja.
Saran – saran
Pengelolaan
hutan rakyat perlu mem-pertimbangkan keberlanjutan kesuburan tanah. Oleh karena
itu diperlukan upaya konservasi untuk menjaga tanah agar terhindar dari erosi
dan limpasan permukaan. Perbaikan teknologi yang menuju pada upaya konservasi perlu
diterapkan dengan baik, karena lahan yang terhindar dari erosi dan limpasan
permukaan dapat menjamin keberlangsungan usaha hutan rakyat.
Diversitas dan
kerapatan tanaman pepohonan serta tanaman pendukung hutan rakyat baik tanaman
semusim maupun tumbuhan bawah perlu dikelola dengan baik, karena mampu
melindungi tanah dari erosi dan limpasan permukaan. Guna menghindari persepsi
negatif masyarakat tentang efek tumbuhan bawah yang dianggap gulma oleh petani
terhadap tanaman pokok, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengganti
tumbuhan bawah oleh tanaman yang memiliki habitus, fenologi dan fungsi ekologis
seperti tumbuhan bawah. Penelitian tersebut dapat diarahkan pada kemampuan
bertahan dibawah naungan, namun dapat menghasilkan manfaat langsung bagi petani.
Hasil
optimalisasi hutan rakyat tidak akan bermanfaat secara nyata di lapangan apabila
seluruh stakeholders terutama petani dan pemerintah daerah tidak melaksanakan dan
mempraktekan rekomendasi dan solusi optimal yang diusulkan. Oleh karena itu
diperlukan upaya dari pemerintah daerah untuk terus memotivasi dan mentransfer
teknologi mengelola hutan rakyat guna mengasilkan hutan rakyat yang layak dari
segi lingkungan, ekonomi dan sosial menuju pada pengelolaan yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani. 1995. Hutan Rakyat dan
Peranannya dalam Pembangunan Daerah. Majalah Kehutanan Indonesia. No.6.p:
32-46.
Andayani. 2003. Strategi Peningkatan
Efisiensi Usaha Perhutanan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat, Vol. V(1). p: 17-29.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogjakarta.
Hairiah, K dan S. Rahayu. 2007.
Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World
Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia Regional Office. Bogor.
Junaidi, M.F. 2003. Upaya Konservasi
Tanah Dan Air di Hutan Jati: Pengukuran dan Aplikasi Model untuk Pengelolaan
Limpasan Permukaan dan Erosi pada Skala Plot di Daerah Aliran Waduk (DAW)
Gondang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang.
Ketterings, Q.M., R. Coe, M. Van
Noordwijk and C. Palm. 2001. Reducing Uncertainty in the Use of Allometric
Biomass Equations for Predicting Above Ground Tree Biomass in Mixed Scondary
Forests. Forest Ecology end Management. 146:199-209.
Smith, W.H. and J.R. Frank. 1985.
Comparative Biomass Yields of Energy Crops. In
W. Palm, J. Combs and D.O. Hall (eds). Energy from Biomass. 3rd E.C.
Conference. Elsevier Applied Science Publishers. London. p: 323-329.
Sudiana, E. 2006. Identifikasi Kelompok
Tani Dalam Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kabupaten Ciamis. Prosiding
Dialog Stakeholders: Rehabilitation of Degraded Forest Land Involving Local
Communities In West Java Indonesia. Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis. Proyek
ITTO PD.271/04.REV.3(F).
Sugiarto, D. Siagia, L.T. Sunaryanto dan
D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Sukrianto, T. 2005. Kebijakan
Pembangunan Hutan Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Ciamis.
Prosiding Seminar Optimalisasi Peran Litbang dalam Mendukung Ragam Pemanfaatan
Hutan Rakyat. Tasikmalaya, 6 Desember 2005. p:8-21.
Yunus, L. dan A. H. Dharmawan. 2005.
Kerusakan Hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy dan Akibatnya di Hiir. Studi
Penilaian Ekonomi di Sub DAS Citanduy Hulu Jawa Barat dan Sub DAS Segara Anakan
Jawa Tengah. Pusat Studi Pembangunan IPB Bekerjasama dengan Partnership for
Governance Reform in Indonesia_UNDP. Project Working Paper Series No. 5: pp 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar