Jumat, 30 Maret 2012

PENGELOLAAN HUTAN EKOSISTEM DAN DAS


Nama  : Jajang Roni Aunul Kholik
NRP    : E14090090


JAWABAN TUGAS PRAKTIKUM KE-I

1.      Mata kuliah pengelolaan ekosistem hutan dan DAS menjelaskan tentang beberapa materi yang berhubungan dengan hutan dan DAS di antaranya: tentang hutan dalam suatu DAS merupakan sebagai satu unit ekosistem yang tidak dapat dipisahkan hubungan dan peranan di antara keduanya, tentang zonasi ekosistem hutan dan pembagian fungsi hutan dalam suatu DAS, mengenalkan teknik-teknik rehabilitasi DAS dan manajemen evaluasi kemampuan lahan, penutupan lahan, dan arahan fungsi lahan, serta menjelaskan tentang rehabilitasi hutan dan pengelolaan DAS dan pemodelan DAS berbasis SIG (System Information Geografis).
Harapan saya setelah mempelajari mata kuliah ini adalah dapat mengetahui tentang hubungan ekosistem hutan dan DAS dalam hal pengelolaannya, dapat melakukan penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya alam (hutan dan DAS), mengetahui peran fungsi hutan dalam manajemen pengelolaan DAS, dan membuat pemodelan DAS dengan menggunakan SIG (System Information Geografis).
2.      Alasan terjadinya Banjir
1.      (sumber: Ahmad Sholahuddin Dept. GFM IPB)
Banjir merupakan hal yang menjadi permasalahan yang mulai hangat diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah DKI Jakarta tengah giat-giatnya mencari jalan untuk mengantisipasi siklus banjir 5 Tahunan. Tahun 2007 tepatnya pada musim penghujan 2007, Indonesia telah diguncang oleh ledakan banjir yang terjadi hampir di semua kawasan. Hal ini memberikan dampak buruk bagi banyak sektor di Indonesia. Ternyata diramalkan banjir lima tahunan yang dulu pernah terjadi di Indonesia akan datang lagi. Namun ketepatan ramalan banjir menjadi image buruk bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya acap kali peramalan yang dilakukan BMKG meleset jauh dari kenyataannya.
Cuaca di daerah tropis tak dapat diprediksi dengan mudah seperti halnya di daerah lintang sedang. Hal ini disebabkan di daerah tropis memiliki variabel cuaca (awan, presipitasi, angin, suhu, dan tekanan) sebagian besar ditentukan oleh gelombang Rossby di troposfer atas (upper-tropospheric) yang berinteraksi dengan cuaca permukaan. Gangguan dari gelombang ini menyebabkan peramalan cuaca sering kali meleset dari yang telah diprediksikan.
            Keadaan janggal di luar peramalan ini sangat mungkin terjadi di atmosfer Indonesia karena adanya fenomena-fenomena unik yang hanya dapat ditemukan di Indonesia. Diantara fenomena yang ramai dibicarakan adalah adanya fenomena IOD di Samudra Hindia yang terletak di barat Indonesia. Fenomena ENSO di Samudra Pasifik yang letaknya di timur Indonesia. Dan fenomena  MJO yang terjadi di puncak troposfer (upper tropospheric).
IOD (Indian Ocean Dipole) merupakan salah satu fenomena yang menjelaskan hubungan antara lautan dan atmosfer. Fenomena ini berawal dari pergeseran kolam hangat di Samudra Hindia. Pergerakan ini terlihat dari berpindahnya kolam hangat yang umumnya berada di bagian barat Samudra 50o-70o BT, bergeser ke bagian timur Samudra 90o - 110o BT dan 10o LS - 0o LU. Adanya perpindahan kolam hangat ini tentunya akan memberi dampak pula pada berubahnya daerah konvetif awan. Daerah atmosfer di atas kolam hangat Samudra umumnya termasuk atmosfer bertekanan rendah. Gerak udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi di sekitar kolam hangat menuju daerah bertekanan rendah yang di atas kolam hangat. Fenomena ini mengakibatkan adanya awan konvektif yang terbentuk di atas kolam hangat. Tentunya perubahan letak kolam hangat Samudra akan mengakibatkan perubahan letak tumbuhnya awan konvektif. Keawanan seperti ini bisa terjadi di daratan maupun di lautan. Yang menjadi syarat terbentuknya awan ini adalah adanya pemanasan lokal di suatu luasan terbatas yang mengakibatkan adanya beda tekanan antara daerah yang mengalami pemanasan dengan daerah di sekitarnya. Selain itu syarat yang harus terpenuhi adalah adanya uap air. Apabila uap air tidak ada, maka keawanan konvektif tidak akan timbul.
Kolam hangat bergerak ke arah timur dan memasuki perairan Indonesia bagian barat. Hal ini akan menyebabkan tingginya curah hujan di bagian barat Indonesia. Umumnya fenomena Indian ocean dipole diawali pada bulan Mei dan Juni sedangkan pada bulan Oktober fenomena ini mengalami penguatan. Dampak dari fenomena ini adalah perpanjangan periode musim panas saat kolam hangat berada di bagian barat Samudra Hindia. Namun apabila kolam hangat berada pada bagian timur Samudra Hindia dampak yang dirasakan adalah tingginya keawanan dan intensitas hujan yang jatuh di Indonesia. Dalam beberapa fenomena terjadi IOD yang dibarengi oleh ENSO, sehingga dampak fenomena ini untuk kondisi iklim di Indonesia adalah peningkatan intensitas curah hujan Indonesia atau semakin panjangnya musim hujan Indonesia.

2.      (Sumber: Nana M. Arifjaya Dept. MNH Fakultas Kehutanan IPB)
Bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya telah memasuki kondisi yang sangat parah, banyak akitivitas kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat yang terganggu, bahkan telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa yang sangat besar. Kejadian banjir besar tahun 1996, dan tahun 2002 telah menimbulkan kerugian 9,8 trilyun rupiah, demikian juga kejadian besar pada tahun 2007 telah merendam hampir 70% wilayah DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tanggerang serta Kota Bekasi dengan nilai kerugian sebesar 8,8 trilyun rupiah, terdiri dari 5,2 trilyun rupiah kerusakan dan kerugian langsung dan 3,6 trilyun rupiah merupakan kerugian tidak langsung. Selain kejadian banjir-banjir besar tersebut, pada saat ini hampir tiap tahun wilayah Jakarta mengalami banjir terutama di wilayah dengan elevasi dekat sungai. Banjir merupakan simpton telah terlampauinya daya dukung lingkungan akibat perubahan lingkungan dan bertambahnya daerah terbangun, akibat kebijakan ekonomi yang terkonsentrasi di Jabodetabek dalam beberapa dekade belakangan ini.
Faktor yang mempengaruhi kejadian banjir adalah faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang tinggi, kondisi geomorfologi DAS Ciliwung, dan pasang surut air laut. Unsur iklim dan curah hujan adalah faktor utama dalam proses daur hidrologi di suatu DAS termasuk di DAS Ciliwung. Kejadian banjir dan kekeringan, merupakan salah satu kondisi yang disebabkan oleh perubahan keseimbangan antara intensitas hujan di suatu kawasan dengan sifat hidrologi permukaan dan lahan. Berdasarkan data curah hujan harian wilayah Jakarta tahun selama kurun lebih dari 143 th lebih yaitu dari 1866-2009, tidak terdapat suatu perubahan pola dan besaran intensitas yang signifikan. Oleh karena itu, bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah kejadian yang disebabkan oleh jumlah resapan yang kurang. Faktor lain yang berperan adalah penyempitan sungai dan berkurangnya kapasitas kanal, dan sungai dalam mengalirkan air akibat sampah dan sedimentasi dimana faktor manusia lebih dominan.
Di lain pihak pada musim kering wilayah DKI Jakarta mengalami kelangkaan air, terjadi anacaman intrusi air laut akibat penggunaan air tanah serta mahalnya harga air akibat privatisasi sumberdaya air. Sehubungan dengan hal itu, harus diambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah guna mengendalikan banjir dan sekaligus meningkatkan kapasitas alamiah DAS Ciliwung dengan berbagai upaya jangka pendek dan upaya yang mampu menjamin keberhasilan jangka panjang. Keberhasilan untuk meningkatkan kapasitas alamiah DAS Ciliwung akan tercapai jika pengelolaan DAS dilakukan melalui perencanaan secara terpadu, rinci, terarah, dan dapat menyelesaikan akar permasalahan yang ada.
Kegiatan-kegiatan untuk meningkat kapasitas alamiah DAS yang berpengaruh terhadap kejadian banjir di Jakarta dapat berupa kegiatan vegetatif, kegiatan sipil teknis berbasis lahan, kegiatan sipil teknis berbasis alur dan fasilitasi, serta pemberdayaan kelembagaan lokal/masyarakat. Basis kegiatan-kegiatan tersebut adalah hasil kajian tim IPB dan Balai pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, Dephut tahun 2007 yang menyatakan bahwa kapasitas resapan alamiah DAS Ciliwung masih sanggup mengendalikan aliran permukaan. Selain itu, teknologi resapan dengan berbasis lahan lebih rendah biaya dan resikonya dari pada bendungan dan kanal serta mempunyai multiflier effect dengan keterlibatan masyarakat, dan sekaligus meningkatkan peran serta masyarakat.
  1. Bioretensi
Salah satu upaya untuk penanganan masalah limpasan dan banjir adalah teknologi Bioretensi. Bioretensi adalah teknologi aplikatif dengan mengambungkan unsur tanaman (green water) dan air (blue water) di dalam suatu bentang lahan dengan semaksimal mungkin merespkan air ke dalam tanah supaya selama mungkin berada di dalam DAS untuk mengisi aquifer bebas, sehingga air dapat dikendalikan dan dimanfaatkan secara optimal mungkin untuk kepentingan masyarakat. Pembuatan bioretensi dapat dilakukan di halaman rumah, selokan, trotoar, taman, lahan parkir, dan di gang-gang sempit yang padat penduduk.
Jumlah ideal sumur resapan Bioretensi yang diperlukan untuk seluruh DAS di wilayah Jabodetabek hasil perhitungan kerjasama antara BPDAS Citarum Ciliwung dengan IPB pada tahun 2007 adalah 261,622 unit dengan kemampuan meresapkan air hujan 437.2 m3/det. Sebarannya secara administratif terdidiri dari 48.610 unit di Kab Bogor, 123.706 unit di DKI Jakarta, 6.642 unit di Kota Bogor, 28.785 unit di Kota Depok, 8.684 unit di Tanggerang, 17.224 unit di Kab. Tanggerang, 24.489 unit di Kota Bekasi dan 3.682 unit di Kabupaten Bekasi. Jika semuanya direalisasikan memerlukan biaya sebesar Rp 1 trilyun sedangkan dengan kapasitas yang sama pembangunan banjir kanal Timur (BKT) memerlukan biaya sekitar Rp 13 triyun, karena faktor pembebasan lahan yang mahal. Saat ini jumlah sumur resapan yang berbasisi teknik bioretensi sudah dibangun di sekitar Jabodetabek baru sekitar 800 pada th 2008 yang dbiayai oleh Departemen Kehutanan antara lain terletak di Jakarta Selatan 200 unit di Jakarta Pusat 200 unit di Jakarta Selatan 200 unit dan di Jakarta Timur 200 unit atau baru 0,73 % dari yang seharusnya dibangun.
  1. Pengendalian Ciliwung Hulu
Untuk mengendalikan Sub DAS Ciliwung Hulu sampai bendung Katulampa dekat dengan pintu Tol Ciawi seluas 15.148,24 ha supaya mengurangi wilayah bahaya banjir disekitar Kampung Melayu, Jatinegara, sampai daerah istana presiden yang sering disebut banjir kiriman dari Bogor, dapat dikendalikan dengan pembangunan dam pengendali dengan bentangan maksumum 8 m, dam penahan dan gully plug dengan beronjong kawat dan batu kali dengan panjang bentangan 3 m yang dilakukan di wilayah hulu. Di wilayah tersebut apabila dibangun 66 dam pengendali dan 298 dam penahan yang mampu mengendalikan limpasan permukaan dengan menurunkan debit maksimum sebesar 21%, Aplikasi teknologi ini tanpa pembebasan lahan karena kontruksi dibangun di alur sungai dan badan sungai di bagian hulu, sehingga sangat efektif untuk mengurangi limpasan maksimum di Sub DAS Ciliwung Hulu karena meningkatnya waktu konsentrasi aliran dan sebagian air akan tertahan di dam penahan dan dam pengendali sehingga air tidak akan datang bersamaan ke Manggarai.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya banjir, yaitu pertama perubahan lingkungan dimana di dalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri. Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran-saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah-tanah cepat mengalami penjenuhan. Berdasarkan kajian LAPAN (2006) banjir yang terjadi di Jakarta pada bulan Januari tahun 2002, Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina dan MJO (Madden-Julian oscillation), kedua fenomena ini menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan diatas normal. Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan saluran drainase (sungai) atau DAS Ciliwung yang ada.
Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan tutupan lahan di atas permukaan bumi menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah.
Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%. Dalam makalah yang sama Yuwono (2005) juga mengungkapkan pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut 12,7%, 58,7% dan 90,4%. Menurut Yuwono (2005) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan meningkatkan laju erosi sebesar 10%, 60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk, bendungan, dan sungai. setelah terjadi seperti itu, kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut menjadi lebih kecil yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal. Menurut Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan DAS Ciliwung, sungai, atau waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.
Berdasarkan dua pokok bahasan materi di atas, dapat disimpulkan beberapa point penting penyebab terjadinya banjir khususnya di daerah Jabodetabek apabila dikaitkan dengan perubahan keadaan DAS Ciliwung yaitu sebagai berikut:
1.      Daerah tropis memiliki variabel cuaca (awan, presipitasi, angin, suhu, dan tekanan) sebagian besar ditentukan oleh gelombang Rossby di troposfer atas (upper-tropospheric) yang berinteraksi dengan cuaca permukaan. Gangguan dari gelombang ini menyebabkan peramalan cuaca sering kali meleset dari yang telah diprediksikan.
2.      IOD (Indian Ocean Dipole) merupakan salah satu fenomena yang menjelaskan hubungan antara lautan dan atmosfer. Fenomena ini berawal dari pergeseran kolam hangat di Samudra Hindia.
3.      Yang menjadi syarat terbentuknya awan ini adalah adanya pemanasan lokal di suatu luasan terbatas yang mengakibatkan adanya beda tekanan antara daerah yang mengalami pemanasan dengan daerah di sekitarnya.
4.      Banjir merupakan simpton telah terlampauinya daya dukung lingkungan akibat perubahan lingkungan dan bertambahnya daerah terbangun, akibat kebijakan ekonomi yang terkonsentrasi di Jabodetabek.
5.      Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang tinggi, kondisi geomorfologi DAS Ciliwung yang sudah berubah, dan pasang surut air laut.
6.      Bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah kejadian yang disebabkan oleh jumlah resapan yang kurang serta perubahan penggunaan lahan sekitar DAS Ciliwung.
7.      Faktor lain yang berperan adalah penyempitan sungai dan berkurangnya kapasitas kanal, dan sungai dalam mengalirkan air akibat sampah dan sedimentasi dimana faktor manusia lebih dominan.
8.      Salah satu upaya untuk penanganan masalah limpasan dan banjir adalah teknologi Bioretensi. Bioretensi adalah teknologi aplikatif dengan mengambungkan unsur tanaman (green water) dan air (blue water) di dalam suatu bentang lahan dengan semaksimal mungkin merespkan air ke dalam tanah.
9.      Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya banjir, yaitu pertama perubahan lingkungan dimana di dalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri.
10.  Berdasarkan kesimpulan penelitian dan kajian LAPAN (2006), bukan hanya faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan saluran drainase (sungai) atau DAS Ciliwung yang ada.
11.  Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%.
12.  Menurut Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan DAS Ciliwung, sungai, atau waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger