Nama : Jajang Roni
Aunul Kholik
NRP : E14090090
JAWABAN TUGAS PRAKTIKUM
KE-I
1.
Mata kuliah pengelolaan
ekosistem hutan dan DAS menjelaskan tentang beberapa materi yang berhubungan dengan
hutan dan DAS di antaranya: tentang hutan dalam suatu DAS merupakan sebagai
satu unit ekosistem yang tidak dapat dipisahkan hubungan dan peranan di antara
keduanya, tentang zonasi ekosistem hutan dan pembagian fungsi hutan dalam suatu
DAS, mengenalkan teknik-teknik rehabilitasi DAS dan manajemen evaluasi
kemampuan lahan, penutupan lahan, dan arahan fungsi lahan, serta menjelaskan tentang rehabilitasi hutan dan pengelolaan
DAS dan pemodelan DAS berbasis SIG (System Information Geografis).
Harapan saya setelah
mempelajari mata kuliah ini adalah dapat mengetahui tentang hubungan ekosistem hutan
dan DAS dalam hal pengelolaannya, dapat melakukan penyusunan rencana
pengelolaan sumberdaya alam (hutan dan DAS), mengetahui peran fungsi hutan
dalam manajemen pengelolaan DAS, dan membuat pemodelan DAS dengan menggunakan
SIG (System Information Geografis).
2.
Alasan terjadinya Banjir
1.
(sumber: Ahmad Sholahuddin Dept. GFM IPB)
Banjir
merupakan hal yang menjadi permasalahan yang mulai hangat diperbincangkan oleh
masyarakat Indonesia. Pemerintah DKI Jakarta tengah giat-giatnya mencari jalan
untuk mengantisipasi siklus banjir 5 Tahunan. Tahun 2007 tepatnya pada musim
penghujan 2007, Indonesia telah diguncang oleh ledakan banjir yang terjadi
hampir di semua kawasan. Hal ini memberikan dampak buruk bagi banyak sektor di
Indonesia. Ternyata diramalkan banjir lima tahunan yang dulu pernah terjadi di
Indonesia akan datang lagi. Namun ketepatan ramalan banjir menjadi image buruk bagi masyarakat Indonesia.
Pasalnya acap kali peramalan yang dilakukan BMKG meleset jauh dari
kenyataannya.
Cuaca di daerah tropis tak dapat
diprediksi dengan mudah seperti halnya di daerah lintang sedang. Hal ini
disebabkan di daerah tropis memiliki variabel cuaca (awan, presipitasi, angin,
suhu, dan tekanan) sebagian besar ditentukan
oleh gelombang Rossby di troposfer atas (upper-tropospheric)
yang berinteraksi dengan cuaca permukaan. Gangguan dari gelombang ini
menyebabkan peramalan cuaca sering kali meleset dari yang telah diprediksikan.
Keadaan
janggal di luar peramalan ini sangat mungkin terjadi di atmosfer Indonesia
karena adanya fenomena-fenomena unik yang hanya dapat ditemukan di Indonesia.
Diantara fenomena yang ramai dibicarakan adalah adanya fenomena IOD di Samudra
Hindia yang terletak di barat Indonesia. Fenomena ENSO di Samudra Pasifik yang
letaknya di timur Indonesia. Dan fenomena
MJO yang terjadi di puncak troposfer (upper tropospheric).
IOD
(Indian Ocean Dipole) merupakan salah
satu fenomena yang menjelaskan hubungan antara lautan dan atmosfer. Fenomena
ini berawal dari pergeseran kolam hangat di Samudra Hindia. Pergerakan ini
terlihat dari berpindahnya kolam hangat yang umumnya berada di bagian barat
Samudra 50o-70o BT, bergeser ke bagian timur Samudra 90o - 110o BT dan 10o
LS - 0o LU. Adanya
perpindahan kolam hangat ini tentunya akan memberi dampak pula pada berubahnya
daerah konvetif awan. Daerah atmosfer di atas kolam hangat Samudra umumnya
termasuk atmosfer bertekanan rendah. Gerak udara mengalir dari daerah
bertekanan tinggi di sekitar kolam hangat menuju daerah bertekanan rendah yang
di atas kolam hangat. Fenomena ini mengakibatkan adanya awan konvektif yang
terbentuk di atas kolam hangat. Tentunya perubahan letak kolam hangat Samudra
akan mengakibatkan perubahan letak tumbuhnya awan konvektif. Keawanan seperti
ini bisa terjadi di daratan maupun di lautan. Yang menjadi syarat terbentuknya
awan ini adalah adanya pemanasan lokal di suatu luasan terbatas yang
mengakibatkan adanya beda tekanan antara daerah yang mengalami pemanasan dengan
daerah di sekitarnya. Selain itu syarat yang harus terpenuhi adalah adanya uap
air. Apabila uap air tidak ada, maka keawanan konvektif tidak akan timbul.
Kolam
hangat bergerak ke arah timur dan memasuki perairan Indonesia bagian barat. Hal
ini akan menyebabkan tingginya curah hujan di bagian barat Indonesia. Umumnya
fenomena Indian ocean dipole diawali
pada bulan Mei dan Juni sedangkan pada bulan Oktober fenomena ini mengalami
penguatan. Dampak dari fenomena ini adalah perpanjangan periode musim panas
saat kolam hangat berada di bagian barat Samudra Hindia. Namun apabila kolam
hangat berada pada bagian timur Samudra Hindia dampak yang dirasakan adalah
tingginya keawanan dan intensitas hujan yang jatuh di Indonesia. Dalam beberapa
fenomena terjadi IOD yang dibarengi oleh ENSO, sehingga dampak fenomena ini
untuk kondisi iklim di Indonesia adalah peningkatan intensitas curah hujan
Indonesia atau semakin panjangnya musim hujan Indonesia.
2. (Sumber: Nana M. Arifjaya Dept.
MNH Fakultas Kehutanan IPB)
Bencana
banjir di Jakarta dan sekitarnya telah memasuki kondisi yang sangat parah,
banyak akitivitas kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat yang terganggu, bahkan
telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa yang sangat besar. Kejadian banjir
besar tahun 1996, dan tahun 2002 telah menimbulkan kerugian 9,8 trilyun rupiah,
demikian juga kejadian besar pada tahun 2007 telah merendam hampir 70% wilayah
DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan
Kota Tanggerang serta Kota Bekasi dengan nilai kerugian sebesar 8,8 trilyun
rupiah, terdiri dari 5,2 trilyun rupiah kerusakan dan kerugian langsung dan 3,6
trilyun rupiah merupakan kerugian tidak langsung. Selain kejadian banjir-banjir
besar tersebut, pada saat ini hampir tiap tahun wilayah Jakarta mengalami
banjir terutama di wilayah dengan elevasi dekat sungai. Banjir merupakan simpton
telah terlampauinya daya dukung lingkungan akibat
perubahan lingkungan dan bertambahnya daerah terbangun, akibat kebijakan
ekonomi yang terkonsentrasi di Jabodetabek dalam beberapa dekade belakangan
ini.
Faktor yang
mempengaruhi kejadian banjir adalah faktor alam
dan faktor manusia. Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang
tinggi, kondisi geomorfologi DAS Ciliwung, dan pasang surut air laut.
Unsur iklim dan curah hujan adalah faktor utama dalam proses daur hidrologi di
suatu DAS termasuk di DAS Ciliwung. Kejadian banjir dan
kekeringan, merupakan salah satu kondisi yang disebabkan oleh perubahan
keseimbangan antara intensitas hujan di suatu kawasan dengan sifat hidrologi
permukaan dan lahan. Berdasarkan data curah hujan harian wilayah Jakarta tahun
selama kurun lebih dari 143 th lebih yaitu dari 1866-2009, tidak terdapat suatu
perubahan pola dan besaran intensitas yang signifikan. Oleh karena itu, bencana
banjir di wilayah Jabodetabek adalah kejadian yang disebabkan oleh jumlah resapan
yang kurang. Faktor lain yang berperan adalah penyempitan sungai dan
berkurangnya kapasitas kanal, dan sungai dalam mengalirkan air akibat sampah
dan sedimentasi dimana faktor manusia lebih dominan.
Di lain pihak
pada musim kering wilayah DKI Jakarta mengalami kelangkaan air, terjadi
anacaman intrusi air laut akibat penggunaan air tanah serta mahalnya harga air
akibat privatisasi sumberdaya air. Sehubungan dengan hal itu, harus diambil
langkah-langkah untuk mengatasi masalah guna mengendalikan banjir dan sekaligus
meningkatkan kapasitas alamiah DAS Ciliwung dengan berbagai upaya jangka
pendek dan upaya yang mampu menjamin keberhasilan jangka panjang. Keberhasilan
untuk meningkatkan kapasitas alamiah DAS Ciliwung akan tercapai jika pengelolaan
DAS dilakukan melalui perencanaan secara terpadu, rinci, terarah, dan dapat
menyelesaikan akar permasalahan yang ada.
Kegiatan-kegiatan
untuk meningkat kapasitas alamiah DAS yang berpengaruh terhadap kejadian banjir
di Jakarta dapat berupa kegiatan vegetatif, kegiatan sipil teknis berbasis
lahan, kegiatan sipil teknis berbasis alur dan fasilitasi, serta pemberdayaan
kelembagaan lokal/masyarakat. Basis kegiatan-kegiatan tersebut adalah hasil
kajian tim IPB dan Balai pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, Dephut tahun 2007
yang menyatakan bahwa kapasitas resapan alamiah DAS Ciliwung masih sanggup mengendalikan aliran permukaan. Selain itu, teknologi
resapan dengan berbasis lahan lebih rendah biaya dan resikonya dari pada
bendungan dan kanal serta mempunyai multiflier
effect dengan keterlibatan masyarakat, dan sekaligus meningkatkan peran
serta masyarakat.
- Bioretensi
Salah satu
upaya untuk penanganan masalah limpasan dan banjir adalah teknologi Bioretensi.
Bioretensi adalah teknologi aplikatif dengan
mengambungkan unsur tanaman (green water)
dan air (blue water) di dalam suatu
bentang lahan dengan semaksimal mungkin merespkan air ke dalam tanah supaya
selama mungkin berada di dalam DAS untuk mengisi aquifer bebas, sehingga air
dapat dikendalikan dan dimanfaatkan secara optimal mungkin untuk
kepentingan masyarakat. Pembuatan bioretensi dapat dilakukan di halaman rumah,
selokan, trotoar, taman, lahan parkir, dan di gang-gang sempit yang
padat penduduk.
Jumlah ideal
sumur resapan Bioretensi yang diperlukan untuk seluruh DAS di wilayah Jabodetabek
hasil perhitungan kerjasama antara BPDAS Citarum Ciliwung dengan IPB pada tahun
2007 adalah 261,622 unit dengan kemampuan meresapkan air hujan 437.2 m3/det.
Sebarannya secara administratif terdidiri dari 48.610 unit di Kab Bogor,
123.706 unit di DKI Jakarta, 6.642 unit di Kota Bogor, 28.785 unit di Kota
Depok, 8.684 unit di Tanggerang, 17.224 unit di Kab. Tanggerang, 24.489 unit di
Kota Bekasi dan 3.682 unit di Kabupaten Bekasi. Jika semuanya direalisasikan
memerlukan biaya sebesar Rp 1 trilyun sedangkan dengan kapasitas yang sama
pembangunan banjir kanal Timur (BKT) memerlukan biaya sekitar Rp 13 triyun,
karena faktor pembebasan lahan yang mahal. Saat ini jumlah sumur resapan yang
berbasisi teknik bioretensi sudah dibangun di sekitar Jabodetabek baru sekitar
800 pada th 2008 yang dbiayai oleh Departemen Kehutanan antara lain terletak di
Jakarta Selatan 200 unit di Jakarta Pusat 200 unit di Jakarta Selatan 200 unit
dan di Jakarta Timur 200 unit atau baru 0,73 % dari yang seharusnya dibangun.
- Pengendalian Ciliwung Hulu
Untuk
mengendalikan Sub DAS Ciliwung Hulu sampai bendung Katulampa dekat dengan pintu
Tol Ciawi seluas 15.148,24 ha supaya mengurangi wilayah bahaya banjir disekitar
Kampung Melayu, Jatinegara, sampai daerah istana presiden yang sering disebut
banjir kiriman dari Bogor, dapat dikendalikan dengan pembangunan dam pengendali
dengan bentangan maksumum 8 m, dam penahan dan gully plug dengan beronjong
kawat dan batu kali dengan panjang bentangan 3 m yang dilakukan di wilayah
hulu. Di wilayah tersebut apabila dibangun 66 dam pengendali dan 298 dam
penahan yang mampu mengendalikan limpasan permukaan dengan menurunkan debit
maksimum sebesar 21%, Aplikasi teknologi ini tanpa pembebasan lahan karena
kontruksi dibangun di alur sungai dan badan sungai di bagian hulu, sehingga
sangat efektif untuk mengurangi limpasan maksimum di Sub DAS Ciliwung Hulu
karena meningkatnya waktu konsentrasi aliran dan sebagian air
akan tertahan di dam penahan dan dam pengendali sehingga air tidak akan datang
bersamaan ke Manggarai.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya banjir, yaitu pertama perubahan
lingkungan dimana di dalamnya ada
perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata
ruang dan kedua adalah
perubahan dari masyarakat itu sendiri. Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan
iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi
mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini
saluran-saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya
aliran permukaan dan tanah-tanah cepat
mengalami penjenuhan.
Berdasarkan
kajian LAPAN (2006) banjir yang terjadi di Jakarta pada bulan Januari tahun 2002,
Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina dan MJO
(Madden-Julian oscillation), kedua fenomena ini menyebabkan terjadinya
peningkatan curah hujan diatas normal. Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya
faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan
saluran drainase (sungai) atau DAS Ciliwung yang
ada.
Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan
tutupan lahan di atas
permukaan bumi menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan
terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah.
Hasil penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005)
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996
akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga
meningkatkan persentase hujan menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%.
Dalam makalah yang sama Yuwono (2005) juga mengungkapkan pengurangan luas hutan
dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut
12,7%, 58,7% dan 90,4%. Menurut Yuwono
(2005) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%, 15% dan 0% akan
meningkatkan laju erosi sebesar 10%, 60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah
menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang
hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang dan
terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk, bendungan, dan sungai. setelah terjadi seperti
itu, kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut menjadi lebih kecil
yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan
normal. Menurut Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat
menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan DAS Ciliwung, sungai, atau waduk serta makin meluasnya lahan-lahan
kritis.
Berdasarkan dua pokok bahasan materi di
atas, dapat disimpulkan
beberapa point penting penyebab terjadinya banjir khususnya
di daerah Jabodetabek apabila dikaitkan dengan perubahan keadaan DAS Ciliwung
yaitu sebagai berikut:
1. Daerah tropis memiliki variabel cuaca (awan, presipitasi,
angin, suhu, dan tekanan) sebagian besar ditentukan
oleh gelombang Rossby di troposfer atas (upper-tropospheric)
yang berinteraksi dengan cuaca permukaan. Gangguan dari gelombang ini
menyebabkan peramalan cuaca sering kali meleset dari yang telah diprediksikan.
2. IOD (Indian Ocean Dipole) merupakan salah satu fenomena yang menjelaskan
hubungan antara lautan dan atmosfer. Fenomena ini berawal dari pergeseran kolam
hangat di Samudra Hindia.
3. Yang menjadi syarat terbentuknya
awan ini adalah adanya pemanasan lokal di suatu luasan terbatas yang
mengakibatkan adanya beda tekanan antara daerah yang mengalami pemanasan dengan
daerah di sekitarnya.
4. Banjir merupakan simpton telah
terlampauinya daya dukung lingkungan akibat
perubahan lingkungan dan bertambahnya daerah terbangun, akibat kebijakan
ekonomi yang terkonsentrasi di Jabodetabek.
5. Faktor alam terutama disebabkan
karena curah hujan yang tinggi, kondisi geomorfologi DAS Ciliwung yang sudah berubah, dan pasang surut air laut.
6. Bencana banjir di wilayah
Jabodetabek adalah kejadian yang disebabkan oleh jumlah resapan yang kurang serta perubahan penggunaan lahan sekitar DAS Ciliwung.
7. Faktor lain yang berperan adalah penyempitan sungai dan
berkurangnya kapasitas kanal, dan sungai dalam mengalirkan air akibat sampah
dan sedimentasi dimana faktor manusia lebih dominan.
8. Salah satu upaya untuk
penanganan masalah limpasan dan banjir adalah teknologi Bioretensi.
Bioretensi adalah teknologi aplikatif dengan
mengambungkan unsur tanaman (green water)
dan air (blue water) di dalam suatu
bentang lahan dengan semaksimal mungkin merespkan air ke dalam tanah.
9. Ada dua
faktor yang menyebabkan
terjadinya banjir, yaitu pertama perubahan lingkungan dimana di dalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi,
perubahan geologi dan perubahan tata ruang dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri.
10. Berdasarkan kesimpulan penelitian dan kajian LAPAN (2006), bukan hanya faktor iklim yang
menyebabkan terjadinya banjir, tetapi juga disebabkan
oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan saluran drainase (sungai) atau DAS Ciliwung yang ada.
11. Hasil
penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005) menunjukkan bahwa perubahan
penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-1996 akan meningkatkan debit puncak
dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan
menjadi direct run-off dari 53% menjadi 63%.
12. Menurut
Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya
banjir pada musim hujan, pendangkalan DAS Ciliwung, sungai, atau waduk serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar