Kamis, 15 Maret 2012

MANAJEMEN PENGELOLAAN HUTAN KOLABORATIF


Nama  : Jajang Roni Aunul Kholik
NRP    : E14090090
MK     : Kehutanan Masyarakat



1.      Jelaskan manajemen pengelolaan hutan kolaboratif di Cipanas Cianjur?
Manajemen hutan rakyat kolaboratif (MHRK) merupakan gagasan baru dalam jagat hutan rakyat di Indonesia, khususnya dalam konteks daerah Jawa. Oleh karena MHRK terkait dengan satuan kawasan tertentu, maka kerja kolaborasi tersebut harus dipersiapkan secara matang, terencana, terarah, dan dipahami secara utuh oleh semua pihak yang terlibat. Prinsip dasar yang ada dalam manajemen kolaborasi hutan rakyat pada tingkat kawasan sebagai salah satu contohnya adalah di lokasi Cipanas Cianjur mempunyai prinsip sebagai berikut:
1.      Membangun kesepakatan bersama tentang keharusan manajemen kolaborasi antar individu dan antar daerah/ kawasan hutan rakyat.
2.      Melakukan deliniasi batas kawasan hutan rakyat secara keseluruhan.
3.      Kawasan yang sudah di deliniasi di bagi ke dalam unit-unit manajemen pengelolaan yang lebih kecil.
4.      Membuat rencana program kerja pengelolaan hutan rakyat kolaboratif (penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran).
5.      Membangun organisasi pengelola hutan rakyat kolaboratif.
6.      Membangun kelembagaan (norma, nilai dan aturan) pengelolaan hutan rakyat kolaboratif.
7.      Mempersiapkan dukungan kebijakan yang diperlukan.
Otonomi daerah seperti sekarang ini sangat memungkinkan berkembangnya sistem pengelolaan hutan rakyat secara kolaboratif, karena setiap daerah berusaha memajukan daerahnya masing-masing sehingga muncul suatu kompetisi sehat antar daerah. Namun demikian tidak pula era otonomi ini memunculkan upaya-upaya “kontra produktif” dari daerah sehingga mematahkan semangat masyarakat mengembangkan hutan rakyat dan usaha kolaborasi. Misalnya saja pada areal hutan di lokasi Cipanas Cianjur, MHRK dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat yang ada di sekitar kawasan terutama masyarakat yang memiliki lahan di sana dengan mengikut sertakan mereka dalam kegiatan pengelolaan hutan. Masyarakat secara langsung terlibat dalam pengurusan dan pemanfaatan hutan yang ada. Selain itu, dalam pengelolaan hutan kolaboratif, tidak hanya masyarakat yang dilibatkan, tetapi pihak LSM yang ada di tingkat lokal maupun nasional juga ikut terlibat dalam pengelolaannya, serta pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan kabupaten Bogor selaku institusi pemerintah yang memegang hak kuasa atas hutan milik negara. Dengan adanya otonomi daerah maka semua hasil hutan rakyat dikenakan retribusi oleh pemerintah daerah, padahal dana retribusi tersebut tidak jelas penggunaannya untuk apa, dan penetapan retribusi tidak mengajak masyarakat. Otonomi daerah jangan digunakan untuk “memberatkan” beban pemilik hutan rakyat, dan sudah seharusnya bahwa otonomi daerah itu mendorong dan memberi insentif agar roda perekonomian rakyat semakin laju jalannya dan semakin berkembang manfaatnya.
Dengan demikian yang dibutuhkan oleh sistem pengelolaan hutan rakyat kolaboratif di era otonomi daerah adalah:
1.      kebijakan daerah kabupaten yang memberikan insentif kepada pengelola hutan rakyat;
2.      mengembangkan model penyuluhan dan fasilitasi yang partisipatif;
3.      menyediakan akses ke pasar dengan harga yang baik,
4.      membangun unit-unit industri skala kecil yang bernilai ekspor; dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia.

2.      Jelaskan perbedaan HR, HKm, HTR, dan HD?
Hutan Rakyat adalah Hutan Hak atau Hutan Milik yang tumbuh di lahan yang dimiliki oleh rakyat baik secara perorangan, kelompok, maupun badan hukum atau koperasi yang terletak di luar kawasan hutan negara, maupun hutan negara yang memang dicadangkan atau ditetapkan oleh Menteri untuk diusahakan oleh rakyat setempat dengan ketentuan luas minimum 0.25 Ha penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.
Hutan Kemasyarakatan adalah Hutan Negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lahan yang digunakan untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan dalam kepentingan menyejahterakan dan memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan Masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP 6/2007 bab 1 pasal 1:19).
Hutan Desa adalah Hutan Negara yang terletak pada wilayah administrasi desa tertentu yang dikelola oleh Lembaga Desa atau pengurus/kelompok masyarakat yang ada di dalam desa, tetapi hasilnya sebagian diberikan untuk kesejahteraan masyarakat desa dalam bentuk pendapatan asli (kas) desa. Apabila dilihat dari aspek pengelolaannya, hutan desa adalah kawasan hutan milik rakyat dan milik pemerintah yang terdapat dalam satu wilayah adminstrasi desa tertentu, dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan pemerintah desa sebagai hutan desa yang dikelola oleh organisasi masyarakat desa.

3.      Jelaskan mengapa pengelolaan hutan perlu melibatkan masyarakat?
Pengelolaan hutan perlu melibatkan masyarakat karena pada dasarnya kegiatan pengelolaan hutan tidak dapat dengan sendirinya berjalan hanya dikelola oleh pemerintah saja selaku pihak yang mempunyai hutan, akan tetapi perlu juga melibatkan pihak masyarakat khususnya pihak setempat yang terdekat di lokasi hutan tersebut dalam pelaksanaan di lapangan sebagai salah satu bentuk kontribusi pemerintah dalam memberikan kesejahteraan yang layak bagi masyarakat. Selain itu, kegiatan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang nantinya agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ketidaknyamanan masyarakat dengan adanya hutan di wilayahnya yang mana masyarakat di dalamnya tidak pernah dilibatkan. Dengan adanya kegiatan melibatkan masyarakat, diharapkan masyarakat mampu dan mau mendukung program kerja yang dibuat pemerintah dengan tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan dengan adanya hutan tersebut.

4.      Mengapa kebijakan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat selalu berkembang?
Pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat lebih berkembang karena pada dasarnya pengelolaan yang dilakukan adalah secara bersama-sama antara pihak pemerintah sebagai pemilik wewenang atas hutan Negara dan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat setidaknya memiliki tiga prinsip utama, yaitu:
1.      Masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhannya yang berarti pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek ataupun bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat masyarakat mandiri dan hanya membuat “ketergantungan” di dalam masyarakat.
2.      Kegiatan pemberdayaan masyarakat bersifat padat karya sehingga kegiatan ini tidak mudah ditunggangi pemodal (cukong) yang tidak bertanggung jawab.
3.      Pemerintah memberikan pengakuan/rekognisi dengan memberikan aspek legal sehingga kegiatan masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat masuk ke sektor formal ekonomi kehutanan/ekonomi lokal, nasional, dan global sehingga bebas dari pemerasan oknum birokrasi dan premanisme pasar.
Selain itu, antara pihak pemerintah dan masyarakat mempunyai ketergantungan kepentingan yang sama atas hutan yang ada, sehingga sangat wajar apabila dilakukannya kerjasama dalam pengelolaan hutan dalam hal ini maksudnya adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat akan menghasilkan hutan yang lestari, aman, dan terjaga dari adanya kegiatan perambahan hutan, illegal logging atau semacamnya yang tidak legal oleh pihak tertentu yang mempunyai kepentingan atas hutan karena adanya sistem pengawasan yang aktif dari masyarakat setempat. Masyarakat secara sadar ikut serta dalam pengawasan, perawatan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan sehingga hutan yang ada akan lebih aman dan berkembang. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan manfaat lebih kepada pihak masyarakat yang terlibat dengan memberikan semacam kompensasi atau bagi hasil atas pengelolaan yang telah dilakukan sehingga yang tadinya masyarakat yang berpenghasilan minim bermaksud memanfaatkan hasil hutan dengan cara illegal, tetapi dengan adalanya kesepakatan untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya, masyarakat menjadi taat terhadap pemerintah dengan tidak melakukan kegiatan illegal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger