Nama : Jajang Roni Aunul Kholik
NRP : E14090090
MK : Kehutanan Masyarakat
1.
Jelaskan manajemen
pengelolaan hutan kolaboratif di Cipanas Cianjur?
Manajemen hutan rakyat kolaboratif
(MHRK) merupakan gagasan baru dalam jagat hutan rakyat di Indonesia, khususnya
dalam konteks daerah Jawa. Oleh karena MHRK terkait dengan satuan kawasan
tertentu, maka kerja kolaborasi tersebut harus dipersiapkan secara matang,
terencana, terarah, dan dipahami secara utuh oleh semua pihak yang terlibat.
Prinsip dasar yang ada dalam manajemen kolaborasi hutan rakyat pada tingkat
kawasan sebagai salah satu contohnya adalah di lokasi Cipanas Cianjur mempunyai
prinsip sebagai berikut:
1.
Membangun kesepakatan
bersama tentang keharusan manajemen kolaborasi antar individu dan antar daerah/
kawasan hutan rakyat.
2.
Melakukan deliniasi
batas kawasan hutan rakyat secara keseluruhan.
3.
Kawasan yang sudah di
deliniasi di bagi ke dalam unit-unit manajemen pengelolaan yang lebih kecil.
4.
Membuat rencana
program kerja pengelolaan hutan rakyat kolaboratif (penanaman, pemeliharaan,
pemanenan, pengolahan, dan pemasaran).
5.
Membangun organisasi
pengelola hutan rakyat kolaboratif.
6.
Membangun kelembagaan (norma,
nilai dan aturan) pengelolaan hutan rakyat kolaboratif.
7.
Mempersiapkan dukungan
kebijakan yang diperlukan.
Otonomi daerah seperti sekarang ini
sangat memungkinkan berkembangnya sistem pengelolaan hutan rakyat secara
kolaboratif, karena setiap daerah berusaha memajukan daerahnya masing-masing
sehingga muncul suatu kompetisi sehat antar daerah. Namun demikian tidak pula
era otonomi ini memunculkan upaya-upaya “kontra produktif” dari daerah sehingga
mematahkan semangat masyarakat mengembangkan hutan rakyat dan usaha kolaborasi.
Misalnya saja pada areal hutan di lokasi Cipanas Cianjur, MHRK dilaksanakan
dengan melibatkan masyarakat yang ada di sekitar kawasan terutama masyarakat
yang memiliki lahan di sana dengan mengikut sertakan mereka dalam kegiatan pengelolaan
hutan. Masyarakat secara langsung terlibat dalam pengurusan dan pemanfaatan
hutan yang ada. Selain itu, dalam pengelolaan hutan kolaboratif, tidak hanya
masyarakat yang dilibatkan, tetapi pihak LSM yang ada di tingkat lokal maupun
nasional juga ikut terlibat dalam pengelolaannya, serta pemerintah daerah
khususnya Dinas Kehutanan kabupaten Bogor selaku institusi pemerintah yang
memegang hak kuasa atas hutan milik negara. Dengan adanya otonomi daerah maka
semua hasil hutan rakyat dikenakan retribusi oleh pemerintah daerah, padahal
dana retribusi tersebut tidak jelas penggunaannya untuk apa, dan penetapan
retribusi tidak mengajak masyarakat. Otonomi daerah jangan digunakan untuk
“memberatkan” beban pemilik hutan rakyat, dan sudah seharusnya bahwa otonomi
daerah itu mendorong dan memberi insentif agar roda perekonomian rakyat semakin
laju jalannya dan semakin berkembang manfaatnya.
Dengan demikian yang dibutuhkan oleh
sistem pengelolaan hutan rakyat kolaboratif di era otonomi daerah adalah:
1.
kebijakan daerah
kabupaten yang memberikan insentif kepada pengelola hutan rakyat;
2.
mengembangkan model
penyuluhan dan fasilitasi yang partisipatif;
3.
menyediakan akses ke
pasar dengan harga yang baik,
4.
membangun unit-unit
industri skala kecil yang bernilai ekspor; dan pengembangan kualitas sumberdaya
manusia.
2.
Jelaskan perbedaan HR,
HKm, HTR, dan HD?
Hutan Rakyat adalah Hutan Hak atau Hutan Milik yang tumbuh di lahan
yang dimiliki oleh rakyat baik secara perorangan, kelompok, maupun badan hukum
atau koperasi yang terletak di luar kawasan hutan negara, maupun hutan negara
yang memang dicadangkan atau ditetapkan oleh Menteri untuk diusahakan oleh
rakyat setempat dengan ketentuan luas minimum 0.25 Ha penutupan tajuk tanaman
kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.
Hutan Kemasyarakatan adalah Hutan Negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lahan
yang digunakan untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan
pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan dalam
kepentingan menyejahterakan dan memberdayakan
masyarakat setempat. Pemberdayaan Masyarakat setempat adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan
manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas
dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Hutan Tanaman Rakyat
adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem
silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP 6/2007 bab
1 pasal 1:19).
Hutan Desa adalah Hutan Negara yang terletak pada
wilayah administrasi desa tertentu yang dikelola oleh Lembaga Desa atau pengurus/kelompok
masyarakat yang ada di dalam desa, tetapi hasilnya sebagian diberikan untuk kesejahteraan
masyarakat desa dalam bentuk pendapatan asli (kas) desa. Apabila dilihat dari aspek pengelolaannya, hutan desa adalah
kawasan hutan milik rakyat dan milik pemerintah yang terdapat dalam satu
wilayah adminstrasi desa tertentu, dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah
daerah dan pemerintah desa sebagai hutan desa yang dikelola oleh organisasi
masyarakat desa.
3.
Jelaskan mengapa
pengelolaan hutan perlu melibatkan masyarakat?
Pengelolaan hutan perlu
melibatkan masyarakat karena pada dasarnya kegiatan pengelolaan hutan tidak
dapat dengan sendirinya berjalan hanya dikelola oleh pemerintah saja selaku
pihak yang mempunyai hutan, akan tetapi perlu juga melibatkan pihak masyarakat khususnya
pihak setempat yang terdekat di lokasi hutan tersebut dalam pelaksanaan di
lapangan sebagai salah satu bentuk kontribusi pemerintah dalam memberikan
kesejahteraan yang layak bagi masyarakat. Selain itu, kegiatan melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan hutan merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan yang nantinya agar tidak terjadi tumpang tindih
kepentingan dan ketidaknyamanan masyarakat dengan adanya hutan di wilayahnya
yang mana masyarakat di dalamnya tidak pernah dilibatkan. Dengan adanya
kegiatan melibatkan masyarakat, diharapkan masyarakat mampu dan mau mendukung
program kerja yang dibuat pemerintah dengan tidak ada satu pihak pun yang
merasa dirugikan dengan adanya hutan tersebut.
4.
Mengapa kebijakan
pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat selalu berkembang?
Pengelolaan hutan yang
melibatkan masyarakat lebih berkembang karena pada dasarnya pengelolaan yang
dilakukan adalah secara bersama-sama antara pihak pemerintah sebagai pemilik
wewenang atas hutan Negara dan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan yang melibatkan
masyarakat setidaknya memiliki tiga prinsip utama, yaitu:
1.
Masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhannya yang berarti
pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek
ataupun bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat
masyarakat mandiri dan hanya membuat “ketergantungan” di dalam masyarakat.
2.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat bersifat padat karya sehingga kegiatan ini
tidak mudah ditunggangi pemodal (cukong) yang tidak bertanggung jawab.
3.
Pemerintah memberikan pengakuan/rekognisi dengan memberikan aspek legal
sehingga kegiatan masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat
masuk ke sektor formal ekonomi kehutanan/ekonomi lokal, nasional, dan global
sehingga bebas dari pemerasan oknum birokrasi dan premanisme pasar.
Selain itu, antara pihak
pemerintah dan masyarakat mempunyai ketergantungan kepentingan yang sama atas
hutan yang ada, sehingga sangat wajar apabila dilakukannya kerjasama dalam
pengelolaan hutan dalam hal ini maksudnya adalah dengan melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat akan
menghasilkan hutan yang lestari, aman, dan terjaga dari adanya kegiatan perambahan
hutan, illegal logging atau semacamnya yang tidak legal oleh pihak tertentu
yang mempunyai kepentingan atas hutan karena adanya sistem pengawasan yang
aktif dari masyarakat setempat. Masyarakat secara sadar ikut serta dalam
pengawasan, perawatan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan sehingga hutan yang
ada akan lebih aman dan berkembang. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan
manfaat lebih kepada pihak masyarakat yang terlibat dengan memberikan semacam
kompensasi atau bagi hasil atas pengelolaan yang telah dilakukan sehingga yang
tadinya masyarakat yang berpenghasilan minim bermaksud memanfaatkan hasil hutan
dengan cara illegal, tetapi dengan adalanya kesepakatan untuk melibatkan
masyarakat dalam pengelolaannya, masyarakat menjadi taat terhadap pemerintah
dengan tidak melakukan kegiatan illegal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar