SANTRI JUGA LAYAK BERPRESTASI
Oleh: Jajang Roni Aunul Kholik
Catatan
ini sengaja saya tulis dengan maksud sebagai
ungkapan rasa syukur dan “tahaddust bin nikmah” atas apa yang telah saya
dapatkan selama perjalanan masa sekolah dan perkuliahan di S-1 Institut
Pertanian Bogor (IPB). Saya adalah seorang mahasiswa penerima Program Beasiswa
Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama (Kemenag) RI pada program studi Manajemen Hutan di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor angkatan 2009. Dengan dianugrahi kenikmatan ini, saya merasa
terketuk hatinya untuk berbagi cerita kepada rekan-rekan semuanya tentang
betapa nikmatnya mendapatkan beasiswa ini
yang mungkin hanya sebagian santri yang bisa menikmatinya, sehingga mudah-mudahan Allah SWT
menjauhkan saya dari sifat sombong (takabbur), riya, dan angkuh atas semua ini.
Tulisan
ini saya beri judul “Santri Juga Layak Berprestasi”. Latar belakang pemilihan judul ini,
terinspirasi dari suatu pandangan masyarakat selama ini terhadap kalangan
santri di pesantren yang tekenal dengan gaya sarungan, orangnya alim-alim, tidak tahu pergaulan dunia luar, hanya fokus pada bidang keagamaan, gagap
teknologi, ilmu pengetahuan alamnya
rendah,
tidak mungkin bersaing dengan lulusan sekolah umum, dan masih banyak lagi ungkapan masyarakat yang selalu
terngiang ketika dilontarkan kepada mereka pertanyaan “seperti apakah santri
itu ?”. Dalam catatan ini, saya akan mencoba menepis anggapan-anggapan di atas dengan berbagai pembuktian diri saya sendiri, karena jaman sekarang ini
santri juga sudah mulai maju dan tahu
tentang teknologi. Kuncinya hanya satu, asal memiliki keyakinan
dan kemauan yang keras, insya Allah cita-cita dan target
apapun yang kita inginkan akan dapat segera tercapai.
Seseorang
yang ingin sukses mendapatkan apapun yang
dia inginkan, harus berani mengawalinya dengan mimpi…mimpi...dan mimpi. Mimpi dalam hal ini bukan mimpi
saat kita tidur nyenyak (istirahat) di malam hari, tetapi mencoba berpikir
ke depan dan merenung sejenak untuk
memikirkan ingin
menjadi apa nanti di masa depan? apa
yang ingin dimiliki nanti di masa depan? apa yang ingin anda perbuat ketika anda
bertemu dengan masa depan? Ketiga pertanyaan itulah dengan dibarengi sembilan kunci sukses yang senantiasa menjadi pegangan
diri saya
dalam membuat capaian target dan keinginan (cita-cita) saya pada tahun-tahun yang akan datang.
Miliki keyakinan “saya pasti bisa!”. Keyakinan (niat) yang kuat untuk mendapat beasiswa PBSB Kemenag RI ini sudah
saya tanamkan dari awal kelas IX MTs (tahun 2005) yang mana pada saat itu
merupakan awal kemunculan program PBSB Kemenag RI ini. Pada saat itulah ketika
saya mulai mendapat kabar dari bagian infokom pondok pesantren dan tata usaha
MAN, saya yakin bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa tersebut dan nantinya menjadi
salah satu bagian dari keluarga penerima PBSB Kementerian Agama RI, sehinggga
saya menjadi bersemangat dan mencoba untuk mencari banyak informasi kepada
pihak pondok pesantren mengenai program tersebut. Akhirnya usia saya menginjak kelas
X MAN, saya mulai mempersiapkan apa saja yang diperlukan untuk dapat lulus
program tersebut mulai dari belajar soal-soal ujian, mencari soal-soal TPA dan
TBS, dan lain seebagainya.
Lewat
tulisan singkat ini saya akan menceritakan historis perjalanan beasiswa yang saya dapatkan melalui program PBSB Kemenag RI yang sungguh ini merupakan mimpi besar
sewaktu kelas IX MTs sampai XII MAN yang sangat saya harapkan terwujud pada waktunya untuk bisa mengenyam pendidikan sarjana (S-1)
dengan mendapatkan beasiswa yang mungkin barangkali juga menjadi sebuah keinginan
bagi semua santri dimanapun ia berada.
Carilah informasi sebanyak mungkin. Seiring
berjalannya waktu, pendidikan saya mulai menginjak masa-masa SMA/MA, kekhawatiran pun datang menerpa karena tak terasa
hanya sekitar tiga tahun lagi jalur beasiswa PBSB untuk angkatan saya akan segera
dibuka. Disanalah saya mulai mencari lebih banyak lagi informasi baik mengenai
persyaratan beasiswa, mata pelajaran yang diujiankan, latihan soal-soal SNMPTN,
dan materi tes lainnya (TPA dan TBS) pun tak luput saya coba mencarinya.
Akhirnya masa tingkat akhir SMA/MA pun telah datang menghampiri saya dan kekhawatiran pun kian menjadi-jadi. Tetapi Alhamdulillah, ternyata Allah
SWT masih sangat berpihak pada saya. Kenapa tidak, diwaktu saya mempunyai
keinginan yang kuat untuk mendapatkan beasiswa tersebut, pada tahun 2008
(tepatnya kelas XII MAN semester 1), Allah SWT menganugrahi nikmat kepada saya untuk
diberikan jalan yang lebih mudah untuk mendapatkannya yakni diadakannya
kegiatan “Pembibitan Santri Pondok Pesantren se-Indonesia” oleh pihak Kementerian
Agama RI yang diikuti oleh sekitar 60 orang santri terbaik dari 30 Pesantren
se- Indonesia.
Kegiatan di atas merupakan
progam yang diluncurkan pemerintah sebagai persiapan para santri terbaik pilihan
Kemenag RI untuk dapat lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian seleksi
program PBSB. Tiga bulan lamanya, saya mendapatkan pendidikan yang lebih
mengenai pelajaran yang diujiankan, ujian TPA dan TBS, persiapan mental,
spiritual, dan psikologi untuk menghadapi masa depan. Dari kegiatan itulah,
saya mulai mendapatkan titik terang yang lebih untuk benar-benar siap mengikuti
ujian seleksi PBSB. Tak terasa waktu pun telah menginjak bulan Februari tahun
2009 dimana kegiatan “Pembibitan Santri Pondok Pesantren se-Indonesia” telah
ditutup dan dinyatakan selesai. Menjelang akhir pertengahan semester dua pada
kelas XII MAN, rasa resah dan gelisah pun semakin meningkat, karena sebentar
lagi pembukaan beasiswa PBSB untuk tahun 2009 akan segera di-launching-kan oleh pihak Kementerian
Agama RI. Sekaranglah waktu saya bagaimana mengoptimalkan
folder beasiswa yang telah saya cari sejak tiga tahun terakhir saat itu. Saya coba update ulang informasinya, meng-update panduan tebaru
beasiswa dengan mengunjungi situs beasiswa www.pondokpesantren.net
kala itu. Saat itu, yang menjadi program studi favorit saya adalah statistika
dan kehutanan di IPB Bogor, hingga akhirnya tanpa tawar-menawar lagi, saya memutuskan untuk memilih program studi tersebut yang memang benar-benar saya
minati. Sesekali terbesit dalam hati,
mampukah saya bersaing dengan sekitar 8.000 orang peserta tes beasiswa se- Indonesia?
tapi, hal itu tidak menjadi batu rintangan buat saya, karena jika saya berhenti
saat ini, berarti telah mengecewakan dan merusak impian saya selama tiga tahun
lalu. Saya yakin dan percaya saja bahwa perjuangan ini akan indah pada waktunya.
Singkat cerita, tes beasiswa
pun sudah saya lalui dengan sedikit rasa kecewa karena belum bisa optimal
menjawab semua perintah soal di buku tes yang disediakan pihak panitia PBSB. Akhirnya
pada saat kelulusan Ujian Nasional (UN) tiba, pihak sekolah mengumumkan
beberapa orang teman saya yang waktu itu sudah banyak yang diterima di perguruan tinggi jalur PMDK yang telah mereka cita-citakan. Ada yang diterima di UIN Syarif Hidayatullah, UPI Bandung, UIN Bandung, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
UGM Yogyakarta, dan bermacam lainnya. Tinggal saya tersisa yang belum menerima informasi
kelulusan beasiswa PBSB, padahal hari itu adalah hari pengumuman surat
kelulusan yang dikirim dari kantor kementerian agama tingkat kabupaten. Hati
saya bertambah gelisah dan sesekali bersedih karena yang terpikirkan saat itu
adalah bahwa ternyata saya mungkin tidak lulus tes beasiswa. Tetapi, tak lama
kemudian nasib baik masih berpihak pada saya karena sesaat sebelum pengumuman
kelulusan UN berakhir, bagian komisi pendidikan menyampaikan sepucuk surat yang
berisikan bahwa saya lulus tes beasiswa PBSB dan diterima di Program Studi Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Seketika itu, kegelisahan saya hilang
tergantikan dengan kegembiraan dan langsung di tempat itu juga saya melakukan
sujud syukur atas kenikmatan mendapatkan beasiswa PBSB Kementerian Agama RI
ini. Impian yang selama ini (tiga tahun lamanya) saya pertahankan dan
perjuangkan, akhirnya tercapai juga.
Sebelum saya lebih jauh
melanjutkan cerita masa perkuliahan di kampus IPB dengan beasiswa PBSB Kemenag
RI yang saya dapatkan, terlebih dahulu saya ingin memperkenalkan diri saya. Nama lengkap saya Jajang Roni Aunul Kholik, biasa dipanggil Jajang. Dilahirkan di kota santri dan dikenal juga sebagai kota “kredit” yakni Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 9 Juli (22 tahun yang lalu). Saya
merupakan alumni Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung-Ciamis Saya dibesarkan dari lingkungan
keluarga yang sangat sederhana dengan kedua
orang tua yang bekerja sebagai buruh penjahit pakaian.
Sebenarnya, jauh sebelum
mendapatkan beasiswa PBSB Kemenag RI ini, saya telah merasakan nikmatnya mendapatkan
beasiswa yaitu pada saat kelas X MAN, ketika itu saya terpilih sebagai siswa
berprestasi terbaik se-Periangan Timur (Ciamis, Banjar, Tasikmalaya, dan Garut)
tahun 2007 hingga selesai pendidikan di kelas XII MAN tahun 2009 sesaat sebelum
saya mendapatkan beasiswa PBSB Kementerian Agama RI. Dalam konteks mendapatkan
beasiswa dalam negeri, keinginan (niat) dan tekad yang kuat, kemauan yang keras, serta do’a yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT adalah kunci yang paling
utama.
Menurut pandangan saya, yang mungkin menjadi pertanyaan sebagian teman-teman sekarang adalah bagaimana mungkin
seorang santri mengenyam pendidikan di luar bidang keagamaan? Perlu kita
ketahui bahwa dunia ini semakin berubah dan semakin maju, teknologi semakin
canggih, internet dimana-mana, santri pun tidak boleh ketinggalan akan hal itu.
Haruslah ada dari sebagian kita (santri) yang menjadi ahli informatika, psikologi,
ekonomi, manajemen, kedokteran, pertanian, kehutanan, peternakan, ahli gizi,
ahli komunikasi, dan terlebih lagi menjadi ahli agama tentunya. Hal tersebut
dibutuhkan guna memajukan dunia pondok pesantren agar tidak lagi dikatakan sebagai
kalangan terbelakang dan tidak ada kemajuan.
Menginjak masa perkuliahan,
saya mulai berpikir untuk belajar lebih sungguh-sungguh lagi guna mendapatkan
ilmu kehutanan yang nantinya dapat dikembangkan untuk dunia kepesantrenan. Saya
mulai menyusun kembali target dan rencana hidup (cita-cita masa depan) yang
ingin saya raih. Dengan strategi belajar efektif yang saya kembangkan sendiri dan
manajemen waktu harian yang saya lakukan, akhirnya saya dapat menghasilkan
nilai Indeks Prestasi (IP) akademik yang sangat tinggi (IPK di atas 3.25) tiap
semesternya. Pikiran saya pun mulai berkembang, saya merasa kehidupan kampus
haruslah banyak dimanfaatkan dan dilalui dengan banyak aktivitas yang bermanfaat
buat masa depan saya.
Sejak saat ini, saya tidak boleh
hanya memikirkan akademik sepenuhnya, karena dunia kampus adalah masa-masa
mencari ilmu manajemen organisasi yang baik dan
memperluas jaringan serta memperbanyak teman, yang sangat sayang jika
ditinggalkan. Akhirnya saya putuskan untuk mencoba membagi sebagian waktu saya
untuk kegiatan organisasi dan pendekatan kepada dosen-dosen di departemen, para
motivator di kalangan senior, dan orang-orang sekitar yang punya pengaruh di
organisasi, pemerintahan, dan instansi perusahaan. Selain itu, keberanian
adalah kunci sukses lainnya yang terus saya pegang. Semenjak semester 5, saya
sudah berani untuk menjadi asisten laboratorium dimana kegiatan di sana saya
menggantikan dosen untuk mengajar di bagian praktikum di kampus. Sampai saat
ini, tak kurang dari tiga laboratorium di departemen Manajemen Hutan, tak luput
dari adanya nama saya di daftar staf-nya. Selain daripada itu, beberapa
kegiatan organisasi di tingkat kampus, regional, maupun nasional sudah pernah
saya ikuti sebagai delegasi fakultas kehutanan IPB Bogor. Itulah yang menjadi
penting bagi saya sekarang, yaitu dimana nantinya pada beberapa tahun yang akan
datang mereka lah yang mungkin menjadi penolong bagi saya atau bahkan mereka dapat
saya tolong nantinya.
Itulah indahnya masa-masa
perkuliahan, tidak ada aktivitas yang saya lakukan, yang tidak ada manfaatnya
bagi kehidupan saya saat ini. Dengan apa yang saya lakukan di atas, akhirnya
saya mendapatkan kepercayaan dari empat orang dosen dan sebagian besar
mahasiswa Manajemen Hutan. Manfaat yang saya dapatkan sekarang dari hasil
seperti itu adalah bukan hanya semata-mata demi uang yang melimpah. Apabila
perlu saya sampaikan, uang yang pernah saya terima dari pekerjaan saya sangtlah
kecil nilainya jika dibandingkan dengan pekerjaan sebagian kecil teman saya
yang berwirausaha di kampus. Tetapi bukanlah hal itu yang menjadi tujuan utama
saya, mendapat kepercayaan dosen dan teman-teman, jaringan ke institusi
pemerintahan, persahabatan, dan pandangan baik yang didapat dari lingkungan
sekitar saya adalah tujuan sesungguhnya. Saya sadar, keuangan untuk semntara
tidaklah diperlukan, dengan uang living cost yang saya dapatkan tiap bulannya
sudahlah cukup untuk menghidupi saya di kampus. Saya tahu bahwa dalam sebuah
filosofi dikatakan: “jika sebatang pohon terakhir telah ditebang, jika segenggam
udara terakhir telah dihirup, jika segelas air bersih terakhir telah diminum,
jika sahabat baik terakhir telah tiada, sadarilah bahwa uang di dunia ini tidak
akan berharga” Itulah filosofi yang sering saya pegang selama perjalanan hidup
saya. Hanya kepercayaan, pengorbanan, dan kontribusi terbaik yang akan
dikenang, bukan kekayaan sejati (uang) yang saya miliki.
Terakhir sebelum saya tutup
cerita ini, saya ingin berpesan kepada semua rekan-rekan setia yang membaca tulisan
ini, janganlah berhenti untuk bermimpi…bermimpi…dan bermimpi. Karena sebuah
mimpi akan menjadi dorongan bagi kita untuk menjadikannya kenyataan di masa
depan kelak. “Impian itu Gratis, anda boleh menulis apapun yang anda inginkan,
tidak ada yang berhak menghentikan impian anda, kecuali anda sendiri”. “Lebih
baik punya banyak cita-cita tetapi belum bisa kita capai untuk saat ini,
daripada kita tidak punya cita-cita dan itu tercapai”. Terima kasih, salam
hangat dari CSS MoRA. CSS…woy, CSS…woy, CSS…woy woy woy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar